Jumat, 06 Januari 2023 15:40 WIB

Susah Kencing Setelah Operasi

Responsive image
24332
Sri Rahmawati, S.Tr.Kep - RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Seseorang yang akan menjalani pembedahan pada area perut ke bawah biasanya akan dilakukan pembiusan regional seperti epidural anestesi dan spinal anestesi untuk menghindari rasa nyeri selama pembedahan. Setelah diberikan anestesi epidural atau spinal, kebanyakan pasien akan mengeluhkan masalah perkemihan pasca pembedahan. Pada laki-laki cenderung terjadi tahanan sehingga kesulitan untuk buang air kecil yang biasa disebut dengan retensi urin. Sedangkan pada wanita biasanya mengalami kesulitan mengendalikan kemih sehingga sering mengompol. Hal tersebut berkaitan dengan efek obat anestesi regional yang melumpuhkan otot-otot area pusar kebawah. Kandung kemih yang merupakan organ bawah tubuh berada dalam pengaruh obat anestesi regional sehingga kinerja otot-ototnya tidak maksimal dan memungkinkan masalah perkemihan. Tidak heran jika dokter perlu memberikan instruksi pemasangan kateter atau selang kencing agar buang air kecil tetap terkontrol. Namun demikian efek tersebut hanya berlangsung sementara, kemampuan keluaran urine akan kembali setelah efek obat anestesi habis.

Tidak hanya pengaruh obat anestesi, pembedahan pada organ-organ urinaria seperti kandung kemih, ginjal, atau uretra juga dapat menyebabkan kesulitan buang air kecil akibat jaringan parut yang membuat jalan kencing menyempit. Pemilihan pemberian terapi obat pasca pembiusan juga berpengaruh terhadap kemampuan buang air kecil. Biasanya pada obat-obatan golongan opioid perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya tahanan urine berkaitan dengan efek sampingnya yang dapat menyebabkan konstipasi sehingga menekan saluran kemih.

Lantas seperti apa gejala retensi urine? Retensi urine dibedakan menjadi akut dan kronis. Pada retensi urine akut seseorang akan timbul gejala :

-       Kesulitan buang air kecil meskipun ada keinginan untuk kencing,

-       Rasa tidak nyaman pada area perkemihan,

-       Kandung kemih terasa penuh dan tegang,

-       Nyeri pada perut bagian bawah.

Namun demikian tidak semua pasien dengan pembiusan regional mengalami gejala ini, sehingga kita perlu memantau seberapa sering, jumlah dan warna air seni. Sedangakan pada retensi urine kronik akan timbul gejala :

-       Kesulitan mengawali buang air kecil,

-       Pancaran urin yang lemah,

-       Perasaan tidak tuntas dalam buang air kecil

Berbeda dengan retensi urine akut, pada retensi urine kronis masih bisa mengeluarkan urine. Meski begitu hal ini sama berbahayanya dengan retensi urine akut karena risiko infeksi saluran kemih meningkat yang dapat menyebabkan koplikasi serius.

Setelah pembiusan dan terjadi tahanan urine kita dapat melakukan :

-       Coba alirkan air kran untuk menstimulasi keinginan buang air

-       Kompres perut bagian bawah dengan air hangat

-       Lakukan mobilisasi jika sudah mampu

-       Letakkan tanga pada air dingin

-       Jika dalam 6-12 jam pasca bius masih belum terasa sensasi kemih, minta petugas kesehatan untuk pemasangan kateter atau selang kencing.

 

Referensi :

Blakely, Gail etc.2015. Caring for Your Bladder after Outpatient Surgery. Michigan: Department of Obstetrics and Gynecology.

Brouwer TA, van Roon EN, Rosier PFWM, Kalkman CJ, Veeger N. Postoperative urinary retention: Risk factors, bladder filling rate and time to catheterization: an observational study as part of a randomized controlled trialPerioper Med (Lond). 2021;10(1):2. Published 2021 Jan 4. doi:10.1186/s13741-020-00167-z

Palthe S, Dijkstra GA, Steffens MG. A case of spontaneous urinary bladder rupture secondary to urinary retention due to an urethral strictureUrol Case Rep. 2018;17:85–87. doi:10.1016/j.eucr.2018.01.009