Senin, 31 Oktober 2022 11:55 WIB

Ataxia

Responsive image
3275
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Ataksia adalah istilah medis yang digunakan ketika ada masalah dengan koordinasi atau kontrol otot. Orang yang menderita ataksia sering mengalami masalah dengan hal-hal seperti gerakan, keseimbangan, dan bicara. Ataksia dapat memengaruhi berbagai jenis gerak manusia, seperti saat berjalan, makan, berbicara, atau menulis. Kondisi ini biasanya terjadi karena adanya kerusakan pada bagian otak kecil yang mengontrol koordinasi otot atau sambungannya. Ataksia dapat mempengaruhi setiap orang dari segala usia. Kondisi ini dapat memiliki gejala yang bisa memburuk dari waktu ke waktu. Tingkat perkembangannya dapat bervariasi dari orang ke orang dan juga berdasarkan jenis ataksia. Ataksia juga bisa menyebabkan anggota tubuh bergerak dengan sendirinya atau malah sulit digerakkan. Kondisi ini dapat terjadi akibat kerusakan pada bagian otak yang mengatur koordinasi otot. Penyebabnya bisa karena penyakit, kecanduan alkohol, faktor genetik, atau konsumsi obat tertentu. Penanganan ataksia bertujuan untuk membantu penderita beraktivitas secara mandiri. Metode penanganannya sendiri tergantung pada penyebabnya, bisa terapi fisik atau terapi bicara.

Penyebab Ataksia

Berdasarkan penyebabnya, ataksia bisa dikelompokkan menjadi ataksia yang didapat (acquired ataxia), ataksia genetik, dan ataksia idiopatik. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing kelompok ataksia :

1.      Ataksia yang didapat.

Kelompok ataksia ini terjadi ketika sumsum tulang belakang dan saraf tepi mengalami gangguan akibat cedera atau penyakit lain. Kondisi ini dapat berkembang secara cepat dalam beberapa hari, atau bahkan beberapa jam.

Beberapa penyebab ataksia jenis ini adalah :

a.      Infeksi bakteri di otak, misalnya meningitis atau ensefalitis.

b.      Infeksi virus yang bisa menyebar hingga ke otak, seperti cacar air atau campak.

c.      Gangguan tiroid, seperti hipotiroidisme dan hipoparatiroid.

d.      Kondisi yang mengganggu asupan darah ke otak, misalnya stroke atau perdarahan otak.

e.      Cedera kepala berat akibat jatuh atau kecelakaan.

f.       Tumor otak atau jenis kanker lainnya.

g.      Cerebral palsy

h.      Penyakit autoimun, seperti multiple sclerosis, sarkoidosis, atau penyakit celiac.

i.       Sindrom paraneoplastik, yaitu gangguan sistem kekebalan tubuh akibat kanker.

j.       Hidrosefalus

k.      Kekurangan vitamin B1, B12, atau E.

l.       Reaksi racun atau efek samping obat-obatan, seperti obat penenang atau obat kemoterapi.

m.    Kecanduan alkohol atau penyalahgunaan NAPZA.

n.      Infeksi virus COVID-19, terutama pada kasus infeksi yang parah.

2.      Ataksia Genetik

Ataksia genetik adalah ataksia yang diturunkan dari orang tua. Pada ataksia ini, terjadi kelainan pada gen tertentu yang membuat fungsi sel saraf di otak dan tulang belakang menjadi terganggu. Akibatnya, sel saraf pun mengalami kerusakan.

Jenis-jenis ataksia genetik antara lain :

a.      Ataksia spinoserebelar, yang biasanya menyerang orang dewasa usia 25-80 tahun.

b.      Ataksia episodik, yang umumnya muncul pada masa remaja.

c.      Ataksia Friedreich, yang biasanya diderita sebelum usia 25 tahun.

d.      Ataksia telangiektasia, yaitu penyakit progresif yang biasanya terjadi pada anak-anak.

e.      Ataksia serebelar bawaan, yaitu kondisi akibat kerusakan di otak kecil saat lahir.

f.       Penyakit Wilson, yang umumnya muncul di usia remaja.

3.      Ataksia Idiopatik

Ataksia idiopatik merupakan ataksia yang belum diketahui secara pasti penyebabnya. Dengan kata lain, jenis ataksia ini tidak disebabkan oleh mutasi gen, cedera, atau penyakit. Namun, ada dugaan, ataksia idiopatik dipicu oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan.

Jenis ataksia idiopatik yang paling sering terjadi adalah multiple system atrophy.

Gejala Ataksia

Gejala ataksia dapat berkembang perlahan atau menyerang secara tiba-tiba. Gejala umum ataksia berupa gangguan saraf yang meliputi :

a.      Koordinasi gerak yang buruk.

b.      Langkah kaki yang tidak stabil atau seperti mau jatuh.

c.      Tubuh terasa lelah.

d.      Kesulitan melakukan aktivitas sederhana, seperti makan, menulis, atau memakai baju.

e.      Perubahan cara bicara.

f.       Kesulitan menelan

g.      Nistagmus, yaitu gerakan bola mata yang tidak normal.

h.      Penglihatan kabur

i.       Penglihatan ganda

j.       Tremor pada otot.

k.      Gangguan dalam berpikir atau mengendalikan emosi.

l.       Gangguan jantung

Ataksia dapat terjadi pada beberapa area dalam sistem saraf pusat. Berdasarkan lokasi kerusakannya, ataksia dapat menimbulkan gejala-gejala lain. Berikut adalah beberapa gejala tersebut, sesuai dengan bagian sistem saraf yang rusak :

1.      Ataksia serebelum (otak kecil).

Pada kondisi ini, kerusakan terjadi di serebelum atau otak kecil yang berperan dalam keseimbangan atau koordinasi. Ataksia serebelum ditandai dengan gejala berikut :

a.      Perubahan suara

b.      Pusing

c.      Otot lemah atau tremor

d.      Sulit berjalan

e.      Bicara cadel

f.       Berjalan dengan langkah yang lebar

2.      Ataksia sensorik

Pada ataksia sensorik, kerusakan bisa terjadi di saraf tulang belakang atau sistem saraf perifer. Saraf perifer atau saraf tepi merupakan bagian sistem saraf selain otak dan saraf tulang belakang.

Gejala ataksia sensorik antara lain :

a.      Mati rasa di tungkai.

b.      Sulit menyentuh hidung dengan mata tertutup.

c.      Tidak bisa merasakan getaran.

d.      Sulit berjalan dalam cahaya redup.

e.      Langkah yang berat saat berjalan.

3.      Ataksia vestibular

Kerusakan pada ataksia jenis ini terjadi pada sistem vestibular di telinga bagian dalam. Fungsi sistem vestibular adalah untuk mengatur gerakan kepala, keseimbangan tubuh, serta kemampuan tubuh untuk menilai jarak dengan benda sekitar.

Gejala ataksia pada gangguan sistem vestibular antara lain :

a.      Gangguan penglihatan atau pandangan kabur.

b.      Mual dan muntah.

c.      Kesulitan saat berdiri atau duduk.

d.      Sulit berjalan lurus.

e.      Vertigo atau pusing.

Pemeriksaan Ataksia

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan saraf, yaitu dengan memeriksa fungsi penglihatan, pendengaran, keseimbangan, koordinasi, ingatan dan konsentrasi, serta refleks pasien. Setelah itu, dokter akan menjalankan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebab ataksia, seperti :

1.      Pemindaian dengan foto Rontgen, CT scan atau MRI, untuk mengidentifikasi kondisi abnormal di otak.

2.      Pungsi lumbal atau pemeriksaan cairan serebrospinal, untuk mendeteksi infeksi.

3.      Elektromiografi (EMG), untuk memeriksa kondisi saraf dan kontraksi otot.

4.      Tes genetik dengan memeriksa sampel darah, untuk memastikan apakah ataksia disebabkan oleh mutasi gen.

 

 

 

Referensi          :

Alvin Mohammad Ridwan, dkk. 2020. Gangguan Ataksia pada Pekerja Laki-laki di Pertambangan Emas Skala Kecil dan Faktor-faktor yang Berhubungan. Jurnal Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.

Kuo S. 2019. Ataxia. Continuum (Minneapolis, Minn). 25(4), pp. 1036-54.

Cook, A., & Giunti, P. 2017. Friedreich's Ataxia : Clinical Features, Pathogenesis and Management. British Medical Bulletin, 124(1), pp. 19-30.

National Institute of Health. 2019. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Ataxia and Cerebellar or Spinocerebellar Degeneration.

Victoria State Government. 2019. Better Health. Friedreich’s Ataxia.

Cleveland Clinic. 2018. Disease & Conditions. Ataxia.

Mayo Clinic. 2018. Autosomal Recessive Inheritance Pattern.

Johns Hopkins Medicine. 2021. Neurology and Neurosurgery. Ataxia.

 Delgado, A. Healthline. 2019. Acute Cerebellar Ataxia (ACA).