Jumat, 30 September 2022 14:15 WIB

Perkembangan Aspek Emosi, Bahasa dan Psikososial Anak Usia Sekolah

Responsive image
772
Nyimas Sri Wahyuni, M.Kep,SP,Kep.A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Aspek Emosi

Emosi merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu (Jankowski, 2015). Perkembangan kesadaran diri dan standar moral bergerak seiring dengan perkembangan pola pikir anak yang mulai berubah dari egosentris ke pola pikir yang lebih logis (Hockenberry,2019). Anak segera mengetahui bahwa ungkapan emosi terutama emosi yang kurang baik secara sosial tidak diterima oleh teman-teman sebayanya, anak belajar bahwa teman-teman menganggap ledakan amarah sebagai perilaku bayi, reaksi mundur karena takut dianggap pengecut, menyakiti hati orang lain karena cemburu dianggap tidak sportif (Friedman,2012). Perkembangan emosi, dengan bertambah besarnya badan dan luasnya pergaulan anak pada akhir masa kanak-kanak, anak jarang melakukan ledakan marah tersebut dianggap perilaku bayi dan tidak diterima dalam kelompok. Anak lebih sering mengungkapkan emosi marah dengan menggerutu, murung dan ungkapan kasar (Glover,2015). Orang tua dan guru berperan dalam

memberikan pendidikan yang baik tentang cara mengendalikan emosi serta berfungsi sebagai role model sehingga anak tidak menjadi pribadi yang temperamental.

Aspek Bahasa

Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain (Jankowski, 2015). Salah satu alat berkomunikasi untuk melahirkan keinginan atau pendapat. Bahasa dapat berbentuk lisan, isyarat, tulisan, bentuk mimik atau bentuk lukisan. Bila anak dapat mengerti hubungan antara kata-kata dengan benda yang sesungguhnya, berarti kesadaran anak telah berkembang. Anak mulai sadar bahwa tiap benda ada namanya, setiap objek pikiran dapat dinyatakan dengan tanda-tanda, yang biasanya dilakukan dengan bahasa.

Menurut Hockenberry (2019) perbandingan antara pertumbuhan umur dan perkembangan berbahasa anak ke dalam lima tahap berikut :1) Usia 0,5 – 1 tahun, masa purba kata dimana anak mengeluarkan suaranya tanpa arti, 2) Usia 1 – 1,5 tahun, masa kalimat satu kata, dimana anak yang mau menyatakan maksudnya hanya menggunakan satu kata, 3) Usia 1,5 – 2 tahun, masa mengenal nama. Anak-anak pada masa ini tidak bosan-bosannya menanyakan nama sesuatu, 4) Usia 2 – 2,5 tahun, masa menggunakan kalimat tunggal. Maksudnya anak-anak pada waktu ini sudah pandai menggunakan kalimat tapi ia tidak bisa menyatakan dua permasalahan dalam satu kalimat, jadi ia ungkapkan satu persatu, 5) Usia 2,5 tahun dan selanjutnya, anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk, dapat membedakan mana yang penting dan mana yang tidak.

Perkembangan bahasa, penguasaan bahasa merupakan tugas perkembangan utama pada masa kanak-kanak, yang mana struktur linguistik dan kognitif berkembang secara paralel (Feist, 2018). Masa peka untuk belajar dwibahasa terjadi pada usia sekitar 2 tahun- 10 tahun bahkan empat bahasa ( Bahasa ibu, bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan bahasa Arab) pun anak Sekolah Dasar banyak yang sanggup menggunakannya (Hockenberry ,2019). Kemampuan anak dalam berbahasa memungkinkan anak untuk dapat bersosialisasi dengan baik bersama teman sebaya di lingkungan sekolah maupun tempat tinggalnya.

Aspek Psikososial

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial (Glover,2015). Seiring dengan perkembangan sosial anak telah mengenal nilai baik dan buruk. Kelompok teman sebaya memberi hal penting dalam perkembangan anak sekolah. Melalui hubungan dengan teman sebaya anak belajar bagaimana menghadapi dominasi dan permusuhan, berhubungan dengan pemimpin dan pemegang kekuasaan serta menggali ide-ide dan lingkungan fisik (Hockenberry,2019). Pergaulan anak dengan orang tua, orang dewasa lainnya dan teman sebaya mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial anak dengan ciri-ciri antara lain pembangkang, agresi, berselisih, menggoda, persaingan, kerjasama, tingkah laku berkuasa, mementingkan diri sendiri, dan simpati (Hockenberry,2019). Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya baik keluarga, teman sebaya, orang dewasa lainnya sehingga bila lingkungan tersebut tidak kondusif (orang tua yang kasar, acuh tak acuh, sering memarahi anak) cenderung akan menghasilkan anak dengan perilaku maladjustment. Perilaku maladjusment memiliki karakteristik anak bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat egois, senang mengisolasi diri, kurang memiliki tenggang rasa, kurang memperdulikan norma dalam berperilaku. 

Peran orang tua dan guru penting sebagai lingkungan yang berperanan dalam perkembangan sosial anak, oleh sebab itu guru dan orang tua sebaiknya memberikan bimbingan dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, norma-norma kehidupan serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga menciptakan perkembangan sosial anak sekolah optimal.

 

 

Referensi:

Elizabeth B. Hurlock. (2014). Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.

Elizabeth B. Hurlock. (2015). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga

Feist, J. & Gregory J. Feist. (2018). Theories of Personality (Edisi Keenam). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Friedman.(2012). Keperawatan keluarga.Yogyakarta: Gosyen Publishing

Glover, McCormack, and Smith. (2015). Collaboration between teachers and speech and language tehrapists: Services for primary school children with speech, language and communication needs. Child Language Teaching and Therapy, Vol 31(3) 363-382.

Hockenberry, M.J & Wilson, D. (2019). Essential of Pediatric Nursing. St. Louis Missoury:

Mosby Hubel & Campell. (2014). Towards Strengthening Social and Family Relationships In Child Sexual Abuse Victims; Child Advocacy Center Based Group Treatment for Child Sexual Abuse. Journal of Child Sexual Abuse, 23:304-325.

Jankowski, W. Nicholas. (2015). Community Media, in the Informastion Age; perspective and prospect. Broadway : Hampton Press.

Sumber gambar: www.gambarkeren.pro

( DOC, PROMKES, RSMH)