Jumat, 05 Agustus 2022 08:36 WIB

Tinitus dan Covid-19

Responsive image
2088
dr.Afrina Yanti, Sp.THT-KL - RSUP dr. Kariadi Semarang

Infeksi virus seperti campak, gondongan dan meningitis dapat menyebabkan gangguan pendengaran karena merusak system saraf pendengaran, Professor Kevin Munro melaporkan bahwa 7,6% pasien COVID-19 mengeluhkan pendengaran berkurang, 14,8% mengeluhkan tinnitus ato telinga berdenging dan sebesar 7,2 % mengeluhkan vertigo.

Berkurangnya pendengaran pada pasien COVID dicurigai sebagai akibat dari iskemia, factor imun dan inflamasi pada koklea (rumah siput) akibat virus. Keadaan ini akan menyebabkan keluhan tuli mendadak pada satu sisi telinga disertai telinga berdenging. Keluhan pendengaran pada pasien COVID-19 sulit dibuktikan secara objektif dikarenakan pemeriksaan pendengaran secara objektif harus ditunda karena bukan sesuatu yang gawat darurat pada masa pandemi ini.

Tinitus adalah adanya persepsi bunyi tanpa adanya stimulus suara atau telinga berdenging. Penyebab dari tinnitus masih belum jelas tapi beberapa hal dilaporkan sebagai penyebab dari tinnitus yaitu tuli saraf(tuli akibat adanya gangguan di telinga dalam), kebisingan, tumor, obat-obatan ototoksik dan stress emosional. Dikatakan bahwa 1 dari 10 pasien dewasa COVID 19 mengalami tinnitus setelah 8 minggu keluar dari rumah sakit. Keluhan tinnitus pada pasien COVID dilaporkan dapat terjadi pada awal gejala COVID-19 atau sebagai gejala sisa dari COVID-19 (gejala yang timbul setelah 12 minggu). Keluhan tinnitus dapat terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu. Karakteristik tinnitus yang terjadi bervariasi, dapat terus menerus atau hilang timbul bahkan ada dilaporkan bunyi yang terdengar muncul sesuai dengan denyut nadi.

Wanita dan usia dewasa muda dilaporkan lebih sering terjangkit penyakit ini. Faktor kecemasan dan stress lebih dikaitkan sebagai penyebab dari tinnitus pada pasien COVID 19 dikarenakan adanya lockdown sehingga bayaknya berita yang simpang siur tentang COVID-19. Akan tetapi harus dipastikan dahulu bahwa tidak ada kelainan di telinga bagian luar dan telinga bagian tengah seperti adanya serumen (kotoran telinga), infeksi atau pembengkakan pada liang telinga atau gendang telinga yang berlubang.

Penelitian yang dilakukan oleh Xia dkk tahun 2021 membuktikan bahwa derajat keparahan tinnitus meningkat pada pasien yang diterapi tinitusnya saja tanpa dilakukan konseling untuk kecemasannya. Hal yang dianjurkan untuk mengurangi kecemasan pada pasien COVID dengan tinnitus adalah dengan mendengarkan music lembut atau yang menenangkan setiap 2 (dua) kali 30 menit setiap harinya selama 8 minggu, olahraga ringan seperti tai-chi, kurangi nikotin dan kafein serta kurangi mendengarkan berita buruk di media sosial.

Terapi suara juga dianjurkan untuk mengurangi tinnitus yaitu dengan tinitus retraining therapy (TRT) dengan mendengarkan bunyi dimana frekuensi bunyi tersebut dapat menutupi suara dari tinitus yang didengar. Hal ini bias dilakukan selama 30 menit sebanyak 3 sampai 6 kali sehari. Selama 2 bulan. Apabila tinnitus bertambah keras atau disertai dengan gangguan telinga lainnya sebaiknya konsultasikan kedokter telinga hidung tenggorok (THT) untuk mencari penyebabnya.

 

Referemsi :

Almufarrij I, Munro KJ. One year on : an updated systematic review of SARS-CoV-2. COVID-19 and audio-vestibular symptoms. International Journal of Audiology. Cited https: //doi.org/10.1080/14992027.2021.1896793.

Munro KJ, Uus k, Almufarrij I, Chaudhuri N, Yioe V. Persisten self-reported changes in hearing and tinitus in post-hospitalisationCOVID-19 cases. International Journal of Audiology. 2020:vol 59 (12).

Xia L, He G, Feng Y, Yu X, Zhao X, Yin S et al. COVID-19 associated anxiety enhances tinitus.PLoS ONE. 2021 : 16(2)