Selasa, 13 September 2022 15:03 WIB

Efek Stigma Masyarakat terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa

Responsive image
5393
Ns. Frediana Pegia Hartanti, S.Kep - RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Penderita gangguan jiwa masih mendapat stigma yang sangat kuat di tengah masyarakat ketika mereka pulang dari rumah sakit. Stigma merupakan label negative yang melekat pada seseoang yang diberikan oleh masyarakat  Stigma yang kuat ini dapat memperparah gangguan jiwa yang dialami, serta menghambat penyembuhan klien gangguan jiwa. Pada pasien gangguan jiwa berat (skizofrenia) sulit sembuh dalam satu kali perawatan, dibutuhkan proses yang panjang dalam tahapan penyembuhan. Oleh sebab itu dibutuhkan pendampingan yang berkelanjutan sampai pasien benar-benar sembuh dan mampu bersosialisasi dengan orang lain secara normal.

Menurut Agusno (2011) permasalahan pada kesehatan mental berasal dari tiga inti pokok. Pertama adalah pemahaman masyarakat yang kurang mengenai gangguan jiwa, kedua adalah stigma mengenai gangguan jiwa yang berkembang di masyarakat dan terakhir tidak meratanya pelayanan kesehatan mental. Mestdagh dan Hansen (2013) menyatakan masyarakat yang memiliki stigma negatif terhadap klien gangguan jiwa cenderung menghindari dan tidak mau memberikan bantuan terhadap orang yang  menderita gangguan jiwa seh hingga mempersulit dalam proses penyembuhan.

Stigma yang terus tumbuh di masyarakat dapat merugikan dan memperburuk bagi yang terkena label sosial ini. Girma dkk (2013) mengatakan individu yang terkena stigma di masyarakat sulit untuk berinteraksi sosial bahkan dalam kasus terburuk dapat menyebabkan individu melakukan tindakan bunuh diri. Selain itu penolakan untuk mencari pengobatan, penurunan kualitas hidup, kesempatan kerja yang lebih sedikit, penurunan peluang untuk mendapatkan pemukiman, penurunan kualitas dalam perawatan kesehatan, dan penurunan harga diri (Covarrubias & Han, 2011).

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Mestdagh (2013) stigma tidak hanya berdampak pada klien gangguan jiwa, pada masyarakat yang ada sekitar pun ikut terkena, mereka merasa ketakutan kalau ada klien gangguan jiwa di lingkungan masyarakatnya karena mereka berpikir klien gangguan jiwa suka mengamuk dan mencelakai orang lain. Semua itu merupakan konsekuensi dari  stigma gangguan jiwa.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Mestdagh (2013) mengatakan masih banyak pasien yang mengalami perlakuan diskriminasi meskipun mereka sudah dalam perawatan kesehatan mental berbasis komunitas. Hal ini ditunjang juga dengan penelitian yang dilakukan Muhlisin (2015) yang mengatakan pasien yang kembali ke masyarakat setelah dinyatakan sembuh tidak mendapatkan dukungan dari rekan-rekan, keluarga dan lingkungan masyarakat, karena mereka beranggapan takut penyakitnya kambuh lagi. Pratiwi dan Nurlaily (2010) menambahkan keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita penyakit mental, mereka tidak dilibatkan dalam masalah keluarga, mereka dikurung dan dirantai saat kambuh atau mengamuk.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Mestdagh (2013) mengatakan masih banyak pasien yang mengalami perlakuan diskriminasi meskipun mereka sudah dalam perawatan kesehatan mental berbasis komunitas. Hal ini ditunjang juga dengan penelitian yang dilakukan Muhlisin (2015) yang mengatakan pasien yang kembali ke masyarakat setelah dinyatakan sembuh tidak mendapatkan dukungan dari rekan-rekan, keluarga dan lingkungan masyarakat, karena mereka beranggapan takut penyakitnya kambuh lagi. Pratiwi dan Nurlaily (2010) menambahkan keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita penyakit mental, mereka tidak dilibatkan dalam masalah keluarga, mereka dikurung dan dirantai saat kambuh atau mengamuk.

Referensi:

Agusno, M. (2011). Global – National Mental Health & Psychosocial Problem & Mental Health Policy. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Covarrubias, I., and Han, M. (2011). Mental health stigma about serious mental illness among msw students: social contact and attitude: Literatur review. Socia/Work  Volume  56, Number 4     October aorr. Di unduh pada tanggal 11 April 2022 di https://search.proquest.com/docview/92 2422352/fulltextPDF/BF300E4386374 C26PQ/11?accountid=48290.

Mestdagh, A,. and Hansen, B. (2013). Stigma in patients with schizophrenia receiving community mental health care: a review of qualitative studies. Soc Psychiatry Psychiatr Epidemiol (2014) 49:79–87. Di unduh pada tanggal 11 April  2022 di https://search.proquest.com/docview/14 73699469/BF300E4386374C26PQ/1? accountid=48290

Girma, E., Tesfaye, M., Froeschl, G., Moller Leimkuhler, A. M., Muller, N., Dehning, S. (2013). Public stigma against people with mental illness in the gilgel gibe field research center (ggfrc) in southwest ethiopia: Literatur riview. PLoS ONE 8(12): e82116. doi:10.1371/journal.pone. 0082116. Di unduh pada tanggal 11 April 2022 di https://search.proquest.com/docview/14 64982544/fulltextPDF/BF300E438637