Selasa, 15 November 2022 11:35 WIB

Faktor Risiko TB pada Anak

Responsive image
5022
Novita Agustina, Ns, M.Kep, Sp.Kep. A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Seperti kita ketahui penyakit tuberculosis adalah penyakit yang menular. Salah satu faktor risiko yang berperan ialah jenis kelamin. Laki-laki memiliki insiden TB dua kali lipat dibanding perempuan di seluruh dunia; hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan aktivitas dan genetik. Beberapa faktor risiko lain seperti riwayat imunisasi, malnutrisi, usia muda, riwayat kontak, dan asap rokok sangat berperan penting baik dari tingkat individu maupun tingkat populasi. Selain itu faktor sosial ekonomi, lingkungan, dan perilaku juga terbukti meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

Anak berusia di bawah 5 tahun berisiko tinggi terkena TB progresif primer atau TB milier setelah infeksi. Anak berusia di bawah 2 tahun berisiko sangat tinggi (30%-40%) untuk terkena TB progresif primer dalam jangka waktu satu tahun. Malnutrisi menurunkan imunitas tubuh sehingga akan meningkatkan risiko infeksi dan penyebaran TB sedangkan TB sendiri memiliki gejala seperti penurunan berat badan. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa anak yang terpajan asap rokok secara pasif mengalami peningkatan risiko TB aktif.

Tuberkulosis anak adalah suatu penyakit sistemik sehingga dapat mengenai organ mana saja dalam tubuh, terutama akibat penyebaran secara hematogen. Penyakit tuberkulosis pada anak berpotensi menimbulkan berbagai persoalan, mulai dari kasus gagal tumbuh, kecacatan, bahkan kematian, tergantung pada organ tubuh yang diserang serta beratnya kasus. Gambaran klinis tuberkulosis tidak selalu spesifik sehingga sering sukar untuk mendiagnosis tuberkulosis secara klinis, terutama tuberkulosis dini.

Sebagian besar (65 %) kasus tuberkulosis ditemukan karena uji tuberculin yang dikerjakan secara rutin, 25 % datang dengan tuberkulosis berat atau secara klinis jelas, misalnya meningitis tuberkulosa, spondilitis, limfadenitis superfisialis dan skrofuloderma. Hanya 10 % ditemukan karena dicurigai secara klinis, misalnya ada kontak dengan penderita tuberkulosis dewasa, sering demam, berat badan menurun serta adanya infeksi saluran nafas akut yang berulang.

Kepadatan populasi juga mempengaruhi risiko anak untuk mengalami tuberkulosis, karena populasi yang padat menyebabkan interaksi yang lebih

intens dan berpengaruh terhadap persebaran bakteri Mycobacterium tuberculosis. Usia anak akan mempengaruhi risiko mereka terpajan tuberkulosis, karena anak yang lebih besar berinteraksi dengan lebih banyak orang dewasa dalam kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karena itu mereka dapat terpajan pada kasus tuberkulosis infeksius dirumah atau di masyarakat.

Anak-anak yang lebih muda, terutama pra-sekolah, berinteraksi lebih sedikit dengan orang dewasa dan ini akan mempengaruhi kemungkinan mereka terpapar pada orang dewasa dengan tuberkulosis yang menular. Selain usia anak, bahan bangunan rumah, struktur fisik rumah, dan kebiasaan tidur akan mempengaruhi risiko pajanan. Kepadatan manusia di dalam rumah akan berdampak pada risiko pajanan kasus tuberkulosis. Anak yang tinggal dirumah dengan banyak orang dewasa lebih mungkin untuk bersentuhan dengan kasus yang infeksius.

Di beberapa komunitas masyarakat, anak-anak tidur bersama di suatu ruangan dengan orang dewasa di ruangan lain. Sedangkan di komunitas lain keluarga tidur diruangan yang sama. Infeksi tuberkulosis terdapat dua jenis, yaitu tuberkulosis aktif dan tuberculosis laten. Tuberkulosis aktif adalah tuberkulosis yang menimbulkan gejala dan menular, sedangkan tuberkulosis

laten dimana penderita tidak menunjukan gejala dan bakteri tersebut bersifat dorman. Tanda-tanda klinis seorang anak terinfeksi tuberculosis paru tidak spesifik, muncul dengan demam, berat badan yang menurun, dan juga adanya infeksi saluran nafas akut yang berulang, sehingga sering kali kesulitan dalam mendiagnosis tuberkulosis paru secara klinis.

 

Referensi:

Astutik, E., Wahyuni, C. U., Manurung, I. F. E., & Ssekalembe, G. (2021). Integrated model of a family approach and local support in tuberculosis case finding efforts in people with HIV/AIDS. Kesmas: National Public Health Journal, 16(4), 250–256. https://doi.org/10.21109/kesmas.v16i4.4955

Hermayanti, D. (2013). Studi Drop Out Pengobatan Tuberkulosa (TB) di Puskesmas Kodya Malang.

Rakhmawati, F. J., Yulianti, A. B., & Widayanti, W. (2020). Angka kejadian tuberkulosis paru pada anak dengan imunisasi BCG di RSUD Al-Ihsan Bandung bulan Januari–Juni 2019. Jurnal Integrasi Kesehatan & Sains, 2(2), 114–117. https://doi.org/10.29313/jiks.v2i2.5651

Wijaya, M. S. D., Mantik, M. F. J., & Rampengan, N. H. (2021). Faktor risiko tuberkulosis pada anak. E-CliniC, 9(1), 124–133. https://doi.org/10.35790/ecl.v9i1.32117

Sumber foto: https://www.pngwing.com/id/free-png-bsvow/download