Rabu, 19 Oktober 2022 13:27 WIB

Pekerja di Masa Pandemi COVID-19

Responsive image
720
dr. Ma’rifatul Mubin, Sp.Ok - RSUP Persahabatan Jakarta

Penyebaran virus SARS-CoV-2 hingga saat ini masih terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Keadaan ini menambah beban pelayanan kesehatan yang sudah cukup tinggi. Pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung lebih dari 2 tahun menjadi peristiwa ekonomi dan sosial global paling menentukan dalam beberapa dekade. Hal ini akan terus berdampak pada sektor industri dengan cara yang dahsyat. Dalam jangka pendek berakibat memukul harga, produksi, dan keuntungan di sektor industri yang akan berdampak pada keuntungan pelaku usaha, masyarakat serta pemerintah. Efek jangka menengah dan panjangnya jauh lebih tidak pasti. Memahami dampak ini sangat penting dalam memastikan bahwa sektor industri dapat memenuhi perannya dalam menyediakan mata pencaharian. Akibat dari pandemi COVID-19 memaksa dunia untuk memikirkan kembali organisasi masyarakat dan hubungan antar manusia.

Industri pariwisata menunjukkan dampak penurunan ekonomi yang signifikan. Kedatangan wisatawan internasional diperkirakan turun menjadi 78% menyebabkan hilangnya pendapatan sebesar US $1,2 triliun dari pariwisata dan 120 juta tenaga kerja pariwisata mengalami pemutusan hubungan kerja dan merupakan penurunan terbesar dalam sejarah. Industri minyak dan gas alam juga mengalami tekanan yang kuat. Ekonomi yang terlalu bergantung pada industri yang berorientasi komoditas utama seperti minyak dan gas, diperkirakan akan sangat terpukul. Situasi ini semakin diperburuk dengan jatuhnya harga minyak dan penurunan permintaan global untuk produk-produk non minyak. Sektor pertanian yang seharusnya menahan guncangan-guncangan ini, ternyata terpengaruh oleh penegakan aturan penutupan dan kondisi iklim global yang mengancam mata pencaharian masyarakat dan keamanan pangan. Sektor pertambangan juga tidak kebal terhadap dampak-dampak ini. Dan krisis ini berpotensi memiliki konsekuensi parah dalam jangka pendek, menengah, dan panjang bagi industri pertambangan.

Pada tingkat populasi pekerja, mobilitas yang tinggi akan menjadi risiko ketika pekerja akan kembali ketempat kerja. Tidak hanya bagi dirinya, namun juga terhadap rekan sekerja di tempat kerja tersebut. Sehingga perlu dilakukan pengelompokkan pekerja berdasarkan faktor lingkungan/pekerjaan. Pengalaman penulis menjadi Doctor on Duty di industri perminyakan lepas pantai(offshore), ini akan memakan waktu pekerja, tambahan biaya untuk penginapan, perubahan jadwal transportasi ke site area, memperpanjang on duty pekerja karena harus menunggu back to back pekerja yang diisolasi untuk datang ke site area, dan masalah lainnya. Banyak biaya yang harus dikeluarkan perusahaan dan yang lebih parah adalah hilangnya waktu kerja yang produktif apalagi bila operasi rig harus shut down.

Tempat kerja merupakan salah satu lokasi yang berpotensi mengakibatkan penularan dikarenakan interaksi dan mobilitas pekerja yang sangat tinggi. Salah satu sektor tempat kerja yang termasuk dalam risiko tinggi penularan COVID-19 adalah fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) seperti rumah sakit, puskesmas, dan laboratorium kesehatan. Peningkatan kasus COVID-19 pada tenaga kesehatan hampir merata di seluruh provinsi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebuah penelitian observasional dengan pendekatan deskriptif mendapatkan jumlah petugas kesehatan yang menderita COVID-19 yang terbukti dengan pemeriksaan kesehatan standar di 31 fasilitas pelayanan kesehatan mencapai 2.127 kasus. Persentase tenaga kesehatan sebesar 87,26 % dan tenaga non kesehatan sebesar 12,74 %. Jumlah petugas kesehatan yang meninggal dunia karena COVID-19 sebanyak 14 kasus dengan persentase tenaga kesehatan 92,86 % dan tenaga non kesehatan sebesar 7,14 %. Jumlah kasus yang dinyatakan COVID-19 akibat kerja sejumlah 137 kasus dengan persentase pada tenaga kesehatan sebesar 80,29 % dan pada tenaga non kesehatan sebesar 19,71 %. Jumlah kasus yang dinyatakan COVID-19 akibat kerja cukup tinggi. Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu tempat kerja yang berpotensi mengakibatkan penularan dikarenakan interaksi dan mobilitas pekerja yang sangat tinggi.

Salah satu contoh program kewaspadaan dan upaya penilaian menentukan apakah seorang pekerja dapat kembali melakukan pekerjaannya adalah Program Return to Work(RTW). Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja atau Penyakit Akibat Kerja (PAK) bisa kembali bekerja setelah menjalani proses rehabilitasi. Apabila ada tenaga kerja yang mengalami cacat akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja, tenaga kerja tersebut harus tetap dipekerjakan kembali kecuali kondisinya tidak memungkinkan karena mengalami cacat total tetap. Dan RTW ini adalah salah satu program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang dihadirkan untuk membantu para pekerja dari BPJS Ketenagakerjaan/BP Jamsostek. RTW dari BP Jamsostek merupakan bantuan untuk kesiapan kembali bekerja berupa pendampingan kepada peserta yang mengalami kecelakaan kerjadan penyakit akibat kerja yang berpotensi mengalami kecacatan, mulai dari peserta masuk perawatan di rumah sakit sampai peserta tersebut dapat kembali bekerja.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (PERDOKI) memandang pentingnya kriteria seorang pekerja dapat kembali bekerja dengan tetap memperhatikan aspek keamanan bagi pekerja sendiri, rekan kerja maupun masyarakat, namun kebutuhan masyarakat tetap dapat terpenuhi. Untuk itu kriteria kembali bekerja tidak dapat disamakan untuk pekerja di semua sektor, maupun di semua jenjang, namun perlu diberlakukan kriteria yang sesuai dengan situasi di setiap sektor pekerjaan.

Menurut rekomendasi yang dikeluarkan oleh PERDOKI, pekerja yang terdiagnosis COVID-19 maupun yang ada kontak erat COVID-19 tetap harus absen dari pekerjaannya. Berdasarkan penelitian CDC terbaru yang dikeluarkan pada tanggal 24 Mei 2022, didapatkan bahwa 1 dari 5 orang survivor COVID-19 yang berusia 18-64 tahun, dan 1 dari 4 orang survivor COVID-19 berusia ≥ 65 tahun, mengalami kondisi insiden yang kemungkinan disebabkan oleh COVID-19 yang diderita sebelumnya, seperti gangguan neurologik dan kesehatan mental, gagal ginjal, gangguan muskuloskeletal, kardiovaskular, respiratori, masalah pada pembuluh darah dan bekuan darah. Dengan demikian kewaspadaan dan upaya pencegahan terhadap infeksi COVID-19 tetap perlu dilakukan untuk mengurangi insiden pasca COVID-19.

Khusus pekerja dengan mobilitas tinggi, penilaian kondisi kesehatan pekerja berdasarkan hasil Medical Check Up (MCU) berkala (3 bulan / 6 bulan / 1 tahun) sesuai dengan risiko pekerjaan dan dapat diulang kembali jika ada gejala baru atau penempatan di area kerja dengan paparan yang lebih besar atau berbeda. Surat keterangan sembuh  dari dokter yang merawat juga diperlukan bagi pekerja paska perawatan COVID-19. Pekerja wajib sudah divaksinasi. Jika belum, maka harus ada surat keterangan tidakbisadivaksinasidaridokter yang merawat. Pemeriksaan swab antigen atau PCR dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pada kasus Long COVID, yang perlu dilakukan oleh perusahaan/pemberi kerja adalah tetap menjaga komunikasi secara baik dengan karyawan yang mengalami Long COVID. Karyawan dengan Long COVID terkadang masuk kerja, lalu kemudian absen lagi. Pastikan semua pekerjaan sudah dapat ditangani pekerja lain saat yang bersangkutan tidak masuk kerja. Selalu mendukung pekerja yang mengalami Long COVID tersebut baik saat masih sakit maupun saat kembali bekerja, termasuk bila memerlukan modifikasi pekerjaan/sarana. Hindari diskriminasi. Dan bagi pekerja yang mengalami Long COVID, teruskan pengobatan dokter/dokter spesialis terkait. Apabila pekerja sudah merasa sehat untuk bekerja kembali, atau dinyatakan sehat oleh dokter spesialis yang merawat, diskusikan dengan atasan langsung/pemberi kerja mengenai: Penilaian Kelaikan Kerja oleh Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi dan modifikasi di pekerjaan yang diperlukan, misalnya shift kerja atau alat bantu bila ada disabilitas. Kita semua berharap dan bersama-sama menyiapkan sumber daya manusia yang berdaya saing dan produktif sebagai bagian dari peningkatan daya saing nasional.

 

Referensi:

Marianna,Sigala. J Bus Res. 2020 Sep; 117: 312–321.

2.    Timothy Laing. The economic impact of the Coronavirus 2019 (Covid-2019): Implications for the mining industry. ExtrInd Soc. 2020;7(2):580-582.

3. Mubin, M., Modjo, R., Putra, R. S. Kajian Covid-19 PadaPekerja Di FasilitasPelayananKesehatan: Studi 5 ProvinsiTahun 2020-2021. PREPOTIF: JurnalKesehatanMasyarakat. 2022;6(1): 614-620.

4. SuratRekomendasiKembaliKerjaBagiPekerjaPascaTerkonfirmasi Covid-19 MenurutJenisPekerjaan. PERDOKI, 2022.

5.       https://www.google.com/search?q=animasi+pekerja+di+masa+pandemi&tbm=isch&ved=2ahUKEwjomsrhz-v6AhXF7TgGHZpAACoQ2-cCegQIABAA&oq=animasi+pekerja+di+masa+pandemi&gs_lcp=CgNpbWcQA1CECFipKmDnLmgAcAB4AIABjgGIAfAFkgEDNy4ymAEAoAEBqgELZ3dzLXdpei1pbWfAAQE&sclient=img&ei=fJNPY-jsDsXb4-EPmoGB0AI&bih=775&biw=1440&client=firefox-b-d#imgrc=_b5zxilrQ53ljM&imgdii=GZlFXDuBxCGiZM