Rabu, 31 Agustus 2022 16:54 WIB

Mengenal Distonia

Responsive image
15527
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Distonia adalah kondisi yang terjadi ketika otot-otot tubuh berkontraksi secara tidak terkontrol sehingga menyebabkan tubuh bergerak sendiri tanpa sadar. Distonia dapat berefek pada satu otot, satu grup otot, atau otot seluruh tubuh. Orang yang mengalami distonia biasanya melakukan gerakan berulang secara lambat, gerakan memutar, atau memiliki postur yang abnormal. Kondisi ini sering kali menimbulkan rasa sakit dan terkadang disertai tremor juga gejala gangguan saraf lainnya. Tidak ada pengobatan spesifik untuk dystonia, oleh karena itu, penderita distonia bisa mengalaminya seumur hidup. Meski begitu, terdapat pengobatan untuk mengendalikan berbagai gejala distonia. Dystonia atau distonia merupakan penyakit yang sangat jarang terjadi. Kondisi ini dialami oleh 1% populasi di seluruh dunia, dengan jumlah penderita wanita lebih banyak daripada pria.

Jenis Dystonia

Berdasarkan wilayah tubuh yang terkena, distonia dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu :

1.      Generalized dystonia (distonia umum), yang memengaruhi sebagian besar atau seluruh bagian tubuh

2.      Focal dystonia (distonia fokal), yang memengaruhi bagian tubuh tertentu

3.      Multifocal dystonia (distonia multifokal), yang melibatkan dua atau lebih bagian tubuh dengan letak berjauhan

4.      Segmental dystonia (distonia segmental), yang melibatkan dua atau lebih bagian tubuh yang berdekatan

5.      Hemidystonia (hemidistonia), yang melibatkan lengan dan kaki pada satu sisi tubuh 

Penyebab Dystonia

Penyebab dystonia masih belum diketahui. Namun, kondisi ini diduga terkait dengan perubahan atau gangguan pada sel saraf otak.

Distonia juga bisa disebabkan penyakit lain, seperti :

1.      Penyakit Parkinson

2.      Penyakit Huntington

3.      Penyakit Wilson

4.      Cedera otak akibat benturan atau kecelakaan.

5.      Cedera otak pada bayi akibat proses persalinan.

6.      Keracunan gas karbonmonoksida atau logam berat.

7.      Tumor otak

8.      Infeksi, seperti ensefalitis.

9.      Stroke

10.   Reaksi obat tertentu, seperti obat antipsikotik atau antimual.

11.   Kelainan genetik

Gejala Dystonia

Gejala dystonia dapat dimulai dari leher, lengan atau wajah. Gejala tersebut akan makin memburuk seiring waktu, dan bisa diperparah oleh kelelahan, stres, atau cemas. Bagian tubuh yang dapat terkena distonia antara lain :

1.      Kepala dan leher

Penderita dapat melakukan gerakan memutar atau gerakan acak seperti ke depan, ke belakang, atau ke samping kanan dan kiri. Gerakan abnormal di kepala biasanya disertai rasa sakit.

2.      Kelopak mata

Distonia bisa menyebabkan kelopak mata berkedip lebih cepat atau menutup erat tanpa disengaja (blefarospasme). Kedipan ini tidak disertai sakit, tetapi akan makin sering terjadi ketika mengalami stres, berinteraksi dengan orang, atau berada di ruangan dengan cahaya terang.

3.      Rahang atau lidah

Distonia pada rahang atau lidah dapat menyebabkan bicara menjadi cadel atau malah sulit berbicara. Penderita juga bisa mengeluarkan air liur, serta sulit mengunyah atau menelan.

4.      Pita suara

Pita suara yang terkena distonia akan mengubah suara menjadi keras atau pelan berbisik.

5.      Tangan

Beberapa jenis distonia terjadi ketika tangan melakukan aktivitas berulang, misalnya saat menulis atau memainkan alat musik.

Pemeriksaan Dystonia

Dokter akan mengajukan pertanyaan terkait gejala yang dirasakan dan riwayat distonia pada keluarga. Setelah itu, pasien akan disarankan untuk menjalani berbagai pemeriksaan berikut :

1.      Tes darah dan urine, untuk mendeteksi infeksi atau zat beracun di dalam tubuh pasien, serta untuk menilai fungsi organ tubuh secara menyeluruh.

2.      Pemindaian, seperti MRI otak, untuk memeriksa kelainan di otak, seperti stroke atau tumor.

3.      Electromyography (EMG), untuk menilai aktivitas listrik di dalam otot.

4.      Tes genetik, untuk mendeteksi kelainan genetik yang berhubungan dengan distonia, misalnya penyakit Huntington.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, dokter akan menentukan jenis dystonia yang dialami dan metode pengobatan yang tepat.

Penanganan Dystonia

Hingga saat ini belum diketahui pengobatan yang dapat menyembuhkan distonia. Namun, ada beberapa pengobatan untuk mengurangi frekuensi kemunculan gejala dan tingkat keparahannya, yaitu :

1.      Obat-obatan

Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk memengaruhi sinyal di otak, misalnya obat antikolinergik.

2.      Fisioterapi

Dokter dapat menyarankan pasien untuk menjalani fisioterapi, untuk melatih kembali otot yang terkena.

3.      Operasi

Operasi dilakukan bila pengobatan lain tidak berhasil. Operasi bertujuan untuk merangsang otak dengan arus listrik (deep brain stimulation), atau memotong saraf otot yang terkena (selective denervation and surgery).

4.      Suntik botox (botulinum toxin)

Obat ini akan langsung disuntikkan pada area tubuh yang terkena distonia dan perlu diulang setiap 3 bulan. Penting untuk diingat, penyuntikkan harus dalam pengawasan dokter.

 

Referensi :

Puspita Olivia Chandra. 2013. Gambaran Coping Stress pada Penderita Dystonia di Jakarta. Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Esaunggul Jakarta.

Grütz, K., & Klein, C. 2021. Dystonia Updates : Definition, Nomenclature, Clinical Classification, and Etiology. Journal of Neural Transmission, 128, 395-404.

Albanese, A., Di Giovanni, M., & Lalli, S. 2019. Dystonia : Diagnosis and Management. European Journal of Neurology, 26, 5-17.

National Health Service UK. 2021. Health A to Z. Dystonia.

National Institute of Health. 2018. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Dystonia Fact Sheet.

Cleveland Clinic. 2019. Disease and Conditions. Dystonia.

Mayo Clinic. 2020. Diseases and Conditions. Dystonia.

Harding, M. Patient. 2018. Dystonia.