Rabu, 04 Januari 2023 11:24 WIB

Kepatuhan Minum Obat pada ODGJ

Responsive image
3649
dr. Antari Puspita Primananda - RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ memiliki masalah pada kejiwaannya yang memengaruhi cara berpikir, berperilaku, serta emosinya dalam kehidupan sehari-hari.

Kondisi tersebut menyebabkan penderitanya kesulitan menjalani hidup dengan normal, terutama dalam berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.

Jumlah ODGJ diseluruh dunia terus mengalami peningkatan. Data Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai 1,7 per mil. Artinya, 1-2 orang dari 1.000 penduduk di Indonesia mengalami gangguan jiwa berat. Kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 90 persen, Artinya, kurang dari 10 persen penderita gangguan jiwa yang mendapatkan layanan terapi oleh petugas Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2007 menyebutkan, prevalensi gangguan mental emosional berupa depresi dan cemas pada masyarakat berumur di atas 15 tahun mencapai 11,6 persen. Jika jumlah penduduk pada kelompok umur tersebut tahun 2010 ada 169 juta jiwa, jumlah penderita gangguan jiwa 19,6 juta orang. Dari Riskesdas 2007 Prevalensi gangguan jiwa tertinggi ada di Jawa Barat sebesar 20 persen. Semakin bertambah umur, jumlah penderita gangguan mental makin besar. Gangguan jiwa lebih banyak dialami mereka yang berpendidikan rendah, yaitu yang tidak tamat sekolah dasar.

Perlakuan dan penanganan yang tidak tepat ini justru bisa berakibat buruk bagi kondisi pasien, bahkan memperparah penyakit yang dideritanya. Padahal, dengan pengobatan yang benar, kualitas hidup ODGJ akan lebih baik. Kepatuhan minum obat merupakan fenomena yang cukup kompleks, mengingat banyak factor yang dapat mempengaruhi, mulai dari factor usia, jenis kelamin, tingkat Pendidikan, tinggal ekonomi dan pekerjaan.

Pengobatan tidak akan menyembuhkan ODGJ 100% tetapi dengan pengobatan maka waktu remisi pasien setahun lebih lama dan gejala psikosis tidak akan terlalu parah. Hal ini tentunya akan memperingan beban hidup pasien. banyak penelitian yang membuktikan bahwa intervensi terhadap masalah kepatuhan ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Hal ini bisa dilakukan melalui terapi kognitif – perilaku, komunikasi keluarga, dan terapi komunitas untuk meningkatkan kepatuhan minum obat melalui peningkatan pemahaman pasien.

Beberapa faktor yang menjadi penentu terjadinya kepatuhan antara lain faktor pasien, dukungan keluarga, efek samping obat, hubungan terapeutik, dan karakteristik penyakit. Perbedaan kultur dan sistem kesehatan yang cakupannya berbeda dapat menjadi faktor lain yang menyebabkan ketidakpatuhan pada pasien di Indonesia

Untuk mencapai kesembuhan diperlukan keteraturan atau kepatuhan berobat bagi setiap penderita. Paduan obat jiwa jangka pendek dan jangka panjang merupakan strategi untuk membantu mencegah kekambuhan yang dapat menjadikan perilaku agresif, walaupun obat yang di gunakan baik tetapi bila penderita tidak mengkonsumsu secara teratur maka umumnya hasil pengobatan akan kurang optimal. Kenyataan lain bahwa penyakit Gangguan Jiwa harus di konsumsi dalam jangka panjang bahkan seumkur hidup.

Diperlukan bantuan pengawasan minum obat dari care giver untuk mengingatkan dan menyediakan obat secara langsung kepada penderita, disebutkan tingginya keberhasilan untuk sembuh di kaitkan dengan perhatian dan dukungan dari care giver. Selain itu perlu pengawasan dari PKM setempat atau pemegang program jiwa untuk memonitoring dan memotivasi selama menjalani pengobatan. ODGJ yang patuh terhadap pengobatan memiliki prognosis yang jauh lebih baik dari pada ODGJ yang tidak patuh terhadap pengobatan.

 

Referensi :

hellosehat. 2020. Diakses pada 13 Mei 2022 pukul 10.23, dari https://hellosehat.com/mental/odgj-gangguan-jiwa/

InteLResos.2022. Diakses pada 13 Mei 2022 pukul 10.23, https://intelresos.kemensos.go.id/new/