Selasa, 20 Desember 2022 23:04 WIB

Terapi yang Aman Saat Anak Batuk Pilek

Responsive image
7499
dr. Darmawan B. Setyanto, SpA(K) - RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Instruksi Kementerian Kesehatan untuk meminta seluruh dokter dan apotik agar tidak meresepkan dan menjual obat sirup pada tanggal 19 Oktober 2022 mengejutkan semua pihak, tidak hanya kalangan medis dan farmasi tetapi juga menimbulkan kepanikan pada orang tua. Larangan ini didasarkan kepada laporan peningkatan kasus Gangguan Ginjal Akut Pada Anak (GgGAPA) yang tajam, utamanya pada anak dibawah usia 5 tahun sejak akhir Agustus 2022. Berdasarkan data terakhir kemenkes tanggal 15 November 2022, jumlah kasus GgGAPA tercatat ada 324 kasus, dengan kasus kematian 199 orang anak. Kejadian GgPAPA dipicu oleh pemberian obat sirup oleh para orangtua yang anaknya mengalami sakit demam, batuk, pilek atau diare. Ternyata sebagian obat tersebut bermasalah.

Serangkaian upaya dilakukan Kemenkes, berkoordinasi dengan Badan POM dan Kepolisian RI. Kejadian GgGAPA diduga terkait adanya cemaran etilen glikol dan dietil etilen glikol dalam sediaan obat sirup. Badan POM menemukan terdapat 5 (lima) IF yang melakukan tindak pidana memproduksi sirup obat mengandung cemaran EG/DEG di atas ambang batas, dan 1 (satu) distributor bahan kimia yang melakukan pemalsuan /pengoplosan propilen glikol (PG). Seluruh perusahaan terkait telah dilakukan beberapa sanksi administratif dan sedang dalam proses penyelidikan di Bareskrim Polri.

Sejak awal November 2022 tidak ada penambahan kasus baru yang dilaporkan, jumlah anak yang di rawat di ruang-ruang intesnisf juga menurun signifikan. Badan POM juga telah beberapa kali merilis daftar obat yang aman digunakan selama dikonsumsi sesuai aturan. Akan tetapi, kekhawatiran masih saja menyelimuti pikiran orang tua. Apakah pemberian obat-obatan sirup untuk anak sudah sepenuhnya aman? Pengobatan apakah yang paling aman diberikan saat anak batuk pilek?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, mungkin kita harus bertanya kembali. Mengapa batuk bisa terjadi? Apakah batuk itu merupakan sesuatu yang berbahaya, sehingga seorang anak harus mengonsumsi “obat batuk”? Sehari-hari jika seorang anak demam – oleh sebab apapun – maka orangtuanya akan memberikan obat penurun demam, hingga demamnya reda. Demikian pula jika seorang anak mengalami kejang – oleh sebab apapun – maka kita memberi obat pereda kejang. Satu solusi untuk satu masalah, apapun akar penyebabnya.

Orang juga kemudian berharap, bila ada anak batuk – apapun penyebabnya -, mestinya ada satu obat batuk yang akan melenyapkan batuk, apapun penyebabnya. Suatu harapan yang wajar. Sayangnya, untuk batuk hal itu tidak berlaku. Tata laksana batuk harus ditujukan kepada akar masalahnya, bukan asal melenyapkan batuk

Batuk adalah ledakan udara dari dalam dada [paru] yang menghasilkan bunyi yang khas. Ledakan udara ini menimbulkan efek mendorong keluar semua benda yang ada di sepanjang saluran napas. Proses pendorongan inilah merupakan fungsi utama batuk yaitu mendorong keluar lendir yang diproduksi berlebihan pada saat saluran napas kita sedang mengalami radang akibat berbagai hal.

Lampu di rumah kita akan menyala jika saklarnya ditekan. Mirip dengan itu, batuk juga akan menyala bila saklar batuk terangsang. Saklar batuk ini disebut sebagai reseptor batuk. Bila reseptor ini terangsang maka akan dikirim isyarat melalui saraf ke pusat pengatur batuk di otak. Selanjutnya pusat batuk akan mengirim perintah juga melalui saraf, ke otot dinding dada untuk berkontraksi (mengerut). Akibat kontraksi otot dinding dada, tekanan dalam rongga dada akan meningkat, yang pada satu titik tertentu akan dilepaskan dengan mendadak, dan terjadilah ledakan batuk.

Saluran napas merupakan satu dari tiga sistem organ manusia yang paling banyak terpajan dengan lingkungan yang dapat merupakan ancaman bagi kesehatan kita. Dua yang lain adalah kulit dan saluran cerna. Dalam usaha melindungi dari berbagai pajanan luar yang dapat mengancam, kita bisa mengusahakan perlindungan kulit dengan berbagai cara, begitu juga halnya dengan saluran cerna. Bila makanan / minuman yang dihidangkan kita curigai berbahaya atau tidak baik, kita bisa memilih untuk tidak memakan atau meminumnya.

Lalu bagaimana dengan saluran napas? Kita bisa mengenakan masker, namun tidak sepenuhnya dapat melindungi. Ketika kita melihat dan mencermati udara di tempat kita sedang berada tidak sehat dan membahayakan, dapatkah kita memilah dan memilih untuk tidak memasukkan ke dalam saluran napas? Tentu tidak. Bagaimanapun jeleknya keadaan udara, mau tidak mau kita harus menghirupnya, karena kita tidak dapat berlama-lama menunda napas kita. Dalam keadaan demikian, sistem saluran napas kita perlu pelindung yang handal, dan di situlah batuk berperan. Batuk salah satu pelindung handal saluran napas kita. Selain sebagai pelindung, batuk mempunyai manfaat lain, yaitu sebagai alarm. Dalam keadaan normal, sehari-hari kita juga mengalami batuk sesekali yang umumnya tidak kita sadari. Jika batuk timbul kerap, baru kita menyadari kehadirannya. Batuk yang timbul kerap atau intensitasnya hebat merupakan tanda, ada sesuatu yang bermasalah di saluran napas kita.

Sakit batuk pilek yang sering kita alami sehari-hari – maka orang barat menyebutnya sebagai Common cold, istilah Indonesianya adalah selesma.  Masyarakat awam kerap keliru menyebutnya sebagai flu, kependekan dari influenza, nama salah satu virus yang dapat menyebabkan selesma. Menyebutnya sebagai flu adalah keliru, karena umumnya kita tidak memeriksa virus penyebab selesma.  Selesma merupakan salah satu penyakit tersering dialami oleh anak, terutama balita. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dan bersifat swasirna (self-limiting disease). Ada lebih dari 100 jenis virus yang dapat menyebabkan selesma, sering mengenai balita karena belum terdapat kekebalan spesifik terhadap virus tertentu. Kejadian selesma semakin berkurang kekerapannya dengan bertambahnya usia karena sudah terbentuk kekebalan setelah terinfeksi.

Tidak ada pengobatan tunggal ataupun antivirus yang direkomendasikan untuk mengobati batuk pilek selesma terutama pada anak. Selesma dapat berlangsung selama hingga 2 pekan, namun umumnya hanya berlangsung 3-4 hari, dan hilang dengan sendirinya. Orangtua dapat membantu penyembuhan lebih cepat dengan memastikan kecukupan cairan anak, memeriksa suhu tubuh secara teratur, apabila anak mengeluh nyeri orang tua dapat memberikan analgetik seperti parasetamol atau ibuprofen.

Pada dasarnya batuk timbul untuk membantu kita membersihkan saluran napas dari segala macam benda yang berbahaya. Jika batuk timbul, maka kita berusaha memfasilitasi batuk menyelesaikan tugasnya, antara lain dengan banyak minum air, dan jika perlu minum obat pelancar batuk, bukan obat penekan batuk. Jika batuk terus membandel, perlu konsultasi ke dokter yang akan mengidentifikasi gangguan atau penyakit dasar penyebab batuk. Kemudian yang diobati adalah penyakit dasarnya, bukan semata-mata menghilangkan gejala batuknya.

Madu dapat diberikan pada anak berusia lebih dari 1 tahun dengan keluhan batuk, dan dapat lebih efektif dibandingkan dengan tidak diberikan apa-apa, atau pemberian plasebo, atau difenhidramin. Namun, masih kurang bukti untuk mendukung efektivitas madu dalam mengurangi durasi batuk. Mukolitik dapat diberikan pada anak berusia lebih dari 2 tahun dengan batuk akut, dan dapat diberikan bersama dengan antibiotik bila terindikasi. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk jenis obat herbal yang memiliki efek mukolitik dalam tata laksana batuk pada anak. Sementara itu guaifenesin sebagai ekspektoran, tidak terbukti efektif dalam mengubah reologi mukus pada anak. Anak batuk harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan apabila anak terlihat sesak, napas cepat, demam tinggi, terlihat lemas, bibir kebiruan, cenderung mengantuk, mual dan muntah berulang atau tidak mau makan dan minum.

Momentum pelarangan peresepan obat batuk berupa sirup akhir-akhir ini dapat lebih meyakinkan orang tua, bahwa keluhan batuk pilek pada anak sebagian besarnya tidak memerlukan pengobatan khusus dan dapat sembuh dengan sendirinya. Dari sisi tenaga medis, peristiwa ini juga menjadi momentum untuk meningkatkan kepatuhan dan kepedulian dokter untuk menerapkan prinsip-prinsip rational use of medicine (RUM). Masih kerap kita temui adanya peresepan antibiotik pada kasus-kasus selesma yang tidak berlandaskan bukti ilmiah, karena mayoritas selesma disebabkan oleh virus. Pemberian obat untuk mengatasi batuk pada anak harus memperhatikan efektivitas dan keamanan berdasarkan penelitian yang telah ada, serta harus diberikan secara berhati-hati dan tepat guna.

 

Referensi :

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi diagnosis dan tatalaksana batuk pada anak. Jakarta: Penerbit IDAI; 2017.

Setyanto DB. Batuk kronik pada anak: masalah dan tatalaksana. Sari Pediatri. 2011;6:64-7.

Kementerian Kesehatan RI. (2022). Tidak ada kasus baru gangguan ginjal akut. Diakses pada tanggal 8 Desember 2022 dari https://www.kemkes.go.id/article/view/22111700002/tidak-ada-kasus-baru- gangguan-ginjal-akut.html.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2015). Batuk: lawan atau kawan?. Diakses pada tanggal 8 Desember 2022 dari https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/batuk- lawan-atau-kawan.