Jumat, 23 September 2022 08:30 WIB

Anemia Hemolitik

Responsive image
18974
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Anemia hemolitik adalah jenis anemia yang terjadi ketika sel darah merah hancur atau mati lebih cepat dari waktu yang seharusnya. Akibatnya, tubuh Anda kekurangan sel darah merah sehat. Ketika tubuh kekurangan sel darah merah sehat, terdapat berbagai masalah kesehatan yang mungkin muncul, seperti nyeri, denyut jantung tidak teratur (aritmia), pembesaran jantung, dan gagal jantung. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen. Penderita anemia hemolitik cenderung mudah lelah karena tubuhnya tidak menerima asupan oksigen yang cukup karena sel darah merahnya kurang. Alhasil beberapa organ tubuh tidak berfungsi dengan baik.

Anemia hemolitik dapat dialami sejak lahir karena diturunkan dari orang tua atau berkembang setelah lahir. Anemia hemolitik yang tidak diturunkan dapat dipicu oleh penyakit, paparan zat kimia, atau efek samping obat-obatan. Pada beberapa kasus, anemia hemolitik dapat disembuhkan dengan mengobati penyebabnya. Akan tetapi, anemia hemolitik juga bisa berlangsung dalam jangka panjang (kronis), terutama yang disebabkan oleh faktor keturunan.

Penyebab Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik dapat diturunkan dari orang tua atau berkembang setelah lahir. Beberapa penyebab anemia hemolitik yang dipicu oleh faktor keturunan adalah :

1.      Anemia sel sabit.

2.      Sferositosis

3.      Ovalositosis

4.      Thalasemia

5.      Kekurangan enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD).

6.      Kekurangan enzim piruvat kinase akibat gangguan pada proses glikolisis.

Sedangkan kondisi selain faktor keturunan yang dapat menyebabkan anemia hemolitik antara lain :

1.      Penyakit infeksi, seperti tipes, hepatitis, infeksi virus epstein-barr, atau infeksi bakteri coli jenis tertentu.

2.      Penyakit autoimun, seperti Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA), lupus, rheumatoid arthritis, dan kolitis ulseratif.

3.      Efek samping obat-obatan, seperti Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS) dan beberapa jenis antibiotik.

4.      Penyakit kanker, terutama kanker darah.

5.      Keracunan arsenik atau keracunan timah.

6.      Gigitan ular berbisa.

7.      Transfusi darah dari orang dengan golongan darah yang berbeda.

8.      Reaksi tubuh akibat operasi transplantasi organ.

9.      Kekurangan vitamin E, khususnya pada bayi prematur.

Gejala Anemia Hemolitik

Gejala anemia hemolitik bisa ringan di awal penyakit, kemudian memburuk secara perlahan atau tiba-tiba. Gejalanya bervariasi pada setiap penderita, di antaranya :

1.      Pusing

2.      Kulit pucat

3.      Tubuh cepat lelah.

4.      Demam

5.      Urine berwarna gelap.

6.      Kulit dan bagian putih mata menguning (penyakit kuning).

7.      Perut terasa tidak nyaman akibat organ limpa dan hati membesar.

8.      Jantung berdebar

Pemeriksaan Anemia Hemolitik

Dokter akan melakukan pemeriksan fisik dan memeriksa apakah kulit pasien pucat atau menguning, serta meraba dan menekan perut pasien untuk memeriksa pembesaran organ hati atau limpa.

Bila pasien dicurigai menderita anemia hemolitik, dokter akan melakukan pemeriksaan berikut :

1.      Hitung darah lengkap, untuk menghitung jumlah sel darah dalam tubuh.

2.      Pemeriksaan bilirubin, yaitu senyawa sisa dari proses penghancuran sel darah merah, yang mengakibatkan penyakit kuning.

3.      Tes Coombs, untuk melihat kemungkinan antibodi menyerang sel darah merah.

4.      Aspirasi sumsum tulang, untuk melihat bentuk dan tingkat kematangan sel darah merah langsung dari ‘pabrik darah’.

Penanganan Anemia Hemolitik

Pengobatan anemia hemolitik tergantung pada penyebabnya, tingkat keparahan, usia dan kondisi kesehatan pasien, serta respons pasien terhadap obat. Beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan oleh dokter antara lain :

1.      Suplemen asam folat dan suplemen zat besi.

2.      Obat imunosupresan, untuk menekan sistem kekebalan tubuh agar sel darah merah tidak mudah hancur.

3.      Suntik imunoglobulin (IVIG), untuk memperkuat kekebalan tubuh pasien.

4.      Transfusi darah, untuk menambah jumlah sel darah merah (Hb) yang rendah pada tubuh pasien.

Pada kasus anemia hemolitik yang parah, dokter akan melakukan splenektomi atau bedah pengangkatan limpa. Prosedur ini biasanya dilakukan ketika pasien tidak merespons metode pengobatan di atas.

Pencegahan Anemia Hemolitik

Pencegahan anemia hemolitik tergantung pada penyebabnya. Pada pasien anemia hemolitik yang disebabkan oleh efek samping obat-obatan, pencegahannya dapat dilakukan dengan menghindari obat yang memicu penyakit ini.

Anemia hemolitik juga bisa dilakukan dengan mencegah infeksi, yaitu dengan :

1.      Menghindari kontak langsung dengan orang yang sedang terkena infeksi.

2.      Menjauhi kerumunan orang banyak jika memungkinkan.

3.      Mencuci tangan dan menggosok gigi secara rutin.

4.      Menghindari konsumsi makanan mentah atau setengah matang.

5.      Menjalani vaksinasi flu tiap tahun.

Anemia hemolitik yang disebabkan oleh faktor keturunan tidak dapat dicegah.

 

Referensi        :

Wulyo Rajabto, dkk. 2016. Profil Pasien Anemia Hemolitik Auto Imun (AHAI) dan Respon Pengobatan Pasca Terapi Kortikosteroid di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo. Jurnal Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.

Barcellini, W., & Fattizzo, B. 2020. The Changing Landscape of Autoimmune Hemolytic Anemia. Frontiers in Immunology, 11(946), pp. 1-12.

Michalak, S., et al. 2020. Autoimmune Hemolytic Anemia: Current Knowledge and Perspectives. Immunity & Ageing, 17(38), pp. 1-16.

National Institute of Health. 2022. National Heart, Lung, and Blood Institute. Hemolytic Anemia.

National Institute of Health. 2021. Medline Plus. Drug-Induced Hemolytic Anemia.

Johns Hopkins Medicine. 2022. Conditions and Diseases. Hemolytic Anemia.

Kahn, A. Healthline. 2019. Hemolytic Anemia : What It Is and How to Treat It