Rabu, 28 Desember 2022 14:07 WIB

Gangguan Panik

Responsive image
5067
dr. Sylvia Detri Elvira, Sp.KJ(K) - RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Gangguan panik adalah jenis gangguan kecemasan yang ditandai, oleh “serangan panik” berulang-ulang, yaitu periode terpisah dari perasaan ketakutan yang intens dan berhubungan dengan gejala fisik seperti jantung berdebar-debar, sesak nafas, gemetar, dan sebagainya.

Studi penelitian dari National Comorbidity Study melaporkan 1 dari 4 orang memenuhi setidaknya salah satu dari kriteria gangguan panik. Studi ini juga melaporkan prevalensi gangguan panik cukup tinggi yakni 17,7%.

Gangguan panik dapat terjadi beberapa saat dan akan hilang tergantung dari situasi sekitar. Gangguan panik umumnya diderita oleh usia 18 – 45 tahun dan meningkat pada usia kisaran 20-an.

Gejala Gangguan Panik (Panic Attack)

Gejala gangguan panik dapat memicu kehilangan kontrol pada (terhadap) seseorang. Biasanya akan ditandai oleh reaksi fisik yang tak biasa. Beberapa gejala gangguan panik yang sering terjadi, antara lain:

· Nafas tidak teratur, sulit bernafas, dan nafas tersenggal-senggal (tersengal-sengal)

· Kehilangan keseimbangan pada tubuh

· Sekujur tubuh berkeringat

· Tremor, gemetar pada kaki, tangan, ruas jari, dan bagian tubuh lainnya

· Debar jantung terjadi lebih cepat

· Mual, kram perut, dan pusing

· Telinga berdengung

· Rasa ingin BAB atau BAK

· Menggigil atau demam

Gejala gangguan panik dapat terjadi dimana pun, seperti saat berkendara, bekerja, saat tidur, di keramaian atau bahkan saat menikmati waktu bersenang-senang bersama teman dan keluarga.

Gangguan panik dapat terjadi beberapa menit dan akan mereda jika dirasakan situasi sudah lebih baik atau berada di lingkungan orang-orang yang mereka percaya.

Gangguan penyerta yang dapat terjadi, yaitu agorafobia (ketakutan irasional terhadap keramaian atau berada seorang diri) yang disertai perilaku menghindari tempat-tempat saat serangan panik pertama kali dialami.

Penyebab Gangguan Panik

Penyebab gangguan panik tidak dipastikan secara jelas, baik yang terjadi pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Sebagaimana gangguan jiwa lain, terdapat 3 faktor kontributor yang berperan dalam terjadinya gangguan panik, yaitu: 1). Faktor biologik (mis. genetik, adanya penyakit sistemik - mis. diabetes yang tidak terkonttrol), 2). faktor psikoedukatif (bagaimana perkembangan kepribadian sejak bayi hingga saat ini), 3). faktor sosiokultural (lingkungan sejak kecil hingga kini yang juga dapat memengaruhi karena dapat memicu stres). Biasanya gangguan panik dipicu oleh rasa cemas tentang suatu hal atau oleh seseorang yang mengalami stres; namun ada pula yang tidak ada pencetus apa pun..

Beberapa situasi yang seringkali menjadi penyebab dari gangguan panik:

1. Faktor genetik, yaitu terdapat keluarga atau saudara yang juga memiliki gangguan panik

2. Trauma, mengalami suatu kejadian yang menimbulkan rasa trauma (rasa takut, sedih, marah, tertekan, yang mengganggu aktivitas sehari-hari, baik disadari maupun tidak disadari) yang mendalam sehingga akan menimbulkan kecemasan saat berada dalam situasi yang sama 

3. Pola hidup tidak sehat, merokok, konsumsi kopi secara berlebihan dan mengkonsumsi obat-obatan juga dapat menimbulkan gangguan panik

4. Mengalami perubahan drastis dalam hidup, seperti perceraian, kematian, kelahiran pekerjaan baru, dan lain sebagainya (disebut sebagai stresor)

5. Gangguan fungsional dalam sistem saraf pusat, dalam bentuk hiperaktivitas sistem saraf otonom dan terganggunya keseimbangan biokimia dalam saraf otak

 

Pengobatan Gangguan Panik

Dalam pengobatan gangguan panik dilakukan untuk mengurangi frekuensi atau intensitas gejala yang timbul. Ada dua metode yang dapat dilakukan untuk mengobati gangguan panik:

1. Psikoterapi

Terapi dilakukan oleh dokter spesialis kesehatan jiwa atau psikiater untuk gangguan panik (tidak usah) diawali dengan mengurangi gejala-gejala yang timbul. 

Psikoterapi yang dapat dilakukan berupa: psikoterapi suportif, reedukatif (terapi perilaku dan kognitif) atau terapi rekonstruktif. Psikoterapi suportif yang dapat dilakukan yaitu: validasi empatik, penenteraman, nasihat dan pujian. Pemberian nasihat dilakukan pada saat yang tepat akan sangat membantu, sebaliknya bila tidak tepat, akan membuat pasien merasa tidak nyaman.

Terapi perilaku yang dapat diberikan berupa latihan relaksasi (relaksasi sederhana atau relaksasi progresif). Terapi kognitif dapat dilakukan untuk mengubah cara berpikir dan kebiasaan hidup agar mendapatkan keseimbangan dalam hidup.

Terapi rekonstruktif (berupa psikoterapi berorientasi psikoanalisis) diperlukan bila dengan kedua psikoterapi sebelumnya (No 1 dan No 2)  kondisi belum bisa pulih dan tuntas.

Obat-obatan

Dokter akan memberikan beberapa resep obat yang dapat dikonsumsi penderita gangguan panik menyesuaikan tingkat gejalanya. jenis-jenis obat yang dapat diresepkan oleh dokter, diantaranya:

· Obat antidepresan dari golongan serotonin reuptake inhibitors (SSRI), seperti fluoxetine dan sertraline, atau dari golongan serotonin and norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI), seperti venlafaxine.  Obat jenis ini diberikan setidaknya 6 bulan berturut-turut, agar pasien bebas dari serangan dan gejalanya

· Benzodiazepine, seperti alprazolam, untuk mengatasi serangan panik dalam jangka pendek (maksimum diberikan dalam 4-8 minggu)

Obat-obatan di atas harus dikonsumsi atas dasar resep dokter yang menangani kasus penderita. 

Agar proses pengobatan gangguan panik dapat berjalan maksimal, perlu motivasi tinggi dari diri sendiri. Bukan hanya keinginan untuk sembuh namun mengubah pola hidup menjadi lebih sehat juga perlu dilakukan, antara lain:

· Mengonsumsi makanan bergizi seimbang

· Berolahraga, yoga, atau meditasi secara rutin

· Istirahat cukup dengan tidur selama 8 jam per hari

· Menghindari minuman beralkohol dan berkafein

· Berhenti merokok

· Bergabung dengan komunitas gangguan panik untuk dapat saling berbagi informasi

Gangguan panik dapat mempengaruhi kualitas hidup dari penderita, dan dapat menimbulkan komplikasi apabila tidak segera ditangani. Beberapa hal yang dapat terjadi akibat tidak segera mengobati gangguan panik adalah:

· Depresi

· Keinginan untuk bunuh diri

· Agorafobia, adalah perasaan takut secara berlebihan pada suatu situasi atau tempat yang menyebabkan panik

· Penyalahgunaan narkotika dan minuman beralkohol

· Gangguan emosional yang dapat memicu masalah dalam lingkungan sekitar

Perbedaan Gangguan Cemas Menyeluruh dan Panic Attack 

Keduanya memang sama-sama ditandai dengan anxietas, hanya berbeda dalam:

1. Durasi: bila ansietas menyeluruh terjadi terus meneryus dalam hampir 24 jam, sementara bila gangguan panik hanya terjadi bila timbul serangannya (bila tak ada serangan, pasien akan tenang, dapat beraktivitas seperti biasa). 

2. Intensitas: pada gangguan panik, bila tak ada serangan, intensitas cemasnya nol (tidak ada sama sekali), sedang kalau sedang serangan, intensitasnya sangat tinggi.  Gangguan cemas menyeluruh dalam 24 jam intensitasnya sama.

Rasa cemas adalah suatu reaksi alami pada tubuh terhadap stress. Cemas dapat bermanfaat bagi tubuh untuk meningkatkan kewaspadaan. 

Namun rasa cemas berlebihan akan sangat mengganggu apabila sudah menyebabkan kehilangan kontrol atau menyebabkan gangguan panik (panic attack)

Kapan Harus Ke Dokter?

Bila gangguan panik sudah terjadi berulang kali hingga mengganggu aktivitas sehari-hari atau menimbulkan keinginan yang berefek negatif, sebaiknya segera datang atau menghubungi psikiater untuk dapat penanganan yang tepat.  

Jangan mengonsumsi obat-obatan yang tidak sesuai dengan resep dokter karena akan menyebabkan hal buruk jika tidak dilakukan dengan tepat. Jenis obat yang dikonsumsi harus sesuai dengan tingkat gejala yang dialami penderita gangguan panik.

 

Referensi

Journal of Broadcasting and Islamic Communication Studies, Vol.3 No.2, Institut Pesantren Sunan Drajat. Analisis Eskalasi Panic Attack And Anxiety Disorder terhadap Kesehatan Mental Remaja, Diakses pada 2022. 

Journal of Mental Health Education, Kwai Chung Hospital. Panic Disorder, Diakses pada 2022. 

News and Health Articles, Rumah Sakit Pondok Indah. Diakses pada 2022.  

Penelitian dan Laporan, UNICEF. Diakses pada 2022.