Senin, 21 November 2022 12:46 WIB

Diplopia pada Penderita Kanker Nasofaring

Responsive image
1075
dr. Ida Ayu Alit Widiantari, Sp.T.H.T.K.L - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah

Diplopia atau penglihatan ganda merupakan persepsi simultan melihat dua gambar dari satu objek. Diplopia bisa menjadi gejala pertama yang muncul pada berbagai kondisi mengancam, baik kondisi oftalmologis ataupun neurologis. Sistem yang bertanggung jawab dalam pergerakan dan kesejajaran okular mencakup sirkuit supranuklear, nuklei batang otak, saraf kranial III, IV, dan VI, serta neuromuscular junction dan otot target dari masing-masing saraf. Gangguan pada sistem tersebut atau dalam sistem vestibular yang terkait dengan respon mata terhadap gerakan dapat menyebabkan diplopia (Cornblath WT, (2014)).

Diplopia  merupakan salah satu gejala lanjut kanker nasofaring. Penderita kanker nasofaring yang mengalami diplopia biasanya ada riwayat pernah memeriksakan diri ke dokter mata. Mengapa terjadi diplopia pada penderita kanker nasofaring? Kanker nasofaring adalah kanker di daerah nasofaring. Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku yang merupakan bagian dari faring dan terletak di belakang hidung. Gejala ini timbul sebagai akibat penjalaran sel kanker melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf kranialis. Penyebaran ke bagian atas nasofaring menjalar sepanjang fossa medialis disebut penjalaran petrosfenoid.  disebut penjalaran petrosfenoid. Biasanya melalui foramen laserum kemudian ke sinus kavernosus, fossa kranii media, dan fossa kranii anterior yang mengenai saraf kranialis anterior. Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat penyebaran kanker disebut sindrom petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan neuralgia trigeminal akibat paresis N.II, N. III, N. IV, N V dan N.VI (Yueniwati, Y., (2016)).

Pada sindrom petrosfenoid saraf kranialis yang terlibat secara berturut-turut adalah N.IV, III, VI dan yang paling akhir mengenai N.II. Paresis N. III menimbulkan kelumpuhan m. levator palpebra dan m. tarsalis superior sehingga menyebabkan oftalmoplegia serta ptosis bulbi (kelopak mata menurun), fisura palpebra menyempit dan kesulitan membuka mata. Paresis N.III, IV dan VI akan menimbulkan diplopia. Paresis N. II, apabila perluasan kanker mengenai kiasma optikum maka nervus optikus akan lesi sehingga penderita mengalami keluhan penurunan tajam penglihatan (Sreedhar A and Menon A. (2019)).

Mengetahui dipolpia dapat disebabkan karena penyebaran kanker nasofaring, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan nasoendoskopi dan biopsi nasofaring untuk mencari penyebab. 

 

Referensi:

Cornblath WT, 2014. Diplopia due to ocular motor cranial neuropathies. Continuum (Minneap Minn). 20:966-80

Yueniwati, Y., 2016. Tumor Extension and Tumor Staging of Nasopharyngeal Carcinoma. Proceeding Book: Indonesian Society of Radiology, ASM XI. Kalimantan Timur

Sreedhar A and Menon A. 2019. Understanding and evaluating diplopia. Kerala Journal of Ophthalmology. 31(2): 102-111