Senin, 14 November 2022 11:47 WIB

Diagnosis tentang Penyakit Asma

Responsive image
2362
Novita Agustina, Ns, M.Kep, Sp.Kep. A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Masalah penting pada morbiditas asma adalah kemampuan untuk menegakkan diagnosis, dan seperti telah kita ketahui bahwa diagnosis asma pada anak tidak selalu mudah untuk ditegakkan. Beberapa kriteria diagnosis untuk itu selalu mempunyai berbagai kelemahan, tetapi umumnya disepakati bahwa hiper reaktivitas bronkus tetap merupakan bukti objektif yang perlu untuk diagnosis asma, termasuk untuk asma pada anak.

Gejala klinis utama asma anak pada umumnya adalah mengi berulang dan sesak napas, tetapi pada anak tidak jarang batuk kronik dapat merupakan satusatunya gejala klinis yang ditemukan. Biasanya batuk kronik itu berhubungan dengan infeksi saluran napas atas. Selain itu harus dipikirkan pula kemungkinan asma pada anak bila terdapat penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik atau gejala batuk malam hari.

Sebagian besar manifestasi akan muncul sebelum usia 6 tahun dan kebanyakan gejala awal sudah ditemukan pada masa bayi, berupa mengi berulang atau tanpa batuk yang berhubungan dengan infeksi virus. Hubungan antara mengi semasa bayi dengan kejadian asma pada masa kehidupan selanjutnya telah banyak dibahas, para peneliti umumnya melaporkan bahwa hanya sebagian kecil saja (3-10%) dari kelompok bayi mengi yang berhubungan dengan infeksi virus tersebut akan memperlihatkan progresivitas klinis menjadi asma bronkial.

Infeksi virus semasa bayi yang menimbulkan bronkiolitis dengan gejala mengi terutama disebabkan oleh virus sinsitial respiratori (RSV), virus parainfluenza, dan adenovirus. Kecenderungan bayi mengi untuk menjadi asma sangat ditentukan oleh faktor genetic atopi. Sebagian besar bayi tersebut jelas mempunyai riwayat keluarga atopi serta menunjukkan positivitas lgE anti-RSV serum, dibandingkan dengan bayi mengi yang tidak menjadi asma.

Kemampuan bayi untuk membentuk lgE anti RSV ini diyakini sebagai status sensitisasi terhadap allergen secara umum. Jadi bayi mengi dengan ibu atopi yang mengandung lgE anti-RSV tersebut sudah dalam keadaan tersensitisasi, dan hal ini merupakan factor risiko terjadinya asma. Sejalan dengan hal itu maka banyak peneliti telah melaporkan positivitas lgE spesifik terhadap berbagai alergen (susu, kacang, makanan laut, debu rumah, serbuk sari bunga) pada bayi merupakan faktor risiko dan prediktor untuk terjadinya asma.

Para peneliti tersebut juga menyatakan semakin dini terjadi sensitisasi maka risiko untuk menjadi asma menetap juga semakin besar. Dengan demikian maka tidak begitu penting hubungan antara saat timbul mengi pada bayi dengan besarnya risiko terjadinya asma, karena yang menentukan sebetulnya adalah seberapa dini tejadi sensitisasi alergen pada bayi mengi tersebut.

Penelitian umum bayi mengi memperlihatkan bahwa kejadian asma akan lebih kerap pada bayi yang mulai mengi pada usia lebih besar, berbeda dengan perkiraan sebelumnya bahwa semakin muda timbulnya mengi maka risiko untuk kejadian asma semakin besar.

Sebagian sangat besar asma pada anak mempunyai dasar atopi, dengan alergen merupakan pencetus utama serangan asma. Diperkirakan bahwa sampai 90% anak pasien asma mempunyai alergi pada saluran napas, terutama terhadap alergen dalam rumah (indoor allergen) seperti tungau debu rumah, alternaria, kecoak, dan bulu kucing.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa sebagian besar pasien asma berasal dari keluarga atopi, dan kandungan IgE spesifik pada seorang bayi dapat menjadi predictor untuk terjadinya asma kelak di kemudian hari. Karena itu sangat penting untuk menelusuri dan membuktikan faktor atopi sebagai pendekatan diagnosis klinis pada anak dengan gejala klinis yang sesuai dengan asma bronkial.

Riwayat atopi dalam keluarga, riwayat penyakit atopi sebelumnya pada pasien, petanda atopi fisis pada anak, petanda laboratorium untuk alergi, dan bila diperlukan uji eliminasi dan provokasi, dapat menunjang diagnosis asma pada anak tersebut.

 

Referensi:

Akib, A. A. (2016). Asma pada anak. Sari Pediatri, 4(2), 78. https://doi.org/10.14238/sp4.2.2002.78-82

Ariyani, Untari, E. K., & Rizkifani, S. (2019). Gambaran karakteristik pasien asma pada anak di instalasi rawat inap rumah sakit di kota Pontianak. Jurnal Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpurta, 12(1), 19–23. Retrieved from https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfarmasi/article/download/44359/75676588015

Imaniar, E. (2015). Asma bronkial pada anak. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, 2, 360–364. Retrieved from https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfarmasi/article/download/44359/75676588015

Sumber foto: https://medicastore.com/berita/2833/mengenal-lebih-jauh-penyakit-asma-bisakah-dihindari