Senin, 12 September 2022 13:51 WIB

Pendongeng yang Baik untuk Anak

Responsive image
1229
Nyimas Sri Wahyuni, M.Kep,SP,Kep.A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Dalam bercerita, harus ada partisipasi dua pihak secara bersama-sama. Jika salah satu pihak tidak hadir, proses mendongeng tidak bisa berjalan sendiri. Dalam proses bercerita, pendongeng dan penonton harus berinteraksi. Mendongeng tidak dapat terjadi jika pendongeng tidak memperhatikan audiensnya. Untuk membantu proses penceritaan dalam mencapai pesan atau nilai yang disampaikan melalui penceritaan, perlu dibangun hubungan yang baik antara narator dan penonton. Seorang pendongeng harus mampu mengajak pendengarnya untuk melihat sebuah dongeng. Bagian berikut menjelaskan pemangku kepentingan dalam proses mendongeng, yaitu:

Pendongeng

Dalam proses bercerita, aktor utama yang menjadi pusat perhatian anak tentunya adalah narator. Ketika dia menceritakan sebuah cerita, naratorlah yang memainkan karakter yang dia ceritakan. Mereka yang secara khusus mendongeng atau mendongeng kepada anak-anak yang kemudian mengembangkan keterampilan mendongeng profesional disebut pendongeng atau pendongeng (Hasananh,2019). Maharani (2017) menyebutkan bahwa ada tiga istilah yang ia gunakan untuk menyebut profesi pendongeng, yaitu pendongeng profesional atau professional storyteller, librarian narator atau librarian narator dan storyteller. teacher atau guru pendongeng. Namun, sering kita jumpai anak sebagai pendongeng atau anak sebagai pendongeng (Patimah,2015). Namun

Bagi anak-anak, menjadi pendongeng bukanlah pekerjaan tetapi sarana untuk menyampaikan bakat mereka dan kemampuan untuk bercerita dan mendongeng adalah media. Menurut Hasanah (2019), untuk menjadi pendongeng yang baik diperlukan beberapa kriteria, antara lain:

1) Pendongeng harus memiliki plot yang baik. Sebagian besar cerita yang diceritakan oleh seorang pendongeng berakar pada buku. Tidak semua cerita siap untuk diceritakan kepada anak-anak. Seringkali cerita dalam buku terlalu banyak dan dengan demikian bisa membosankan bagi anak-anak jika disampaikan secara lisan. Kisah-kisah ini masih membutuhkan lebih banyak kemasan.

2) Pendongeng harus menyukai dan menikmati cerita dan penyampaiannya. Anak-anak sering dapat melihat ini dari narator.

3) Menceritakan cerita yang baik harus tentang isi cerita dan cara bercerita. Isi cerita yang baik harus bersifat mendidik atau bermoral. Pesan moral tidak harus disampaikan langsung melalui ekspresi, wajah, sikap, dan suara anak yang baik. Cerita tidak selalu diisi dengan pesan moral. Ada dongeng hanya untuk menyenangkan anak-anak.

4) Selain itu, untuk dapat bercerita dengan teknik yang baik, perlu juga menjalin hubungan dengan anak. Seperti ikatan batin antara seorang anak dengan seorang ibu, sudah pasti seorang anak akan merasa senang mengetahui bahwa ibunya ada di dekatnya. Hubungan batin ini dapat dicapai dengan bersikap baik kepada anak-anak. Buktikan bahwa kita puas dengan mereka. Tidak perlu ditunjukkan, cukup tunjukkan dan rasakan. Jika koneksi terjalin dan anak merasa puas dengan narator, hasilnya akan mendengarkan apa pun yang dikomunikasikan.

5) Faktanya, bahkan pendongeng profesional saat ini sangat memperhatikan kebutuhan dan keinginan audiens mereka. Bukan hal yang aneh bagi pendongeng untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman. Seorang pendongeng juga harus memahami perkembangan anak berdasarkan kejadian saat ini. Saat bercerita, narator harus bisa beradaptasi dengan anak.

6) Menjadi bagian dari penonton dan menghidupkan cerita adalah panggilan yang harus dimiliki seorang pendongeng. Semuanya akan lebih lengkap jika dipupuk dengan kreativitas yang lebih.

 

Referensi:

Hasannah, Rani. (2019). Efektifitas metode mendongeng dalam meningkatkan kemampuan literasi dini anak prasekolah. Psikoborneo. 3:13

Maharani, Dina. (2017). Minat baca anak – anak di Kampoeng Baca Kabupaten Jember. Jurnal Review Pendidikan Dasar. 1: 320-328

Patimah. (2015). Efektifitas metode pembelajaran dongen dalam meningkatkan kemampuan literasi anak pada jenjang usia sekolah dasar. Jurnal Pendidikan Guru. 2:2

Sumber gambar: pikiran-rakyat.com

( DOC, Promkes, RSMH)