Senin, 31 Oktober 2022 09:12 WIB

Pengobatan Myasthenia Gravis

Responsive image
2794
Novita Agustina, Ns, M.Kep, Sp.Kep. A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Bila tidak mendapatkan pengobatan, melemahnya otot pada penderita myasthenia gravis lama kelamaan akan makin memburuk dan menyebabkan penderitanya sulit untuk bergerak, bicara, menelan, dan bahkan bernapas.

Cara Pemeriksaan Myasthenia Gravis

1. Riwayat penderita dan kekuatan otot

Pemeriksaan yang utama oleh dokter selain menanyakan riwayat pasien adalah memeriksa kekuatan otot, meskipun pada pemeriksaan ini kadang kala didapatkan hasil normal, karena pola penyakit yang fluktuatif di mana gejala sangat bervariasi.

2. Elektromiografi

Selain pemeriksaan fisik, kekuatan dan kontraksi otot dapat dinilai dari pemeriksaan elektromiografi (electromyography, EMG). EMG dapat menilai adanya kontraksi otot akibat sinyal listrik. Adanya keterlambatan respon sinyal listrik ini menandakan kelemahan otot, sehingga EMG merupakan pemeriksaan diagnostik yang sensitif untuk mendeteksi adanya kelemahan otot yang dijumpai pada penderita MG.

3. Pemeriksaan kelenjar timus

Kelenjar timus berada di rongga dada bagian atas dan bertugas menghasilkan antibodi. Ukuran kelenjar ini akan mengecil seiring bertambahnya usia seseorang. Beberapa pasien MG dijumpai kelenjar timus yang membesar abnormal.

4. Pemeriksaan darah

Adanya infeksi dan gangguan ion tubuh (elektrolit) dapat menyebabkan kelemahan otot, yang menyerupai MG.

5. CT-scan dan MRI

Pemeriksaan radiologis diperlukan apabila dokter mencurigai adanya tumor yang berpotensi menyebabkan kelemahan otot.

Dengan terapi yang adekuat, MG dapat membaik secara signifikan. Pada beberapa kasus MG dapat muncul kembali (relaps). Minum obat secara teratur, kontrol rutin, dan menghindari pencetus merupakan cara menjaga agar MG tidak muncul kembali.

Meski belum ada cara yang efektif untuk menyembuhkan myasthenia gravis, tetapi ada pengobatan untuk meredakan gejala, meningkatkan fungsi otot, dan mencegah kelumpuhan otot-otot pernapasan yang berakibat fatal. Metode penanganannya berbeda-beda pada tiap pasien, tergantung usia, tingkat keparahan, dan kondisi secara keseluruhan.

Beberapa tindakan pengobatan untuk mengatasi myasthenia gravis adalah:

Ø Obat yang digunakan untuk menangani gejala myasthenia gravis meliputi: Penghambat kolinesterase, seperti pyridostigmine dan neostigmine, untuk meningkatkan kekuatan dan pergerakan otot Kortikosteroid, seperti prednisone, untuk menghambat sistem kekebalan tubuh dalam memproduksi antibody.

Ø Obat imunosupresif, seperti azathioprine, ciclosporin, methotrexate, dan tacrolimus, untuk menekan sistem kekebalan tubuh sehingga produksi antibodi dapat dikendalikan Imunoglobulin (IVIG), yaitu antibodi normal yang diberikan melalui infus untuk mengembalikan sistem kekebalan tubuh.

Ø Antibodi monoklonal, misalnya rituximab, yaitu obat yang diberikan melalui infus untuk meredakan gejala myasthenia gravis yang tidak dapat ditangani dengan metode pengobatan lain

Ø Plasmaferesis

Plasmaferesis adalah prosedur pembuangan plasma darah dengan mesin khusus. Prosedur tersebut mirip dengan proses cuci darah.

Ø Operasi

Jika penderita myasthenia gravis juga mengalami pembesaran kelenjar timus, dokter akan melakukan tindakan operasi untuk mengangkat kelenjar tersebut. Prosedur ini disebut timektomi.

Ø Untuk meredakan gejala myasthenia gravis, prosedur timektomi terkadang tetap dilakukan meskipun pasien tidak mengalami pembesaran kelenjar timus. Meski begitu, prosedur ini hanya dianjurkan bagi pasien yang berusia di atas 60 tahun.

Segera periksakan ke dokter jika salah satu otot di bagian tubuh terasa mudah lelah tetapi segera membaik setelah beristirahat. Gejala tersebut bisa menjadi tanda awal myasthenia gravis. Myasthenia gravis merupakan penyakit jangka panjang (kronis) dan cenderung memburuk seiring waktu. Oleh sebab itu, penderita perlu menjalani pemeriksaan secara berkala agar perkembangan penyakit dan kondisinya dapat terpantau dengan baik.

Penderita juga dianjurkan untuk segera ke IGD bila mengalami sesak napas. Kondisi ini dapat berkembang menjadi henti napas sehingga penderita perlu mendapatkan alat bantu pernapasan secepatnya.

 

Referensi:

Arie, A., Adnyana, M., & Widyadharma, I. (2019). Diagnosis dan tata laksana miastenia gravis. Cermin Dunia Kedokteran, 4(2), 1–23. Retrieved from https://download.portalgaruda.org/article.php?article=82552&val=970

Hidayah Chairunnisa, N., Zanariah, Z., & Saputra, O. (2016). Myasthenia gravis pada pasien laki-laki 39 tahun dengan sesak napas. Jurnal Medula, 6(1), 108–114.

Jayam Trouth, A., Dabi, A., Solieman, N., Kurukumbi, M., & Kalyanam, J. (2012). Myasthenia gravis: A review. Autoimmune Diseases, 1(1). https://doi.org/10.1155/2012/874680

Sumber foto: https://id.pinterest.com/