Senin, 31 Oktober 2022 12:07 WIB

Mikrosepali

Responsive image
9972
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Mikrosefali adalah kelainan yang membuat kepala bayi berukuran lebih kecil dibanding normal. Kondisi ini bisa terjadi sejak bayi lahir, tapi dapat terjadi seiring masa pertumbuhannya. Apabila terjadi sejak lahir, mikrosefali disebabkan oleh perkembangan otak janin yang tidak sempurna. Mikrosefali tidak hanya membuat ukuran kepala bayi kecil, tapi juga menimbulkan gejala lain. Antara lain bayi rewel, kejang, gangguan tumbuh kembang, hiperaktif, sulit menelan, serta gangguan penglihatan, berbicara, keseimbangan tubuh, pendengaran, dan mental. Pertumbuhan kepala bayi terjadi karena adanya perkembangan otak selama masa kehamilan. Pada bayi dengan mikrosefalus, otaknya belum atau tidak berkembang normal selama masih di dalam kandungan. Akibatnya, ukuran kepala bayi menjadi lebih kecil dari yang seharusnya. Selain gangguan pada masa kehamilan, mikrosefalus juga dapat terjadi akibat terhentinya perkembangan otak pada bayi setelah lahir. Hanya 2 dari 10.000 bayi lahir hidup yang mengidap mikrosefali. Itu sebabnya mikrosefali disebut kelainan bawaan lahir yang langka.

Penyebab Mikrosefalus

Mikrosefalus disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak normal. Gangguan perkembangan otak tersebut dapat terjadi ketika bayi masih di dalam rahim atau setelah lahir. Ada sejumlah faktor yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak dan meningkatkan risiko mikrosefalus, yaitu :

1.      Infeksi pada ibu hamil, misalnya toksoplasmosis, Campylobacter pylori, cytomegalovirus, herpes, rubella, sifilis, HIV, hingga virus Zika.

2.      Kelainan genetik, seperti sindrom Down atau sindrom Angelman.

3.      Kekurangan nutrisi pada ibu hamil atau janin yang dikandungnya.

4.      Paparan zat berbahaya pada ibu hamil, seperti logam (arsenik atau merkuri), alkohol, rokok, radiasi, atau NAPZA.

5.      Kelainan pada struktur tengkorak bayi, seperti craniosynostosis, yaitu kondisi ketika ubun-ubun bayi menutup lebih cepat.

6.      Komplikasi saat masa kehamilan atau persalinan, seperti cerebral anoxia, yakni kekurangan pasokan oksigen ke otak janin.

7.      Cacat bawaan lahir, seperti fenilketonuria, yaitu kondisi yang menyebabkan tubuh tidak mampu mengurai asam amino fenilalanin.

Gejala Mikrosefalus

Mikrosefalus ditandai dengan ukuran kepala bayi yang jauh lebih kecil dari normal. Kondisi ini juga bisa disertai dengan gejala lain, seperti :

1.      Tangisan bayi bernada tinggi.

2.      Kesulitan menyusu

3.      Gangguan penglihatan

4.      Gangguan pendengaran

5.      Hambatan pada tumbuh kembang bayi.

6.      Gangguan dalam proses belajar.

7.      Hiperaktif

8.      Kejang

Pemeriksaan Mikrosefalus

Mikrosefalus dapat didiagnosis saat janin masih berada dalam kandungan atau setelah bayi dilahirkan. Pada masa kehamilan, mikrosefalus dapat dideteksi melalui USG. USG dapat dilakukan saat mendekati akhir trimester kedua kehamilan atau di awal trimester ketiga kehamilan.

Sedangkan pada bayi yang baru lahir, dokter dapat mencurigai mikrosefalus melalui tanda dan gejala pada bayi. Namun, diagnosis akan diperkuat dengan pengukuran lingkar kepala, yang dilakukan kurang dari 24 jam setelah bayi dilahirkan.

Jika ukuran kepala bayi kurang dari normal, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan kondisi ini, antara lain :

1.      Tes darah

2.      Tes urine

3.      USG kepala

4.      CT scan

5.      MRI

Penanganan Mikrosefalus

Penanganan mikrosefalus akibat craniosynostosis dapat dilakukan dengan operasi. Tindakan tersebut dilakukan untuk memisahkan tulang yang menyatu di tengkorak bayi. Jika tidak ada gangguan lain pada otak bayi, operasi ini memungkinkan otak bayi tumbuh dan berkembang dengan baik.

Sedangkan mikrosefalus akibat kondisi lain belum dapat disembuhkan. Metode yang tersedia sebatas untuk membantu perkembangan fisik dan perilaku, serta mengatasi kejang pada bayi.

Pencegahan Mikrosefalus

Mikrosefalus adalah kondisi yang dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu, kondisi ini tidak sepenuhnya dapat dicegah. Meski begitu, konseling genetik bisa dilakukan, terutama bagi pasangan yang merencanakan kehamilan. Hal ini untuk meminimalisir risiko terjadinya mikrosefalus pada keturunan.

Pada ibu hamil, disarankan agar tidak bepergian ke daerah yang banyak terdapat kasus virus Zika. Hal ini untuk menghindari risiko penularan virus Zika, yang dapat menyebabkan cacat lahir pada janin, termasuk mikrosefalus.

Langkah pencegahan lain yang dapat dilakukan oleh ibu hamil agar terhindar dari mikrosefalus adalah :

1.      Selalu menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

2.      Mengonsumsi makanan sehat serta bergizi lengkap dan seimbang pada masa kehamilan.

3.      Tidak merokok dan menjauhi asap rokok ketika hamil.

4.      Menggunakan lotion anti-nyamuk bila tinggal di daerah yang banyak nyamuk.

5.      Menjauhkan diri dari paparan zat-zat kimia.

6.      Tidak mengonsumsi minuman beralkohol dan tidak menggunakan NAPZA.

 

Referensi :

Ety Apriliana. 2019. Peningkatan Risiko Mikrosefali Akibat Infeksi Virus Zika pada Kehamilan. Jurnal Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Naveed, M., et al. 2018. Comprehensive Review on the Molecular Genetics of Autosomal Recessive Primary Microcephaly (MCPH). Genetics Research, 100(7), pp. 1-16.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2017. Pentingnya Pengukuran Lingkar Kepala dan Ubun-ubun Besar.

Centers for Disease Control and Prevention. 2020. Birth Defects. Facts About Microcephaly.

National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2019. Disorders. Microcephaly Information Page.

Johns Hopkins Medicine. 2021. Zika Virus. What is Microcephaly?

Stanford Children’s Health. 2021. Microcephaly in Children.

Cleveland Clinic. 2019. Diseases & Conditions. Microcephaly.

Burke, D. Healthline. 2019. What to Know About Microcephaly.

Hewitt, M. Medscape. 2021. Nutrition and Growth Measurement Technique.