Senin, 05 Desember 2022 15:06 WIB

Atasi Gangguan Pendengaran

Responsive image
1763
Dr. dr. Budi Santoso, M.Sc, Sp. THT-KL - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Gangguan pendengaran adalah gangguan terhadap proses mendengar baik di telinga luar, tengah, telinga dalam sampai ke otak.

Gejala dan tanda gangguan pendengaran :

1.      Bayi

Tidak ada respon terhadap suara berisik / panggilan, ada risiko ibu hamil (TORCH), kelainan anatomi telinga, risiko bayi lahir BBLR, hipoksia, hyperbilirubinemia, down syndrom, kejang demam, dan lain-lain.

2.      Anak

Belum bisa bicara saat teman-temannya berbicara, asyik dengan mainan sendiri.

3.      Remaja, Dewasa

a.      Suara dari luar terdengar pelan.

b.      Selalu menyetel televisi atau musik dengan volume keras.

c.      Mengalami kesulitan mendengar perkataan orang lain dan kerap miskomunikasi, terlebih saat sedang berada di keramaian.

d.      Mengalami kesulitan mendengar suara konsonan dan bernada tinggi.

e.      Perlu konsentrasi lebih untuk mendengar perkataan orang.

f.       Kerap meminta orang lain mengulangi pembicaraan, berbicara lebih jelas, dan lebih keras.

g.      Tinnitus atau telinga berdenging.

h.      Sering menghindari situasi sosial.

Pembagian lama penyakit :

Gangguan pendengaran akut (tiba-tiba, seperti suara keras, infeksi) dan kronik (paparan suara, penyakit syaraf pendengaran).

Penyebab gangguan pendengaran

Kondisi ini dapat terjadi karena banyak hal, mulai dari paparan suara keras dalam waktu lama sampai adanya masalah pada sistem saraf pendengaran.

1.      Gangguan penghantaran : gangguan tuba, infeksi telinga tengah, robeknya gendang telinga, sumbatan telinga, gangguan tulang pendengaran.

2.      Gangguan syaraf : penyakit DM, kemoterapi, penuaan, cedera kepala, paparan suara keras, obat tertentu.

3.      Gangguan campuran

Faktor risiko gangguan pendengaran

1.      Mengidap infeksi selama hamil.

2.      Faktor keturunan atau genetik.

3.      Proses penuaan

4.      Paparan suara keras.

5.      Mengidap penyakit tertentu, misalnya hipertensi, diabetes, masalah jantung, cedera otak, tumor, dan stroke.

Pencegahan kelainan pendengaran

1.      Melindungi telinga dari paparan suara keras, seperti memakai penutup telinga, sumbat telinga, atau earmuff.

2.      Mengikuti pemeriksaan pendengaran secara rutin setiap tahunnya jika memang memungkinkan. Atau setidaknya setiap 10 tahun sekali untuk usia kurang dari 50 tahun dan setiap 3 tahun sekali untuk usia lebih dari 50 tahun.

3.      Mengeringkan telinga selepas berenang.

4.      Mendengar musik atau televisi dengan suara tidak terlalu keras.

5.      Mendapat vaksin atau melakukan imunisasi MR dan meningitis pada anak.

6.      Tidak merokok, memasukkan jari, tisu, atau cotton bud ke dalam telinga.

Pemeriksaan (tersedia di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro) :

1.      Fisik : pemeriksaan daun telinga, liang telinga dan gendang telinga.

2.      Tes bisik : pemeriksa dan diperiksa, berbisik jarak 1 (satu) meter.

3.      Garputala : menggunakan garputala 512 Hz.

4.      OAE : sampai rumah siput, skrining sejak lahir sampai usia 1 (satu) bulan dilanjutkan 1-3 tahun.

5.      BERA : menilai sampai saraf otak untuk pendengaran.

6.      Tes audiometri tutur : headphone dengan berbagai macam volume.

7.      Audiometri : kelainan saraf atau penghantaran.

8.      Timpanometri : kelainan telinga tengah, anak, dan dewasa.

Derajat kelainan pendengaran

1.      Normal : di bawah 25 dB

2.      Ringan : 26 - 45 dB

3.      Sedang : 46 - 60 dB

4.      Sedang Berat : 61 - 90 dB

5.      Berat : 91 dB ke atas

Pengobatan gangguan pendengaran

1.      Membersihkan kotoran telinga.

2.      Melakukan tindakan operasi.

3.      Mengganti atau menyesuaikan dosis obat.

4.      Mengatasi penyakit penyebab gangguan pendengaran.

5.      Menggunakan alat bantu dengar, umur 6 bulan bila skrining ada kelainan, anak, dan dewasa (tersedia di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro).

6.      Memasang implan koklea : alat yang ditanam ke rumah siput.

7.      Operasi tulang pendengaran : otosklerosis.

8.      Mengajari dan melatih memakai bahasa isyarat atau membaca gerak bibir, baik untuk pengidap maupun keluarga atau orang sekitar (tersedia di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro).

Komplikasi

1.      Terganggunya aktivitas dan produktivitas pengidapnya.

2.      Risiko depresi, malu, dan rendah diri.

3.      Gangguan keseimbangan.

 

Referensi :

https://p2ptm.kemkes.go.id//

https://www.herminahospitals.com//