Rabu, 31 Agustus 2022 16:32 WIB

Menjaga Kesehatan Mental Anak di Lingkungan Keluarga dan Sekolah

Responsive image
5966
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Kesehatan mental merupakan suatu isu yang menjadi perhatian bagi masyarakat dewasa ini. Fenomena demikian berkaitan dengan adanya modernisasi ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan berbagai masalah psikologis dan sosial di lingkungan sekolah dan keluarga.

Kesehatan mental di sekolah menjadi isu baru. Di negara maju seperti Amerika Serikat diperkirakan pertahunnya 20 - 25% anak dan remaja mengalami masalah kesehatan mental, dan 40% di antaranya memenuhi kriteria diagnostik untuk berbagai jenis gangguan mental belum termasuk anak dan remaja yang berisiko dan belum terdiagnosa namun kondisinya mempengaruhi keberfungsian dan well-being (kesejahteraan) sehari-hari.

Dalam sebuah penelitian epidemiologi di AS menunjukkan 1 dari 10 anak  menunjukkan gejala depresi sebelum usia 14 tahun, dan 20% anak usia 16-17 tahun mengalami gangguan cemas, mood, dan gangguan perilaku serta penggunaan zat-zat terlarang (adiktif).

Sebagian besar gangguan mental dimulai pada masa remaja dan awal masa dewasa (10 sampai dengan 24 tahun) dan kesehatan mental yang buruk berkaitan dengan hasil pendidikan, kesehatan, dan sosial yang negatif. Sehingga sekolah adalah sebuah signifikan konteks untuk promosi positif kesehatan mental dan pencegahan masalah kesehatan mental. Selanjutnya, menurut sebuah bahwa penyebab timbulnya berbagai masalah kesehatan mental yaitu perubahan berbagai segi kehidupan yang tidak dapat diterima oleh individu. Selain itu kebermaknaan hidup dan tingkat religiusitas individu juga mempengaruhi kondisi kesehatan mental yang dialami oleh individu tersebut.

Kesehatan mental menjadi kajian yang perlu diperhatikan keterkaitan dengan permasalahan yang dialami oleh anak-anak, remaja, orang dewasa, dan lansia akhir-akhir ini. Kesehatan mental meliputi 3 (tiga) komponen yaitu : pikiran, emosional, dan spiritual. Anak-anak yang memiliki kesehatan mental yang baik dicirikan mampu membangun dan mengembangkan resiliensi (daya tahan) dalam menghadapi tekanan dalam hidup. Kemampuan resiliensi ini perlu dikembangkan melalui kehidupan keluarga dan lingkungan sekolah.

Keluarga merupakan suatu sistem sosial untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. Sebagai suatu sistem sosial, kelompok-kelompok keluarga memenuhi kebutuhan para anggotanya dengan memberikan kenyamanan, keselamatan, kesejahteraan ekonomi, material, kesejahteraan psikologis, fisik, emosional, dan kebutuhan-kebutuhan spiritual.

Keluarga menjadi tempat berlindung, memberikan rasa kenyamanan dan memberikan kasih sayang. Dalam keluarga terjadi komunikasi dua arah (suami istri) dan komunikasi segala arah bagi semua anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang berfungsi mengarahkan, membina, memberi perhatian dan kasih sayang kepada semua anggota. Apabila fungsi keluarga di atas tidak berjalan maka timbulnya berbagai permasalahan kesehatan mental yang dialami oleh seluruh anggota keluarga di dalam rumah tersebut baik itu, anak-anak, dan kedua orangtuanya.

Sebagaimana ditemukan dalam kajian bahwa salah satu fenomena kesehatan mental yang terjadi dimasyarakat yaitu depresi. Selanjutnya dikalangan anak-anak ditemukan bahwa permainan digital atau online menimbulkan masalah kesehatan mental bagi anak-anak di zaman sekarang dan bahkan mengarah pada kondisi mental illness. Selain itu, kondisi-kondisi setelah bencana alam yang terjadi juga menyumbang banyak permasalahan kondisi ketidaksehatan secara mental dan bahkan mental illness yang mempengaruhi psychological well-being individu.

Fenomena kesehatan mental yang terjadi di lingkungan sekolah berupa adanya kondisi stres akademik yang dialami siswa. Hubungan sosial yang tidak baik di sekolah juga menyumbang ketidaksehatan mental bagi siswa. Sebagaimana dalam penelitian dijelaskan bahwa adanya kondisi depresi yang dialami siswa di lingkungan sekolah akibat perilaku antisosial. Adapun juga ditemukan sebanyak 20% remaja pernah mengalami masalah kesehatan. Selanjutnya juga ditemukan bahwa adanya ketidakproduktifan belajar akibat individu mengalami masalah psikologis di lingkungan pendidikan. Berdasarkan hal demikian, perlu dilakukan untuk mengembangkan kesehatan mental di sekolah agar peserta didik aktif dan berprestasi dalam belajar, memiliki hubungan sosial yang baik, mampu untuk merencanakan arah karier dan membuat keputusan arah karier.

Selain itu, kesehatan mental juga hal yang penting diperhatikan di lingkungan masyarakat. Masyarakat yang secara psikologis memiliki kesehatan mental yang baik akan membawa perubahan yang signifikan dan meningkatkan produktivitas lingkungan masyarakat tersebut. Pembangunan masyarakat yang memiliki kesehatan mental yang baik perlu dukungan dari berbagai pihak baik itu keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah serta stakeholder di lingkungan tersebut.

Tentunya dalam hal ini kita ketahui beberapa fungsi keluarga, mencakup a) Keluarga adalah sistem sosial untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Adapun pemenuhan kebutuhan anggota keluarga yang dirasa perlu untuk dipenuhi merupakan bentuk tanggung jawab atas keluarga yang dibangunnya. b) Keluarga menyediakan lingkungan yang cocok bagi reproduksi dan pengasuhan anak-anak. Hal ini dikarenakan anak tidak mampu untuk mengasuh dirinya sendiri dan memenuhi kebutuhan hidup, tanpa bantuan orang tuanya. Layaknya sebuah keluarga kebutuhan secara umum yang harus dipenuhi antara lain yaitu : rasa aman, keselamatan, dan pangan. c) Keluarga memberikan kesempatan untuk berinteraksi dan komunikasi yang lebih luas kepada masyarakat di sekitarnya. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa keluarga berperan penting dalam memberikan kontribusi sosial kepada masyarakat yang lebih luas.

Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, keluarga akan mengalami permasalahan dalam keluarga yang akan merusak kekokohan keluarga yang dapat berakibat munculnya kekerasan dalam rumah tangga. Kondisi-kondisi cenderung membawa berbagai kompleksitas permasalahan kesehatan mental dalam keluarga yang berdampak pada perkembangan anak. Selain itu, adanya ketidaksehatan secara mental cenderung menimbulkan berbagai permasalahan di lingkungan keluarga seperti perselingkuhan, perceraian, hubungan yang tidak baik antara anak dan orangtuanya dan kondisi-kondisi tekanan psikologis lainnya. Pengembangan kesehatan mental di lingkungan keluarga dapat dilakukan melalui kegiatan konseling keluarga. Konseling keluarga yang dilaksanakan berorientasi pada pengentasan masalah-masalah di atas yang berpotensi untuk terjadinya ketidaksehatan secara mental.

Selain keluarga, promosi pengembangan kesehatan mental di sekolah juga produktif untuk dilaksanakan. Sekolah sebagai suatu sistem interaksi sosial suatu organisasi keseluruhan terdiri atas interaksi pribadi terkait bersama dalam suatu hubungan organik. Menurut WHO, diperkirakan gangguan mental pada anak dan remaja akan menjadi salah satu dari lima masalah yang menyebabkan disabilitas, morbiditas, atau bahkan mortalitas pada 20 tahun yang akan datang. Masalah kesehatan mental pada anak dan remaja dapat mempengaruhi keberfungsian anak dan remaja terhadap domain-domain penting dalam hidupnya saat ini dan di masa yang mendatang, seperti misalnya masalah ketidak berfungsian di sekolah atau dengan kata lain siswa tidak mengaktualisasikan dirinya di lingkungan sekolah. Adapun pengembangan kesehatan mental di lingkungan sekolah dapat dilaksanakan melalui pemberian layanan bimbingan dan konseling terhadap siswa asuh, misalnya pada layanan informasi, layanan penguasaaan konten, layanan bimbingan kelompok dan layanan konseling individual.

Secara kausalitas, apabila secara psikologis individu memiliki kesehatan mental yang baik, maka berpotensi tercapainya aktualisasi diri individu di bidang pribadi, hubungan sosial, perencanaan arah kariernya, dan pekerjaannya. Peserta didik yang sehat secara mental akan mampu untuk berprestasi di sekolahnya dan mampu menentukan arah kariernya sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Hal demikian menjadi acuan yang penting dalam membangun pendidikan yang berkualitas melalui peserta didiknya yang sehat secara mental di lingkungan keluarga dan sekolah yang sehat secara mental sehingga adanya kedamaian di lingkungan keluarga, sekolah, dan umumnya masyarakat.

Berdasarkan ulasan di atas, tentunya kita ketahui kondisi kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang adanya suatu ketenangan batin secara psikologis. Kesehatan mental menjadi hal yang terpenting dalam lingkungan keluarga dan sekolah. Individu yang memiliki kesehatan mental yang baik akan mampu untuk membentuk dan mengembangkan dirinya menjadi pribadi yang produktif. Selanjutnya, individu sebagai menjadi warga sekolah yang secara psikologis memiliki kesehatan mental yang baik akan melahirkan individu yang sejahtera secara psikologis. Sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan nasional dan melahirkan peserta didik yang berkualitas dan berprestasi.

 

Referensi :

Agustina, P. 2008. Strategi Coping pada Istri yang Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ameliola, S., & Nugraha, H. D. 2013. Perkembangan Media Informasi dan Teknologi Terhadap Anak dalam Era Globalisasi. Paper Presented at The 5th International Conference Indonesian Studies" Ethnivity Glob.

Aprilia, W. 2013. Resiliensi dan Dukungan Sosial pada Orang Tua Tunggal (Studi Kasus pada Ibu Tunggal di Samarinda). E-Journal Psikologi, 1(3), 268-279.

Bukhori, B. 2012. Hubungan Kebermaknaan Hidup dan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kesehatan Mental Narapidana (Studi Kasus Nara Pidana Kota Semarang). Jurnal Ad-Din, 4(1), 1-19.

Geldard, K., and David Geldard. 2011. Konseling Keluarga. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hapsari, D., Sari, P., & Pradono, J. 2009. Pengaruh Lingkungan Sehat, dan Perilaku Hidup Sehat Terhadap Status Kesehatan. Buletin Penelitian Kesehatan.

Iswanto, Y. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia.

Ifdil, I., & Taufik, T. 2016. Urgensi Peningkatan dan Pengembangan Resiliensi Siswa di Sumatera Barat. Pedagogi : Jurnal Ilmu Pendidikan, 12(2), 115-121.

Ihromi, T. O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Yayasan Obor Indonesia.

Kessler, R. C., Avenevoli, S., Costello, E. J., Georgiades, K., Green, J. G., Gruber, M. J. Petukhova, M. 2012. Prevalence, Persistence, and Sociodemographic Correlates of Dsm-Iv Disorders in The National Comorbidity Survey Replication Adolescent Supplement. Archives of General Psychiatry, 69(4), 372-380.

Keyes, C. L. M. 2006. Subjective Well-Being In Mental Health and Human Development Research Worldwide : An Introduction. Social Indicators Research, (77), 1-10.

Merikangas, K. R., He, J.-P., Burstein, M., Swanson, S. A., Avenevoli, S., Cui, L. Swendsen, J. 2010. Lifetime Prevalence of Mental Disorders in Us Adolescents : Results from The National Comorbidity Survey Replication-Adolescent Supplement (Ncs-A). Journal of The American Academy of Child & Adolescent Psychiatry, 49(10), 980-989.

Nastasi, B. K., Moore, R. B., & Varjas, K. M. 2004. School-Based Mental Health Services : Creating Comprehensive and Culturally Specific Programs. Washington, Dc : American  Psychological Association.

Nielsen, L., Shaw, T., Meilstrup, C., Koushede, V., Bendtsen, P., Rasmussen, M. Cross, D. 2017. School Transition and Mental Health among Adolescents : a Comparative Study of School Systems In Denmark and Australia. International Journal of Educational Research, 83, 65-74.

Nur, H. 2013. Membangun Karakter Anak Melalui Permainan Anak Tradisional. Jurnal Pendidikan Karakter (1).

Nursalam, D. K., & Dian, N. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV. Jakarta : Salemba Medika.

Sommer, M., Ness, O., & Borg, M. 2018. Helpful Support to Promote Participation In School And Work : Subjective Experiences of People with Mental Health Problems a Literature Review. Social Work in Mental Health, 16(3), 346-366.

Suneki, S. 2012. Dampak Globalisasi Terhadap Eksistensi Budaya Daerah. Civis.

Waluya, B. 2007. Sosiologi : Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. PT. Grafindo Media Pratama.

Willis, S. S. 2013. Konseling Keluarga (Family Counseling) : Suatu Upaya Membantu Anggota Keluarga Memecahkan Masalah Komunikasi di Dalam Sistem Keluarga. Alfabeta : Bandung.