Rabu, 21 Desember 2022 22:28 WIB

Keamanan Sertraline pada Pasien Epilepsi

Responsive image
821
apt. Nur Aini Fatmawati, S.Farm - RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Gangguan mood dan depresi merupakan kondisi yang sering menyertai pasien epilepsi. Kondisi tersebut berdampak pada hasil terapi dan kualitas hidup pasien. Pasien epilepsi dengan gejala depresi juga rentan lelah, mudah marah, dan ada keinginan untuk bunuh diri. Selain itu, depresi juga faktor resiko kekambuhan epilepsi. Dengan mengamati kondisi tersebut, tidak menutup kemungkinan antidepresan banyak diresepkan pada pasien epilepsi.

Obat-obatan antidepresan dapat menurunkan ambang kejang dan memiliki efek memicu kejang (prokonvulsan). Antidepresan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI), Selective Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI) venlafaxine, α2 antagonist mirtazapine perlu dihindari atau monitoring seksama bila digunakan. Potensial efek samping tersebut semakin besar bila dosis obat ditingkatkan. Apabila pasien membutuhkan antidepresan, maka SSRI dapat dipilih karena potensial efek samping kejang lebih rendah dibandingkan antidepresan lain. Obat golongan SSRI fluoxetin sebaiknya dihindari karena waktu paruh panjang. Obat golongan SSRI sertraline lebih aman diberikan bagi pasien epilepsi.

Sertraline merupakan obat golongan antidepresan yang diindikasikan untuk mengontrol gejala depresi dan gangguan cemas. Obat ini bekerja dengan menghambat ambilan serotonin dan menjadi lini pertama pada pasien epilepsi dengan depresi. Namun, terdapat laporan kasus menunjukkan sertraline dapat menyebabkan berbagai jenis kejang yaitu generalized seizures, partial seizures, dan myoclonic seizures. Dosis dan durasi pemakaian sertraline mempengaruhi potensial efek kejang. Efek kejang juga semakin besar bila obat dikombinasi dengan clozapine dan methylphenidate. Satu laporan kasus generalized seizures dan myoclonic seizures pada wanita muda dengan dosis sertraline 150 mg/hari yang ditingkatkan secara bertahap. Dosis sertraline diturunkan bertahap selama tiga minggu kemudian dihentikan. Frekuensi kejang menurun setelah dosis diturunkan dan teratasi ketika obat dihentikan.

Penelitian Kanner et al pada tahun 2000 untuk menilai keparahan dan frekuensi kejang pasien yang mendapatkan sertraline. Penelitian tersebut dilakukan terhadap 100 pasien dengan partial dan primary generalized epilepsy dengan mengukur frekuensi kejang setelah pasien mendapatkan sertraline. Frekuensi diukur pada bulan ketiga dan kedua belas setelah terapi. Sebanyak enam pasien (presentase 6%) mengalami peningkatan frekuensi kejang dan analisa kausalitas antara sertraline dengan efek samping kejang menunjukkan nilai probable. Namun, sertraline tidak dihentikan dan memerlukan penyesuaian dosis obat antiepilepsi serta penurunan dosis sertraline.

Sertraline menyebabkan kejang melalui mekanisme peningkatan serotonin akibat hambatan ambilan serotonin. Peningkatan neurotransmiter serotonin menurunkan ambang kejang dan meningkatkan aktivasi reseptor 5HT1A dan 5HT2. Faktor resiko timbulnya kejang meliputi penyakit neurologi, usia, gangguan fungsi liver, gangguan ginjal, ketidakpatuhan dengan obat antiepilepsi, gangguan tidur, stres, dan penyalahgunaan alkohol. Potensial kejang juga rentan pada pasien dengan sindrom serotonergik atau syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH). Bersama dengan faktor resiko tersebut, sertraline menurunkan ambang kejang.

Sertraline lebih aman dibanding antidepresan lain dan tidak berinteraksi dengan obat antiepilepsi dari hasil penelitian terbuka. Sertraline sama efektifnya dibandingkan terapi nonfarmakologi pada pengatasan depresi. Pasien depresi dengan abnormalitas elekroensefalogram merespon lebih baik dengan sertraline daripada venlafaxine dan escitalopram. Sertraline mengatasi depresi dan menunjukkan perbaikan pada elektroensefalogram dibandingkan dua antidepresan tersebut. Bagi ibu hamil dengan epilepsi dan gejala depresi, sertraline dapat diberikan karena tidak menimbulkan kecacatan pada janin. Sertraline juga aman bagi anak-anak dan remaja.

Pemberian sertraline pada pasien epilepsi perlu mempertimbangkan manfaat dan resiko.  Apabila pasien epilepsi perlu mendapatkan sertraline, maka obat diberikan mulai dosis rendah disertai monitoring efek samping. Dosis dapat ditingkatkan bertahap hingga tercapai efek terapi yang diharapkan. Pasien dan keluarga perlu mendapat edukasi tentang efek kejang yang muncul, menghindari setiap aktivitas berbahaya, dan segera berobat ketika terjadi kejang. Selama pasien mendapat sertraline, dosis antiepilepsi mungkin perlu ditingkatkan untuk mengontrol kejang.

Kejang yang timbul akibat obat antidepresan perlu mendapat penanganan segera. Oksigenasi dan ventilasi secara adekuat harus dipastikan untuk mencegah hipoksia. Monitoring terhadap tekanan darah, nadi, dan glukosa darah. Lini pertama mengatasi kejang disebabkan antidepresan yaitu injeksi diazepam atau midazolam. Jika obat-obatan tersebut tidak memberikan respon perbaikan, maka fenobarbital dapat diberikan. Propofol dapat diberikan bersama diazepam, midazolam, atau fenobarbital untuk meningkatkan efektivitas terapi, Natrium fenitoin sebaiknya dihindari karena memperberat abnormalitas konduksi jantung pada kejang akibat antidepresan.

 

Referensi :

Direktorat Pelayanan Kefarmasian. 2021. Pedoman Pelayanan Kefarmasian pada Pasien Gangguan Jiwa. Jakarta : Kementerian Republik Indonesia

Kanner, Andres M et al. 2000. The Use of Sertraline In Patients with Epilepsy: Is It Safe? Chicago : ScienceDirect

Dipiro, Joseph T. 2015. Pharmacotherapy Handbook. Ninth Edition. New York : Mc Graw Hill

Sarkar, Sukanto et al. 2014. Seizure With Sertraline: Is There a Risk? American Psychiatric Association

Vaidya, Pooja H et al. 2017. Drugs Implicated In Seizures And Its Management. Juniper Publisher : Mumbai