Jumat, 06 Januari 2023 12:02 WIB

Ketahui Penyebab dan Faktor Risiko Craniosynostosis

Responsive image
11995
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Bayi baru lahir biasanya memiliki tengkorak yang masih lunak. Hal ini rupanya agar bayi mudah saat masuk ke jalan lahir ketika proses persalinan. Biasanya, titik lunak pada tengkorak bayi akan mengeras sepenuhnya saat ia berusia 18 bulan hingga 2 tahun. Karena, otak si kecil masih membutuhkan ruang untuk tumbuh. Lalu, bagaimana jika titik lunak pada tengkorak bayi menutup lebih cepat dari seharusnya? Kondisi tersebut disebut craniosynostosis, di mana satu atau lebih sendi berserat di antara tulang tengkorak bayi menutup sebelum waktunya dan sebelum otak si kecil terbentuk sepenuhnya. Walaupun sudah menutup lebih cepat, nyatanya pertumbuhan otaknya terus berlanjut dan bisa membuat tampilan kepala terlihat berbeda. Sendi yang tertutup tersebut akan mengakibatkan pembatasan pertumbuhan tulang tengkorak dan terjadi kompensasi berupa pertumbuhan tulang di tempat lain di tengkorak untuk menyediakan pertumbuhan otak. Pada bayi dengan craniosynostosis, ubun-ubun menutup lebih cepat sebelum otak bayi terbentuk sempurna. Kondisi ini membuat otak mendorong tulang tengkorak sehingga bentuk kepala bayi menjadi tidak proporsional. Bila tidak ditangani, craniosynostosis dapat menyebabkan perubahan bentuk kepala dan wajah secara permanen. Tekanan di dalam rongga kepala bisa meningkat dan memicu kondisi yang serius, seperti kebutaan hingga kematian.

Penyebab dan Faktor Risiko Craniosynostosis

Belum diketahui apa yang menyebabkan craniosynostosis, tetapi kondisi ini diduga terkait dengan faktor genetik dan lingkungan. Craniosynostosis juga diduga dipicu oleh kondisi yang dapat memengaruhi perkembangan tengkorak anak, seperti : sindrom Apert, sindrom Pfeiffer, dan sindrom Crouzon.

Risiko bayi menderita craniosynostosis akan lebih tinggi pada wanita yang menderita penyakit tiroid atau menjalani pengobatan penyakit tiroid dalam masa kehamilan. Risiko yang sama juga bisa dialami oleh wanita yang menggunakan obat penyubur kandungan sebelum hamil.

Gejala Craniosynostosis

Tanda-tanda craniosynostosis biasanya sudah tampak saat bayi lahir, dan makin terlihat jelas setelah beberapa bulan. Tanda-tanda tersebut yaitu antara lain :

1.      Ubun-ubun atau bagian lunak di kepala bayi tidak terasa.

2.      Dahi terlihat seperti segitiga, dengan bagian belakang kepala yang lebar.

3.      Bentuk dahi yang sebagian rata dan sebagian lagi tampak menonjol.

4.      Posisi salah satu telinga lebih tinggi dari telinga yang lain.

5.      Bentuk kepala bayi yang lebih kecil daripada bayi seusianya.

6.      Bentuk kepala tidak normal, misalnya memanjang dan pipih, atau terlihat datar di salah satu sisi.

Kapan Harus ke Dokter

Tepati jadwal imunisasi yang dianjurkan. Dokter anak akan memantau tumbuh kembang anak saat imunisasi, termasuk pertumbuhan kepalanya. Bila ada dugaan keganjilan pada perkembangan atau bentuk kepala anak, jangan tunda untuk segera memeriksakannya ke dokter.

Perlu diketahui, bentuk kepala bayi yang tidak normal tidak selalu menandakan craniosynostosis. Kondisi tersebut bisa saja terjadi akibat bayi terlalu sering tidur pada salah satu sisi tubuh tanpa berganti posisi. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan dokter untuk memastikannya.

Pemeriksaan Craniosynostosis

Guna memastikan craniosynostosis, dokter akan menjalankan pemeriksaan berikut ini :

1.      Pemeriksaan kepala bayi dengan memeriksa ubun-ubun dan kelainan pada kepala.

2.      Pemindaian dengan CT scan untuk melihat tulang tengkorak secara lebih detail.

3.      Tes genetik untuk menentukan jenis kelainan genetik yang dicurigai menjadi penyebabnya.

Penanganan Craniosynostosis

Craniosynostosis dengan tingkat keparahan ringan atau sedang tidak membutuhkan pengobatan khusus. Dokter cukup menyarankan pasien untuk menggunakan helm khusus untuk memperbaiki bentuk tengkorak dan membantu perkembangan otak.

Sementara pada kebanyakan kasus craniosynostosis yang serius, penanganan harus dilakukan dengan operasi.

Operasi untuk craniosynostosis tergantung pada tingkat keparahan craniosynostosis dan apakah terdapat kelainan genetik yang mendasarinya. Tujuannya adalah untuk mengurangi dan mencegah munculnya tekanan pada otak, membuat ruang di tengkorak agar otak bisa berkembang, dan memperbaiki bentuk tengkorak.

Ada 2 (dua) jenis operasi yang bisa dilakukan untuk menangani craniosynostosis, yaitu :

1.      Bedah Endoskopi

Bedah ini dilakukan pada bayi usia di bawah 6 bulan. Prosedur ini hanya memerlukan 1 hari rawat inap dan tidak memerlukan transfusi darah. Setelah prosedur ini, terapi dengan helm khusus dapat dilakukan untuk memperbaiki bentuk tengkorak.

2.      Bedah Terbuka

Prosedur ini dilakukan pada bayi berusia di atas 6 bulan. Bedah terbuka memerlukan 3 - 4 hari rawat inap dan transfusi darah.

Komplikasi Craniosynostosis

Craniosynostosis ringan yang dibiarkan tanpa pengobatan dapat menyebabkan perubahan bentuk kepala dan wajah secara permanen. Akibatnya, penderita craniosynostosis merasa malu untuk berbaur dengan masyarakat.

Penderita craniosynostosis parah berisiko mengalami peningkatan tekanan intrakranial (tekanan di dalam rongga kepala). Jika tidak ditangani, peningkatan tekanan intrakranial bisa memicu kondisi serius berikut :

1.      Gangguan perkembangan

2.      Gangguan gerakan bola mata.

3.      Gangguan kognitif (belajar dan berpikir).

4.      Kejang

5.      Kebutaan

Pencegahan Craniosynostosis

Craniosynostosis sulit dicegah, karena kondisi ini merupakan kelainan bawaan akibat faktor genetik. Akan tetapi, pemeriksaan kehamilan secara rutin dapat dilakukan untuk mendeteksi dini timbulnya kondisi ini pada janin.

Lalu, bayi yang terlahir dengan craniosynostosis perlu kontrol rutin ke dokter untuk memantau perkembangan otak dan fungsinya. Hal ini bertujuan untuk penanganan sedini mungkin bila bayi diduga mengalami gangguan perkembangan otak.

 

Referensi :

Tjokorda Gde Bagus Mahadewa. 2022. Penatalaksanaan Craniosynostosis. Makalah RSUP Sanglah Denpasar.

Alghamdi, M., et al. 2021. Clinical and Genetic Characterization of Craniosynostosis in Saudi Arabia. Frontiers in Pediatrics, 9, pp. 1-14.

Goos, J., & Mathijssen, I. 2019. Genetic Causes of Craniosynostosis : An Update. Molecular Syndromology, 10(1-2), pp. 6-23.

American Association of Neurological Surgeons. 2019. Craniosynostosis and Craniofacial Disorders.

Centers for Disease Control and Prevention. 2020. Specific Birth Defects. Facts about Craniosynostosis.

National Health Institute. 2019. Medline Plus. Craniosynostosis.

Mayo Clinic. 2019. Diseases & Conditions. Craniosynostosis.

Watson, S. Healthline. 2017. What is Craniosynostosis?