Kamis, 15 September 2022 15:09 WIB

Efek Jangka Panjang Hipertensi Selama Kehamilan

Responsive image
24358
dr. Aditya Angela Adam, M.Biomed - RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta

Hipertensi pada kehamilan adalah kondisi dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastolic diatas 90 mmHg. Terdapat beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan. Yang pertama adalah hipertensi gestasional. Hipertensi ini adalah tipe yang paling ringan, biasanya muncul setelah usia kehamilan 20 minggu, tanpa ditemukan adanya protein pada urin. Yang kedua adalah preeklampsia. Preeklampsia adalah bentuk hipertensi kehamilan yang lebih berat daripada hipertensi gestasional. Preeklampsia ditandai dengan tekanan darah yang tinggi disertai adanya protein pada pemeriksaan urin. Preeklampsia dikelompokkan menjadi preeklampsia ringan dan berat, tergantung pada tekanan darah sistolik dan diastoliknya. Yang ketiga adalah eclampsia. Eklampsia adalah tipe hipertensi dalam kehamilan yang paling berat. Eklampsia ditandai dengan adanya hipertensi, protein pada pemeriksaan urin, dan disertai adanya kejang. Dan yang keempat adalah hipertensi kronis yang diperberat dengan kehamilan. Tipe ini biasanya ditemukan pada ibu hamil dengan riwayat tekanan darah tinggi sebelum kehamilan.

Insiden hipertensi pada kehamilan cukup sering terjadi. Lima sampai sepuluh dari seratus ibu hamil mengalami komplikasi hipertensi. Salah satu bentuk hipertensi kehamilan yang dianggap paling ringan adalah hipertensi gestasional. Hipertensi ini muncul pada usia kehamilan diatas 20 minggu, dan biasanya akan menghilang setelah persalinan. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko ibu hamil terkena hipertensi adalah overweight, obesitas, dan diabetes melitus.

Belakangan diketahui, bahwa hipertensi gestasional meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular di masa yang akan datang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Riise dkk pada tahun 2017, ibu hamil yang mengalami hipertensi selama kehamilan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskular di masa yang akan datang, seperti penyakit jantung koroner dan gagal jantung. Insiden penyakit kardiovaskular inni ditemukan lebih berat pada pasien dengan hipertensi gestasional pada kehamilan kedua, dibandingkan pada kehamilan pertama. Bila insiden penyakit kardiovaskular di masa depan dibandingkan antara pasien hipertensi gestasional dan preeklampsia, maka didapatkan insiden yang lebih tinggi pada ibu hamil dengan preeklampsia.

Bila ditemukan kondisi hipertensi pada ibu hamil, maka diperlukan pemeriksaan urin untuk mencari apakah terdapat kebocoran protein. Bila tidak ditemukan protein pada urin, maka ibu hamil disarankan mengkonsumsi obat antihipertensi selama kehamilan, dan lebih sering memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Namun bila ditemukan protein pada urin, maka terapi antihipertensi yang diberikan harus lebih maksimal. Ibu hamil juga harus mewaspadai tanda awal dari kondisi eclampsia, yaitu nyeri kepala, pandangan kabur, dan nyeri ulu hati. Bila ibu hamil dengan hipertensi mengalami hal ini, maka harus segera memeriksakan diri ke UGD rumah sakit agar bisa mendapatkan tatalaksana secara optimal. Ibu hamil dengan preeklampsia berat maupun eclampsia mempunyai risiko yang besar untuk mengalami kematian ibu dan juga janin. Oleh karena itu, ibu hamil yang mengalami tanda awal eclampsia, atau sudah mengalami kejang, harus menghentikan kehamilan dengan cara operasi sesar. 

Setelah persalinan, walaupun sudah mencapai tekanan darah yang normal, ibu dengan riwayat hipertensi dalam kehamilan harus rutin memeriksakan tekanan darahnya, minimal 1 kali setahun. Kontrol rutin diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan dapat mendeteksi dini hipertensi sebelum terjadi beragam komplikasi. Dengan demikian dapat mencegah penyakit kardiovaskular di masa yang akan datang.      

Selain itu, anak yang lahir dari ibu yang mengalami hipertensi dalam kehamilan mempunyai peningkatan risiko untuk mengalami penyakit kardiovaskular dalam 10 tahun pertama kehidupan. Hal ini terutama bila ibu juga mempunyai riwayat penyakit kardiovaskular atau diabetes melitus. Terapi hipertensi dalam kehamilan yang lebih dini dan efektif, terutama pada awal fase kehamilan, dapat memperbaiki kesehatan kardiovaskular anak. Dengan demikian dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular pada generasi selanjutnya.

 

Referensi:

Riise et al. Association Between Gestational Hypertension and Risk of Cardiovascular Disease Among 617 589 Norwegian Women. J Am Heart Assoc. 2018;7:e008337. DOI: 10.1161/ JAHA.117.008337

Lo et al. Future Cardiovascular Disease Risk for Women with Gestational Hypertension: A Systematic Review and Meta-Analysis. J Am Heart Assoc. 2020;9:e013991. DOI: 10.1161/JAHA.119.013991.

Huang C, Li J, Qin G, Liew Z, Hu J, La´szlo´ KD, et al. (2021) Maternal hypertensive disorder of pregnancy and offspring early-onset cardiovascular disease in childhood, adolescence, and young adulthood: A national population-based cohort study. PLoS Med 18(9): e1003805. https://doi.org/10.1371/journal.pmed.1003805

Center for Disease Control and Prevention. High blood pressure during pregnancy. https://www.cdc.gov/bloodpressure/pregnancy.htm. Diakses pada 23 Juni 2022. Jam 11:44 WIB.

Sumber gambar: https://www.cdc.gov/bloodpressure/pregnancy.htm