Selasa, 25 Oktober 2022 15:13 WIB

Mengenal Myasthenia Gravis

Responsive image
1904
Novita Agustina, Ns, M.Kep, Sp.Kep. A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Myasthenia gravis (MG) atau miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan muskular akibat gangguan transmisi neuromuskular. Gangguan saraf dan otot ini disebabkan oleh autoimun, yaitu kondisi ketika sistem kekebalan tubuh (antibodi) malah menyerang tubuh orang itu sendiri. Penyakit ini jarang terjadi, tetapi dapat menyebabkan gangguan kualitas hidup dan prognosis yang buruk. Penyakit autoimun ini ditandai dengan kelemahan otot yang berfluktuasi, memburuk dengan aktivitas, dan membaik dengan istirahat.

Myasthenia gravis adalah melemahnya otot tubuh akibat gangguan pada saraf dan otot. Pada awalnya, penderita myasthenia gravis akan terasa cepat lelah setelah melakukan aktivitas fisik, tetapi keluhan akan membaik setelah beristirahat. Kelainan miastenik yang terjadi secara genetik atau kongenital, dapat terjadi karena berbagai factor,.salah satu diantaranya adalah kelainan pada transmisi neuromuskular yang berbeda dari miastenia gravis yaitu The Lambert-Eaton.

Pada sindrom ini, zona partikel aktif dari membran presinaptik merupakan target dari autoantibodi yang patogen baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan otot secara umum maupun dapat terlokalisasi pada suatu otot tertentu. Keterlibatan dari otot bulbar dan otot pernapasan dapat menyebabkan kematian.

Gejala klinis MG antara lain:

· Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis.

Ptosis yang merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius, seing menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis. Walupun pada miastenia gravis otot levator palpebra jelas lumpuh, namun ada kalanya otot-otot okular masih bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis MG. Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi, diikuti dengan kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala. Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan tersebut akan menyebar mulai dari otot okular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas.

· Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut penderita sukar untuk ditutup. Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga timbullah kesukaran menelan dan berbicara. Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau. Selain itu bila penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.

· Gejala yang paling serius dari MG adalah kesulitan bernafas.

Pasien myasthenic dengan insufisiensi pernapasan atau ketidakmampuan untuk mempertahankan jalan napas paten dikatakan krisis. Kelumpuhan vokal dapat menghambat jalan napas, tetapi lebih umum saluran udara terhambat oleh sekresi pasien yang tidak dapat dikeluarkan karena batuk terlalu lemah.

Batuk membutuhkan penggunaan paksa otot-otot ekspirasi dan batuk berulang terutama dengan cepat dapat menjadi tidak efektif pada MG. Bahkan jika jalan napas paten, otot yang digunakan untuk inspirasi, seperti interkostalis dan diafragma, mungkin terlalu lemah untuk menciptakan sebuah kekuatan inspirasi yang cukup (-50 cmH20) atau

kapasitas vital (>20 ml/kg berat badan). Hal ini merupakan suatu keadaan gawat darurat dan tindakan intubasi cepat sangat diperlukan.

Biasanya kelemahan otot-otot ekstraokular terjadi secara asimetris. Kelemahan sering kali mempengaruhi lebih dari satu otot ekstraokular dan tidak hanya terbatas pada otot yang diinervasi oleh satu nervus kranialis. Hal ini merupakan tanda yang sangat penting untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis. Kelemahan pada muskulus rektus lateralis dan medialis akan menyebabkan terjadinya suatu pseudointernuclear ophthalmoplegia, yang ditandai dengan terbatasnya kemampuan adduksi salah satu mata yang disertai nistagmus pada mata yang melakukan abduksi.

 

Referensi:

Arie, A., Adnyana, M., & Widyadharma, I. (2019). Diagnosis dan tata laksana miastenia gravis. Cermin Dunia Kedokteran, 4(2), 1–23. Retrieved from https://download.portalgaruda.org/article.php?article=82552&val=970

Hidayah Chairunnisa, N., Zanariah, Z., & Saputra, O. (2016). Myasthenia gravis pada pasien laki-laki 39 tahun dengan sesak napas. Jurnal Medula, 6(1), 108–114.

Jayam Trouth, A., Dabi, A., Solieman, N., Kurukumbi, M., & Kalyanam, J. (2012). Myasthenia gravis: A review. Autoimmune Diseases, 1(1). https://doi.org/10.1155/2012/874680

Sumber foto: https://craniaaneurorehabcentre.com/myasthenia-gravis/