Kamis, 22 September 2022 09:27 WIB

Barret’s Oesophagus

Responsive image
3969
dr. Ni Putu Ekawati, M.Repro, Sp.PA dan dr. Tanaka - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah

Apa  Barrett’s oesophagus (BE)?

Barrett’s oesophagus  merupakan suatu kondisi yang mengenai esofagus bagian bawah yang didasari oleh perubahan sel epitel skuamous esofagus menjadi epitel kolumnar intestinal. Menurut American Gastroenterological Association, BE adalah perpindahan squamocolumnar junction (SCJ) ke arah proksimal dari gastroesophageal junction (GEJ) disertai dengan adanya metaplasia intestinal.

Mengapa Barrett’s oesophagus (BE) menjadi penting untuk diketahui?

Barrett’s oesophagus  meningkatkan  resiko keganasan pada esofagus, dan juga merupakan lesi pra kanker dari kanker esofagus.

Apa saja yang menjadi faktor risiko seseorang mengalami Barrett’s oesophagus (BE)?

  • Usia: cenderung meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, umumnya ditemukan pada usia di atas 50 tahun.
  • Jenis kelamin. Potensi laki-laki untuk mengalami BE lebih besar dibandingkan perempuan.
  • Etnik: BE dengan segmen panjang (≥3 cm) lebih dominan ditemukan pada negara Barat, dan pada kelompok Asia lebih sering dijumpai BE dengan segmen pendek (<3 cm).
  • Riwayat GERD: GERD merupakan faktor risiko utama terjadinya BE, khususnya yang mengalami GERD sejak usia muda. Refluks terjadi ketika cincin otot esofagus bagian bawah terbuka secara spontan beberapa kali dan tidak menutup seluruhnya, sehingga cairan lambung terdorong mencapai esofagus dan merusak mukosa esofagus.
  • Merokok: Merokok meningkatkan risiko terkena BE sebanyak >50%. Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat merelaksasikan cincin otot esofagus bagian bawah yang berdekatan dengan lambung sehingga asam lambung dapat mencapai bagian esofagus dan menimbulkan sensasi heart burn.

Bagaimana gejala Barrett’s oesophagus (BE)?

Pasien yang menderita BE umumnya tidak mengeluhkan  gejala yang khas. Pasien umumnya mengeluhkan adanya gejala GERD berupa heartburn (rasa panas pada bagian belakang tulang dada, regurgitasi (sensasi refluks berupa kembalinya makanan dari lambung ke dalam rongga mulut atau hipofaring), disfagia (gangguan menelan), muntah darah maupun BAB berdarah.

Apakah semua pasien dengan Barrett’s oesophagus (BE) akan menderita kanker esofagus?

Tidak semua. Diperkirakan sebanyak 0,3% pasien BE per tahun  berkembang menjadi kanker esofagus. Namun tingkat perkembangan menjadi lebih tinggi pada pasien dengan segmen panjang BE dan BE tipe displastik.

Bagaimana prevalensi Barrett’s oesophagus (BE)?

Dikarenakan pada umumnya pasien dengan BE tidak menunjukkan adanya gejala, maka untuk mengestimasi besaran prevalensi pada kasus ini sulit dilakukan. Pada umumnya BE ditemukan secara tidak sengaja pada saat dilakukan pemeriksaan endoskopi ataupun ditemukan pada kondisi lanjutan dari BE yakni adanya keganasan esofagus.

Diperkirakan kurang dari 2% populasi menderita BE. Sekitar 5-15% pasien dengan GERD berkembang menjadi  BE, dan sekitar 0,5% BE berkembang menjadi adenokarsinoma (kanker esofagus) per tahunnya.

Perlukah setiap orang melakukan endoskopi agar dapat mengetahui ada tidaknya Barrett’s oesophagus (BE)?

British Society of Gastroenterology, tahun 2014, merekomendasikan skrining endoskopi pada pasien dengan gejala GERD kronis (di atas 5 tahun) dan beberapa faktor risiko untuk BE (setidaknya  terdapat tiga dari faktor risiko berikut yaitu usia 50 tahun atau lebih, latar belakang Kaukasia, jenis kelamin laki-laki, dan kegemukan).

Apa yang harus dilakukan pasien agar terhindar dari GERD, Barrett’s oesophagus (BE) maupun memburuknya kondisi pasien ke arah keganasan?

Selain dengan melakukan pengobatan (salah satunya menekan asam lambung), maka dapat dilakukan perubahan gaya hidup berupa:

  • menurunkan berat badan
  • mengubah posisi tidur dengan cara meninggikan bagian kepala
  • menghindari rokok
  • menghindari makanan yang dapat memicu refluks yaitu makanan berlemak, makanan pedas, lemon, saos tomat, minuman berkarbonasi, kopi, coklat, alkohol.
  • menghindari porsi makanan yang terlalu besar (membagi porsi makanan)
  • menghindari konsumsi makanan 3 jam menjelang tidur
  • menghindari penggunaan obat tertentu yang dapat memperberat gejala refluks (obat penenang, narkotika, obat anti peradangan non steroid, jamu, dan sebagainya).

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Mansour, N. M., El-Serag, H. B. & Anandasabapathy, S. 2017. Barrett's esophagus: best practices for treatment and post-treatment surveillance. Ann Cardiothorac Surg, 6, 75-87.

Miftahussurur, M., Nusi, I. A., Setiawan, P. B., Purbayu, H., Sugihartono, T., Maimunah, U., Kholili, U., Widodo, B., Thamrin, H. & Vidyani, A. 2018. Management for a Patient with Barret’s Esophagus: A Case Report.  Proceedings of Surabaya International Physiology Seminar (SIPS 2017), 2018 Surabaya. publica, 438-445.

Mustika, S. & Nugraha, B. E. 2019. Barrett’s Esophagus. The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy, 20, 97-103.

Rustiasari, U. J. & Dr, H. 2017. Histopathological Diagnostic Criteria of Barrett Esophagus and Its Association with Endoscopy Findings. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, 8, 45-57.

Tarigan, R. C. & Pratomo, B. 2019. Analisis Faktor Risiko Gastroesofageal Refluks di RSUD Saiful Anwar Malang. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia 6, 78-81.

Weusten, B., Bisschops, R., Coron, E., Dinis-Ribeiro, M., Dumonceau, J. M., Esteban, J. M., Hassan, C., Pech, O., Repici, A., Bergman, J. & Di Pietro, M. 2017. Endoscopic management of Barrett's esophagus: European Society of Gastrointestinal Endoscopy (ESGE) Position Statement. Endoscopy, 49, 191-198.

Whiteman, D. C. & Kendall, B. J. 2016. Barrett's oesophagus: epidemiology, diagnosis and clinical management. Med J Aust, 205, 317-24.