Jumat, 26 Agustus 2022 14:23 WIB

Buta Warna

Responsive image
6006
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Mata menjadi indera yang paling penting karena hampir 80% informasi dari dunia luar diperoleh melalui penglihatan. Proses penglihatan meliputi tajam penglihatan, sensitivitas cahaya, sensitivitas kontras, deteksi terhadap gerakan, persepsi, dan kontras warna serta lapang pandang. Adanya gangguan penglihatan dapat mengakibatkan efek yang mendalam terhadap kualitas hidup. Salah satu gangguan penglihatan yang dapat terjadi adalah buta warna. Buta warna juga disebut Colour Vision Deficiency (CVD) yang merupakan ketidakmampuan mata dalam membedakan warna tertentu yang disebabkan kelainan genetic / penyakit keturunan yang terpaut kromosom X, yang diturunkan secara herediter dari orang tua ke anak, pola penuruan ini ditunjukkan dengan adanya pewarisan dari seorang ibu kepada anak laki-lakinya sehingga si anak menderita buta warna, apabila diwariskan kepada anak perempuan, maka anak perempuan tersebut akan menjadi pembawa (carrier). Gangguan penglihatan warna dapat bersifat bawaan sejak lahir (kongenital) atau didapat setelah lahir.

Buta warna adalah menurunnya kemampuan mata dalam membedakan warna-warna tertentu, mata kesulitan melihat warna seperti merah, hijau, biru atau campuran dari warna-warna tersebut dengan jelas, meski kemampuan diskriminasi warna abnormal, tajam penglihatan dapat tetap normal sehingga seseorang yang mengalami buta warna dapat menjalani kesehariannya tanpa menyadari adanya kelainan tersebut, karena masih bisa membedakan benda dari ukuran, bentuk, dan kecerahannya dan menggunakan kosakata warna berdasarkan pengalaman. Sebagian besar buta warna tidak terdeteksi dan secara medis tidak mengancam jiwa sehingga perlu dilakukan skrining / deteksi dini. Kondisi ini lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita.

Sebagian besar orang tidak menyadari bahwa mereka memiliki gangguan saat melihat warna karena terlanjur terbiasa menganggap warna tertentu (pengalaman) misal rumput yang berwarna hijau, memang sudah sesuai dengan warna yang dilihatnya, namun orang yang mengalami buta warna biasanya menunjukkan tanda dan gejala seperti tidak dapat membedakan warna merah dan hijau, tapi bisa membedakan warna biru dan kuning dengan mudah atau sebaliknya, sulit melihat seberapa terang suatu warna, tidak dapat melihat warna-warna dari spectrum warna solid seperti merah, biru, kuning, dan hijau dengan jelas.

Faktor genetik atau keturunan merupakan penyebab utama dari buta warna namun terdapat juga hal lain yang bisa menyebabkan sesorang mengalami buta warna. Penyakit atau cedera mata yang mengakibatkan kerusakan sistem saraf optik dan retina. Efek samping obat dan kemampuan melihat warna juga berkurang perlahan seiring berjalannya usia.

Kelainan buta warna banyak baru diketahui saat pemeriksaan kesehatan untuk melengkapi persyaratan pendaftaran sehingga sering menimbulkan kecewaan karena gagal diterima di sekolah atau pekerjaan yang diinginkan. Buta warna tidak hanya berdampak pada aspek kehidupan sehari-hari dan bidang kesehatan saja, tetapi terutama dilaporkan pada bidang pembelajaran dan perkembangan awal, pendidikan lanjutan, dan performa pekerjaan (Chakrabarti S., 2018). Pemeriksaan penglihatan warna menjadi salah satu bagian penting pada proses skrining untuk melanjutkan pendidikan dan melamar pekerjaan.

 

Referensi :

Ni Nyoman Geripati, dkk. Pelatihan Pemeriksaan Buta Warna pada Guru SMA / SMK. https://jurnal.lppm.unram.ac.id.

Nurchaliza Hazaria Siregar. Buta Warna. https://repository.usu.ac.id.

Ratri Widianingsih, dkk. Aplikasi Tes Buta Warna dengan Metode Ishihara Berbasis Komputer.

Mitayani Purwoko. Prevalensi Buta Warna pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Palembang. https://jkb.ub.ac.id.