Mata adalah salah satu panca indra yang sangat penting bagi manusia. Tentu saja tanpa mata, manusia tidak dapat melihat. Namun seringkali fungsi mata sebagai indra penglihat terganggu karena beberapa faktor seperti rabun jauh atau rabun dekat yang disebabkan oleh faktor keturunan, kebiasaan yang salah atau mungkin factor usia. Rabun mata sendiri adalah kelainan rafraksi cahaya dalam mata yang menyebabkan penglihatan menjadi kurang jelas (rabun) yang disebabkan oleh titik cahaya yang tidak tepat diretina (cahaya tidak terfokus diretina).
Jenis-jenis rabun mata:
1. Rabun jauh (Miopi)
Rabun jauh adalah suatu kondisi dimana cahaya yang memasuki mata terfokus di depan retina sehingga membuat objek yang jauh terlihat kabur. Normalnya mata akan memfokuskan gambar pada retina (jaringan yang peka terhadap cahaya) di bagian belakang mata. Namun saat miopi terjadi, lensa mata memfokuskan gambar di depan retina. Umumnya myopia akan melihat jelas pada jarak dekat dan kabur pada jarak jauh.
Faktor yang dapat mempengaruhi progresivitas miopi pada usia sekolah, yaitu faktor genetik dan kebiasaan atau perilaku membaca dekat disertai penerangan yang kurang, kurangnya outdoor activity, vitamin D. Vitamin D yang didapat ketika melakukan aktivitas luar ruangan memiliki peran dalam pembentukan kolagen dimana merupakan komponen utama sklera. Intensitas cahaya yang tinggi juga dapat mempengaruhi tingkat keparahan miopi karena mempengaruhi bekerjanya pupil dan lensa mata.
Gejala rabun jauh (Miopi): mata cepat Lelah, pandangan buram saat melihat objek jauh, sering menyipitkan mata, sering mengedipkan mata, suka mendekatkan objek dengan mata, menggosok mata terus menerus, tidak menyadari benda yang jauh, sulit melihat saat sedang berkendara, mata berair, kepala sakit.
2. Rabun Dekat (Hipermetropi)
Mata hipermetropi adalah mata dengan lensa terlalu pipih atau bola mata terlalu pendek. Rabun dekat terjadi ketika cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dipantulkan tepat pada retina. Cahaya tersebut malah dipantulkan ke belakang retina, sehingga menghasilkan suatu penglihatan kabur pada jarak pandang dekat. Objek yang dekat akan terlihat kabur karena bayangan jatuh didepan retina, sedangkan objek yang jauh akan terlihat jelas karena bayangan jatuh di retina.
Faktor penyebab hipermetropi: Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah, perubahan pada komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksi menurun, perubahan pada komposisi aqueus humor dan vitreus humor, penderita Diabetes Militus terjadi hypermetropi jika kadar gula darah dibawah normal, Kelengkungan kornea dan lensa tidak kuat, serta perubahan posisi lensa menjadi lebih posterior.
Gejala rabun dekat: mata cepat Lelah, mata lelah saat melihat objek dekat, mata berair, nyeri disekitar mata, mata terasa panas, objek dekat buram, sakit kepala, sulit membaca.
3. Silinder (Astigmatisme)
Silinder adalah mata dengan lengkungan permukaan kornea atau lensa yang tidak rata. Misalnya lengkung kornea yang vertikal kurang melengkung dibandingkan yang horizontal. Mata memiliki beberapa komponen kunci agar bisa melihat dengan baik. Salah satunya adalah sistem optik mata yang terdiri atas kornea mata dan lensa.
Keduanya bekerjasama untuk membuat cahaya masuk fokus membentuk gambar yang sempurna di retina. Pada penderita mata silinder, kornea mata mengalami ketidaksempurnaan bentuk. Kornea seharusnya memiliki bentuk cembungan yang sempurna, menyerupai lengkungan pada bola. Pada mata silinder, cembungan bola mata menyerupai bola rugbi. Ketidaksempurnaan cembungan pada lensa juga bisa menyebabkan mata silinder.
Ketika cembungan yang terbentuk tidak sempurna alias tidak rata, maka terjadilah mata silinder. Sebab, cahaya yang masuk dari kornea tidak dapat fokus pada satu titik di retina sehingga membuat penglihatan kabur. Gejala mata silinder: Penglihatan berbayang atau buram, mata cepat Lelah, memiringkan kepala.
Referensi:
Ariaty, Y., Kumaladewi Hengki, H., & Arfianty. (2019). Faktor-faktor yang mempenngaruhi terjadinya miopia pada siswa/i SD Katolik kota Parepare. Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 2(3).
Novalinda, R. (2020). Koreksi secara subjektif terhadap penderita hipermetropia di Super Optical Padang. Menara Ilmu, XIV(01), 86–90.
Rani. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan astigmatisme pada mahasiswa fakultas kedokteran universitas Muhammadiyah Palembang. Skripsi.
Rohayati. (2018). Simulasi kelainan hipermetropia yang berhubungan dengan kinerja akademik pada siswa sekolah dasar swasta Jembar Bandung tahun 2018. Jurnal Mitra Pendidikan ( JMP Online ), 2(8), 789–805.
Sofiani, A., & Santik, Y. D. P. (2016). Unnes Journal of Public HealFaktor-faktor yang mempengaruhi derajat miopia pada remaja (Studi di SMA Negeri 2 Temanggung Kabupaten Temanggung. Unnes Journal of Public Health, 5(2), 176–185.
Sumber foto: P2PTM Kemenkes RI