Kamis, 03 November 2022 14:01 WIB

Kenali Tanda dan Gejala Hisprung pada Anak

Responsive image
48540
Novita Agustina, Ns, M.Kep, Sp.Kep. A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Penyakit hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu kelainan bawaan berupa tidak adanya ganglion pada usus besar, mulai dari sfingter ani interna kearah proksimal, termasuk rektum, dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus.  Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit yang terjadi pada usus, dan paling sering pada usus besar (colon). Normalnya, otot pada usus secara ritmis akan menekan feses hingga ke rectum. 

Pada penyakit Hirschsprung, saraf (sel ganglion) yang berfungsi untuk mengontrol otot pada organ usus tidak ditemukan. Hal ini mengakibatkan feses tidak dapat terdorong, seperti fungsi fisiologis seharusnya Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus yang paling sering dialami oleh neonatus. Demikian pula, kebanyakan kasus Hirschsprung terdiagnosis pada bayi, walaupun beberapa kasus baru dapat terdiagnosis hingga usia remaja atau dewasa muda.

Beberapa kondisi abnormal pada proses penurunan neural tube menuju distal rektum diantaranya terjadi perubahan matrix protein ekstraseluler, interaksi intra sel yang abnormal (tidak adanya molekul adhesi sel neural) dan tidak adanya faktor neurotropik menyebabkan terjadinya kondisi aganglionik kolon.

Penyakit hirschprung dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori:

1. Penyakit hirschprung segmen pendek / short-segment HSCR (80%) segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid. Merupakan 80% dari kasus penyakit hirschprung dan sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.

2. Penyakit hirschprung segmen panjang / long-segment HSCR (15%) daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid bahkan dapat mengenai seluruh kolon dan sampai usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan.

3. Total colonic aganglionosis (5%) bila segmen mengenai seluruh kolon.

Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Harold Hirschsprung pada tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Pada tahun 1940, Robertson dan Kernohan mempublikasikan penyebab
penyakit hirschsprung adalah tidak dijumpai pleksus auerbach dan
pleksus meissneri pada rektum.

Penyakit ini harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan dengan berat
lahir ≥ 3kg yang terlambat mengeluarkan tinja, hal ini juga dapat dialami oleh bayi yang lahir kurang bulan. Penyakit Hirschsprung dapat berkembang menjadi buruk dan dapat mengancam jiwa pasien, apabila terjadinya keterlambatan dalam mendiagnosis penyakit ini.

Manifestasi klinis penyakit hirschsprung terbagi menjadi dua periode, yaitu periode neonatal dan periode anak-anak, yaitu: 

a. Periode neonatus 

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen. Terdapat 90% lebih kasus bayi dengan penyakit Hirchsprung tidak dapat mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama, kebanyakan bayi akan mengeluarkan meconium setelah 24 jam pertama (24-48 jam). 

Muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang apabila mekonium dapat dikeluarkan segera. Bayi yang mengonsumsi ASI lebih jarang mengalami konstipasi, atau masih dalam derajat yang ringan karena tingginya kadar laktosa pada payudara, yang akan mengakibatkan feses jadi berair dan dapat dikeluarkan dengan mudah.

b. Periode anak-anak 

Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada beberapa kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-kanak (Lakhsmi, 2008). Gejala yang biasanya timbul pada anak-anak yakni, konstipasi kronis, gagal tumbuh, dan malnutrisi. Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding abdomen disebabkan oleh obstruksi fungsional kolon yang berkepanjangan. Selain obstruksi usus yang komplit, perforasi sekum, fecal impaction atau enterocolitis akut yang dapat mengancam jiwa dan sepsis juga dapat terjadi.
Tanda-tanda hisprung:

1. Anemia dan tanda-tanda malnutrisi 

2. Perut membuncit (abdomen distention) mungkin karena retensi kotoran.

3. Terlihat gelombang peristaltic pada dinding abdomen 

4. Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter anal yang padat/ketat, dan biasanya feses akan langsung menyemprot keluar dengan bau feses dan gas yang busuk. 

5. Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar umbilicus, punggung dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi peritonitis.

Penyakit hirschsprung dianggap sebagai kasus kegawatdaruratan bedah yang perlu penanganan segera. Jika tanpa penanganan segera, maka mortalitas dapat mencapai 80% pada bulan-bulan pertama kehidupan. Dengan penanganan yang tepat angka kematian dapat di tekan. Jika dilakukan tindakan bedah angka kematian bisa ditekan hingga 2,5%.

 

Referensi:

Corputty, E. D., Lampus, H. F., & Monoarfa, A. (2015). Gambaran pasien hirschsprung Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2010 – September 2014. E-CliniC, 3(1).

Mentri Kesehatan RI. (2017). Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor HK.01.07/MENKES/474/2017, 1–14.

Surya, P. A. I. L., & Dharmajaya, I. M. (2013). Gejala dan diagnosis penyakit hirschprung. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 1–5.

Sumber foto: Surya & Dharmajaya (2013)