Jumat, 30 September 2022 15:22 WIB

Diagnosis dan Tatalaksana Hidrosefalus

Responsive image
7630
Novita Agustina, Ns, M.Kep, Sp.Kep. A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Hidrosefalus merupakan kondisi penumpukan carian serebrospinal (CSS) mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan juga penekanan jaringan normal sekitar. Hidrosefalus dapat diakibatkan gangguan produksi, aliran atau penyerapan CSS.

DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan melalui tanda dan gejala klinis. Makrokrania merupakan salah satu tanda dimana ukuran kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal atau persentil 98 dari kelompok usianya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan empat gejala hipertensi intrakranial yaitu fontanel anterior yang sangat tegang (37%), sutura tampak atau teraba melebar, kulit kepala licin, dan sunset phenomenon dimana kedua bola mata berdiaviasi ke atas dan kelopak mata atas tertarik. Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar daripada bayi, gejala ini mencakup nyeri kepala, muntah, gangguan okulomotor, dan gejala gangguan batang otak (bradikardia, aritmia respirasi).

Gejala lainnya yaitu spastisitas pada eksremitas inferior yang berlanjut menjadi gangguan berjalan dan gangguan endokrin. Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan USG dapat mendeteksi hidrosefalus pada periode prenatal, dapat pula digunakan untuk mengukur dan memonitor ukuran ventrikel, terutama digunakan pada anak prematur. CT Scan dapat digunakan untuk mengukur dilatasi ventrikel secara kasar dan menentukan sumber obstruksi. CT Scan dapat menilai baik secara fungsional maupun anatomikal namun tidak lebih baik daripada MRI, namun karena pemeriksaannya cukup lama maka pada bayi perlu dilakukan pembiusan.

PENATALAKSANAAN

Terapi sementara Terapi konservatif medikamentosa berguna untuk mengurangi cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg BB/hari) dan hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka waktu yang lama karena berisiko menyebabkan gangguan metabolik. Terapi ini direkomendasikan bagi pasien hidrosefalus ringan bayi dan anak dan tidak dianjurkan untuk dilatasi ventrikular posthemoragik pada anak.

Pada pasien yang berpotensi mengalami hidrosefalus transisi dapat dilakukan pemasangan kateter ventrikular atau yang lebih dikenal dengan drainase likuor eksternal. Namun operasi shunt yang dilakukan pasca drainase ventrikel eksternal memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya infeksi. Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah dengan pungsi ventrikel yang dapat dilakukan berulang kali. Operasi shunting Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti peritoneum, atrium kanan, dan pleura).

Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga yaitu infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional. Tindakan ini menyebabkan infeksi sebanyak >11% pada anak setelahnya dalam waktu 24 bulan yang dapat merusak intelektual bahkan menyebabkan kematian. Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering digunakan di masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus obstruktif serta diindikasikan untuk kasus seperti stenosis akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior, infark serebral, malformasi Dandy Walker, syringomyelia dengan atau tanpa malformasi Arnold Chiari tipe 1, hematoma intraventrikel, myelomeningokel, ensefalokel, tumor fossa posterior dan kraniosinostosis.

ETV juga diindikasikan pada kasus block shunt atau slit ventricle syndrome. Kesuksesan ETV menurun pada kondisi hidrosefalus pasca perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan operasi yang baik, pemeriksaan radiologis yang tepat, serta keterampilan dokter bedah dan perawatan pasca operasi yang baik dapat meningkatkan kesuksesan tindakan ini. Prognosis Pada pasien hidrosefalus, kematian dapat terjadi akibat herniasi tonsilar yang dapat menyebabkan penekanan pada batang otak dan terjadinya henti nafas.

Sedangkan ketergantungan pada shunt sebesar 75% dari kasus hidrosefalus yang diterapi dan 50% pada anak dengan hidrosefalus komunikans. 3 Pada anak dengan hidrosefalus obstruktif yang memiliki korteks serebral intak, perkembangan yang adekuat dapat dicapai hanya dengan ETV, meskipun pencapaian tersebut lebih lambat. Pada anak dengan perkembangan otak tidak adekuat atau serebrum telah rusak oleh hidrosefalus maka perkembangan yang optimal tidak dapat dicapai hanya dengan terapi ETV meskipun tekanan intrakranial terkontrol.

 

Referensi:

Apriyanto, Agung, R. P., & Sari, F. (2013). Hidrosefalus pada anak. Jmj, 1(1), 61–67.

Kahle, K. T., Kulkarni, A. V., Limbrick, D. D., & Warf, B. C. (2016). Hydrocephalus in children. The Lancet, 387(10020), 788–799. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(15)60694-8

Rangga Permana, K. (2018). Hidrosefalus dan tatalaksana bedah sarafnya. Cdk-270, 45(11), 820–823.

Suarniti, W., & Rahyani,  ni komang yuni. (2020). Karakteristik pasien hidrosefalus di Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2018 – 2019. Jurnal Ilmiah Kebidanan, 8(2), 95–115.

Sumber gambar : https://mytapro.net/2016/11/21/pemasangan-cerebral-shunt/