Rabu, 21 Desember 2022 22:27 WIB

Keamanan Obat Psikiatri pada Ibu Hamil

Responsive image
5058
apt. Nur Aini Fatmawati, S.Farm - RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Kehamilan mempengaruhi perjalanan obat dalam tubuh diantaranya pada fase absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi. Pada ibu hamil, pengosongan lambung lebih lama, terjadi mual dan muntah, dan peningkatan pH lambung yang mempengaruhi absorbsi obat. Tingginya kadar estrogen dan progesteron mempengaruhi aktivitas enzim di liver sehingga beberapa obat lebih cepat dieliminasi. Volum plasma, curah jantung, dan filtrasi glomerolus meningkat 30% menyebabkan penurunan obat dalam plasma lebih cepat. Lemak tubuh meningkat sehingga distribusi obat larut lemak juga meningkat. Protein albumin menurun menyebabkan distribusi obat larut protein meningkat.

Obat dengan berat molekul kurang dari 500 Da dapat menembus plasenta. Obat dengan berat molekul 600-1000 Da menembus plasenta, tetapi lambat. Obat dengan berat molekul lebih dari 1000 Da tidak dapat menembus plasenta. Obat bersifat larut lemak lebih mudah menembus plasenta daripada obat larut air. Obat yang terikat protein lebih tinggi kadarnya pada janin daripada ibu.

Tingkat kejadian kecacatan pada janin terjadi sebesar 3-5% dan sekitar 1% disebabkan oleh obat. Efek obat pada bayi dipengaruhi oleh dosis, rute pemberian, obat-obatan lain yang diberikan, dan usia kehamilan ketika terpapar suatu obat. Prinsip pemberian obat selama kehamilan meliputi keamanan obat dalam jangka waktu panjang, penggunaan dosis terendah yang efektif, mengurangi regimen terapi yang tidak diperlukan, dan menghindari obat yang berbahaya. Pertimbangan manfaat lebih besar daripada resiko juga menjadi pertimbangan ketika memberikan obat.

Gangguan jiwa pada ibu hamil berakibat kurangnya perawatan diri, kurangnya perawatan pada kehamilan, dan resiko bunuh diri. Dampak gangguan jiwa pada janin yaitu gangguan pertumbuhan dan perkembangan serta resiko kematian janin. Setelah melahirkan, ada resiko ibu tidak dapat merawat dan menelantarkan bayi. Oleh sebab itu, obat psikiatri perlu tetap diberikan pada ibu hamil dengan gangguan jiwa. Obat-obatan dengan kontraindikasi bagi kehamilan perlu dihindari pada wanita usia produktif. Obat-obatan tersebut hanya diresepkan pada wanita menopause dan menjadi terapi lini terakhir pada wanita usia produktif.

Ibu hamil yang baru terdiagnosa gangguan jiwa sebaiknya tidak mendapat obat pada trimester pertama kecuali manfaat lebih besar daripada resiko. Psikoterapi lebih direkomendasikan pada trimester pertama daripada pemberian obat. Jika obat diperlukan, maka dosis efektif terendah dapat diberikan. Pada ibu hamil yang sebelumnya sudah mengkonsumsi obat psikiatri, penghentian obat secara langsung tidak dapat dilakukan. Obat yang telah digunakan tetap dapat dilanjutkan untuk mencegah kekambuhan, kecuali valproat karena menimbulkan bahaya pada janin.

Obat-obatan antipsikotik generasi pertama aman bagi kehamilan dengan resiko kecil efek pada janin. Sebagian besar data menunjukkan quetiapin, risperidon, olanzapin, dan haloperidol aman bagi ibu hamil. Data keamanan clozapin dan aripiprazol masih terbatas. Ibu hamil yang mengkonsumsi antipsikotik perlu memperhatikan asupan makanan dan memonitoring berat badan karena efek samping peningkatan berat badan dan sindrom metabolik. Monitoring kemungkinan diabetes gestational dengan pemeriksaan kadar glukosa.

Sekitar 10% wanita hamil mengalami gejala depresi. Kasus tersebut meningkat dalam tiga bulan setelah melahirkan. Wanita dengan riwayat depresi cenderung mengalami depresi selama hamil dan setelah melahirkan. Depresi akan berdampak keguguran, bayi lahir prematur, berat lahir rendah, dan gangguan perkembangan janin. Pasien yang belum pernah mendapat antidepresan, sertralin menjadi pilihan pertama terkait efektif dan aman. Monitoring terhadap tekanan darah dan preeclampsia pada ibu hamil yang mengkonsumsi antidepresan. Antidepresan tricyclic seperti amitriptilin sebaiknya dhihindari karena menyebabkan kelahiran prematur dan gejala putus obat pada bayi seperti gelisah, gangguan pernafasan, dan kejang. Obat Selective Serotonine Reuptake Inhibitor kecuali sertralin menyebabkan hipertensi paru pada bayi. Monoamine Oksidase Inhibitor (MAOIs) perlu dihindari karena efek gangguan kongenital janin dan hipertensi pada ibu hamil.

Obat penstabil mood seperti lithium menimbulkan gangguan kongenital terutama pada trimester pertama kehamilan. Efek lithium pada janin diantaranya gangguan kongenital jantung, neonatal goitre, hypotonia (penurunan gerak otot), dan gangguan ritme jantung. Carbamazepin dan valproat menyebabkan spina bifida (gangguan pembentukkan tulang belakang dan sumsum tulang belakang). Resiko spina bifida oleh valproat lebih besar daripada carbamazepin. Valproat juga menyebabkan gangguan jantung, bibir sumbing, kelainan uretra, jumlah jari abnormal, gangguan fungsi kognitif, bentuk kepala tidak normal dan penurunan lingkar kepala bayi. Untuk indikasi gangguan mood, antipsikotik lebih direkomendasikan.

Gangguan cemas dan insomnia merupakan permasalahan yang sering dijumpai pada ibu hamil. Obat-obatan untuk cemas dan insomnia perlu dihindari dan psikoterapi lebih direkomendasikan. Obat golongan benzodiazepin yang digunakan pada trimester pertama kehamilan akan berdampak bibir sumbing dan gangguan jantung. Ibu hamil yang mengkonsumsi benzodiazepin juga rentan mengalami aborsi spontan, melahirkan bayi prematur, bayi lahir dengan berat rendah, dan ukuran lingkar kepala lebih kecil daripada bayi yang tidak terpapar obat-obatan tersebut. Benzodiazepine yang dikonsumsi ibu hamil di trimester tiga kehamilan akan menyebabkan hypotonia.

Referensi :

Direktorat Pelayanan Kefarmasian. 2021. Pedoman Pelayanan Kefarmasian pada Pasien Gangguan Jiwa. Jakarta : Kementerian Republik Indonesia

Dipiro, Joseph T. 2015. Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. New York : Mc Graw Hill

M Taylor, David et al. 2021. The Maudsley Prescribing Guidelines In Psychiatry 14th edition. West Sussex : Wiley Blackwell.