Senin, 14 November 2022 11:44 WIB

Faktor Risiko Terjadi ISPA pada Balita

Responsive image
3667
Nyimas Sri Wahyuni, M.Kep,SP,Kep.A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Faktor risiko terjadi ISPA yang cukup berpengaruuh adalah riwayat kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR (“2500 gr) mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan tidak BBLR Hal ini disebabkan oleh karena pembentukan zat kekebalan yang kurang sempurna sehingga sistem pertahanan tubuh rendah terhadap mikroorganisme pathogen. Sukar et al., tahun 1996 melaporkan adanya hubungan signifikan antara BBLR dengan risiko kejadian ISPA Penelitian Ariyanto (2018) melaporkan adanya hubungan riwayat berat badan lahir rendah 2,21 kali (9526 CI: 1,00-4,42), secara statistik bermakna 2,2 dengan nilai p-0,04 terhadap kejadian ISPA pada balitanya dibandingkan balita dengan riwayat berat lahir normal  Status kesehatan bayi saat lahir menentukan proses tumbuh kembang anak pada periode kehidupan selanjutnya baik dari segi fisik maupun intelektualnya (Mill et on et al, 1997 dalam setiawan, 2015)  

Usia Bayi dengan kejadian ISPA. Adanya hubungan antara usia bayi dengan kejadian ISPA mudah dipahami, karena semakin muda usia bayi semakin rendah daya tahan tubuhnya (Berman, 2016) Dilaporkan insiden tertinggi kejadian ISPA maupun pneumonia adalah pada usia 6 bulan sampai usia kurang 12 bulan karena terjadinya penurunan antibody ibu, ketidakmatangan sistem adaptasi imun, saat perhentian ASI dan permulaan anak ke tempat fasilitas pelayanan kesehatan (Koch et al., 2013)

Jenis Kelamin dengan kejadian ISPA. Penelitian Kilabuko dan Nakai (2017) diperoleh hasil bahwa proporsi jenis kelamin laki-laki 49,6826 sedangkan perempuan 50,3296 Prevalensi kejadian ISPA pada laki-laki lebih besar 11,2196 dibandingkan pada perempuan 9,8596  Berdasarkan faktor resiko diperoleh hasil bahwa antara laki-laki dan perempuan mempunyai resiko yang tidak sama untuk terjadinya ISPA (OR-0,86: CI 9596: 0,72-1,03). Purwana (2013) tidak mendapatkan perbedaan jenis kelamin anak balita dengan proporsi gangguan pernafasan anak balita Pengaruh jenis kelamin pada keja di an Pneumonia di Indramayu dengan studi Kohort selama 1,5 tahun didapatkan persentase yang lebih besar pada laki-laki (52,926) dibandingkan perempuan (Sutrisna, 2013)

Riwayat imunisasi dan kejadian ISPA. Penelitian Sutrisna (2013) membuktikan bahwa anak yang belum diimunisasi campak beresiko menderita ISPA yang bisa berkomplikasi menjadi pneumonia. Menurut Markum (2010) Imunisasi DPT dapat mencegah terjadinya penyakit difteri dan pertusis yang juga termasuk ISPA  Program pengembangan imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia (Said, 2004) imunisasi salah satu cara  yang paling hemat biaya untuk mencegah penyakit menular yang serius (Nelsen, 2010) Vaksinasi yang tidak memadai merupakan faktor risiko peningkatan morbiditas (kesakitan) dan kematian akibat infeksi saluran pernapasan akut, khususnya Pneumonia (MZ, 2014) Sebuah studi oleh Savita et al. (2017) menunjukkan bahwa imunisasi dapat melakukan ini Melindungi bayi dari terjadinya infeksi saluran pernafasan akut. Bayi yang Divaksinasi memiliki risiko ISPA yang lebih rendah daripada bayi yang tidak menderita ISPA di vaksinasi. Bayi tanpa vaksin DTP dan campak berisiko 2,7 kali lebih besar pneumoniae dibandingkan dengan anak di bawah usia lima tahun yang diimunisasi dengan DTP dan campak (Agni Hotram, 2015)

 

Referensi:

Chandrawati PF dan Alhabsyi FN. (2014). Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Terhadap Frekuensi Kejadian ISPA pada Balita Usia 1-4 Tahun. Jurnal kesehatan. Vol 10 No. 1 Tahun 2014.

Dahlan MS. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Damanik PEG. (2014). Hubungan Status Gizi, Pemberian ASI Eksklusif, Status Imunisasi Dasar dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Usia 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kota Medan.[Skripsi Ilmiah]. Sumatera Utara: FKM USU.

Departemen Kesehatan RI. (2005). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Endah PN, Daroham, dan Mutiatikum. (2019). Penyakit ISPA Hasil Riskesdas di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan Supplement 2019: 50-55.

Fibrila F. (2015). Hubungan Usia Anak, Jenis Kelamin dan Berat Badan Lahir Anak dengan Kejadian ISPA. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai. Volume VIII No.2 Edisi Des 2015, ISSN: 19779-469X.

Sumber Gambar: www.tagar.id