Senin, 06 Februari 2023 13:58 WIB

Mengenal Tanda-Tanda Bunuh Diri

Responsive image
1081
Ida Aju Kusuma Wardani - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah

Dari data WHO tahun 2019 di seluruh dunia didapatkan 1 orang meninggal setiap 40 detik oleh karena bunuh diri. Bunuh diri merupakan 1,5?ri semua kematian dan merupakan 10 besar penyebab kematian di seluruh dunia. Bunuh diri menjadi beban penyakit 1,8 persen dan meningkat menjadi 2,4% ditahun 2020. Enam puluh persen kejadian bunuh diri ada di Asia.

WHO menyebutkan tujuan rencana kerja kesehatan mental pada tahun 2013- 2020 mencapai target penurunan angka bunuh 10 persen. Tujuannya adalah 1) memperkuat kepemimpinan dan pemerintahan yang efektif dalam kesehatan mental, 2) menyediakan layanan perawatan kesehatan mental yang komprehensif, terintegrasi dan responsif di masyarakat, 3) mengimplementasikan strategi promosi, pencegahan dalam kesehatan mental, 4 )memperkuat sistem informasi, data dan penelitian dalam kesehatan mental.

Kementerian Kesehatan melalui program kerjanya yaitu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal/SDG tahun 2015) menyebutkan indikator SDGs tentang bunuh diri. Target SDG di tahun 2030 mengurangi sepertiga angka kematian dini akibat dari penyakit tidak menular melalui pencegahan dan pengobatan serta mempromosikan kesehatan mental dan kesejahteraan. Pemerintah melakukan upaya promotif dan preventif kesehatan jiwa melalui pendekatan siklus kehidupan (Continuum of Care) dan kelompok Resiko (Population at Risk) serta terintegrasi pada semua tingkat layanan kesehatan.

Ada empat langkah dalam penilaian resiko bunuh diri yaitu: (Sonia dan Stan, 2007)

Langkah I Penilaian bunuh diri

Memulai penilaian bunuh diri. Bagaimana berbicara dengan pasien untuk mendapatkan informasi terjadinya bunuh diri. Membangun hubungan komunikasi terbuka dengan pasien sebagai pendekatan awal setiap penilaian medis tetapi khususnya dalam hal pasien dengan bunuh diri (ide bunuh diri, rencana bunuh diri dan percobaan bunuh diri). Pendekatan yang tenang, sabar, tidak menghakimi serta empati akan membantu menciptakan suasana yang aman, nyaman bagi pasien.

Contoh pernyataan empati:

“Saya melihat betapa sulitnya beberapa hal bagi anda belakangan ini”. “Tampaknya ada hal-hal yang sulit bagi anda belakangan ini dan ini sulit untuk diatasi”. “Anda tampaknya mengalami masa masa yang sulit”.

Langkah II Mengevaluasi faktor resiko bunuh diri

Meliputi penilaian riwayat psikiatri dan gejala psikiatri, hopelessness, riwayat kesehatan, riwayat keluarga dan riwayat psikososial serta kekuatan dan kelemahan kepribadian. Komponen penilaian ini juga memberikan peluang bagi dokter untuk mengidentifikasi krisis psikososial akut dan stres psikososial kronis saat ini mempengaruhi pasien. Seringkali berguna untuk melakukan pemeriksaan secara cepat stressor psikososial sebagai bagian dari penilaian.

Langkah III Mengidentifikasi apa yang terjadi

Contoh pertanyaan berikut: Mengapa?, Kenapa sekarang? Apa yang sedang terjadi? Mengidentifikasi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu deteksi kesehatan untuk memahami kompleksitas faktor-faktor yang mendasari atau memicu perilaku bunuh diri. Ini pada gilirannya akan memudahkan identifikasi target untuk intervensi.

Langkah IV Mengidentifikasi target untuk intervensi

Identifikasi dan target intervensi untuk mengurangi faktor resiko bunuh diri yang bisa dimodifikasi yaitu mengobati gangguan dan gejala dari diagnosis gangguan psikiatri, penekanan situasi psikososial dengan mengatasi pemicu atau pemicu yang dapat dimodifikasi, kesulitan karakter yaitu ciri kepribadian maladaftif dan koping skill.

Bila ingin melihat score tanda-tanda bunuh diri dapat melalui https://www.pdskji.org/bd.html kemudian pilih swaperiksa bunuh diri

Pencegahan menurut Chu dkk.(2010) mengembangkan teori dan model pendekatan budaya. Ada empat tema budaya relevan yang signifikan untuk penilaian dan pencegahan bunuh diri:

1. Sanksi dan makna budaya, menyerap nilai-nilai spesifik tentang penerimaan bunuh diri, dan yang mengarah pada pengembangan sikap terhadap keadaan atau situasi kehidupan tertentu seperti dapat diterima dari risiko yang memalukan, sehingga memicu. Arti budaya menentukan bagaimana stres kehidupan dirasakan dan apakah pikiran bunuh diri dan niat cenderung dikonversi menjadi upaya bunuh diri.

2. Keunikan budaya juga mempengaruhi kepada siapa niat bunuh diri diungkapkan dan bagaimana, dan cara dimana upaya bunuh diri dimanifestasikan.

3. Stres minoritas mengacu pada faktor-faktor kesusahan yang diberikan masyarakat karena status minoritas, ketimpangan sosial, atau penganiayaan.

4. Perselisihan sosial dalam dukungan sosial dan komunitas bertindak sebagai faktor pemicu. Konflik dan pengasingan memengaruhi individu dan meningkatkan kerentanan dalam proporsi terhadap nilai-nilai yang melekat pada sistem dukungan masyarakat dan sosial.

Marilah kita saling komunikasi terbuka baik secara tertulis (melalui Psikiater SehatPedia) atau tidak tertulis (datang langsung ke tempat praktek Psikiater atau poli jiwa RS terdekat). Komunikasi terbuka membantu masalah dan mempermudah cara mengatasi atau melalui masalah tersebut.

 

Referensi:

Chu, J. P., et al. 2010. The Cultural theory and model of suicide. Applied and Preventive Psychology, 14(1-4), p. 25-40.

Ibrahim, M., Russon, J., Diamond, G. 2017. ACT for Life: Using Acceptance and Commitment Therapy to Understand and Prevent Suicide. In : Updesh, K., editor. Handbook of Suicidal Behavior, Singapore: Springer Nature. p. 485-504.

Sonia, C., Stan, K. 2007. Suicide Risk management, A Manual for Health Profesionals, 1st Ed. Masachusetts: Blackwell Publishing.