Siapa yang tidak mengenal makanan cepat saji atau fast food, seperti pizza, hamburger, donat, atau keripik kentang, memang selalu menggoda untuk disantap. Namun, terlalu banyak mengonsumsi makanan jenis ini diduga dapat mempengaruhi kesehatan kita. Makanan cepat saji biasanya mengandung banyak kalori, lemak, garam, dan gula, tetapi rendah nutrisi yang diperlukan tubuh. Konsumsi makanan jenis ini untuk sehari-hari sebenarnya tidak disarankan. Namun, karena alasan praktis, cepat, enak dan mengenyangkan, akhirnya tidak sedikit orang yang menggemarinya.
Kita ketahui tentunya kaitan antara makanan cepat saji dan kesehatan mempunyai hubungan yang sangat erat. Banyaknya aneka ragam jenis dari makanan cepat saji atau fast food membuat kita tertarik untuk mencobanya, baik orang dewasa, remaja mapun anak-anak pastinya pernah mencobanya. Berkaitan dengan hal tersebut banyak diduga kuat bahwa kalangan remaja lebih banyak mengkonsumsi makanan cepat saji atau fast food.
Remaja adalah orang yang berada pada usia antara 10 hingga 19 tahun. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014, remaja adalah kelompok usia 10 tahun sampai berusia 18 tahun. Remaja dimulai pada usia 12 tahun dan berakhir sekitar usia 17 atau 18 tahun. Remaja memiliki kebutuhan nutrisi yang spesial dibandingkan kelompok umur lainnya. Hal ini karena pada saat remaja terjadi pertumbuhan yang pesat dan perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan masa pubertas.
Remaja membutuhkan kebutuhan gizi yang berbeda apabila ditinjau dari sisi biologis maupun psikologis. Secara biologis, kebutuhan nutrisi remaja harus seimbang dengan aktivitasnya. Remaja membutuhkan lebih banyak protein, vitamin dan mineral dari setiap energi yang dikonsumsi dibandingkan dengan masa anak-anak. Apabila dipandang dari sisi psikologis, remaja tidak terlalu memperhatikan faktor kesehatan dalam menentukan pilihannya. Namun, remaja lebih memperhatikan faktor lain, seperti orang-orang sekitar, budaya hedonistik, dan lingkungan sosial yang sangat mempengaruhi.
Kebutuhan gizi pada remaja perlu diperhatikan. Hal ini karena kebutuhan nutrisi pada remaja meningkat karena terjadi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan. Selain itu, gaya hidup dan kebiasaan makan yang berubah juga akan mempengaruhi asupan gizi remaja. Kelompok usia remaja disibukkan dengan banyaknya aktivitas fisik. Oleh karena itu, kebutuhan kalori, protein, dan mikronutien pada usia remaja perlu diperhatikan.
Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok untuk pertumbuhan dan perkembangan, begitu pun bagi remaja. apabila remaja kurang mengonsumsi makanan, baik secara kuantitas maupun kualitas, maka akan menyebabkan gangguan proses metabolisme tubuh, sehingga dapat mengarah pada risiko timbulnya penyakit. Selain itu, apabila remaja mengomsumsi makanan berlebih tanpa diimbangi aktivitas fisik yang cukup, maka remaja akan mengalami gangguan tubuh, seperti berisiko mengalami penyakit degeneratif.
Saat ini, banyak remaja yang menyukai makanan cepat saji atau fast food. Remaja yang memiliki aktivitas sosial yang tinggi, cenderung memperlihatkan interaksi dengan teman sebaya. Di kota besar, banyak dijumpai sekelompok remaja yang makan bersama di tempat makan yang menyediakan makanan cepat saji atau fast food. Makanan cepat saji tersebut berasal dari negara barat yang umumnya memiliki kandungan lemak dan kalori yang tinggi. Apabila dikonsumsi dalam jumlah banyak setiap hari, maka dapat menyebabkan obesitas. Obesitas atau kegemukan ini dapat menyebabkan timbulnya masalah gizi lainnya.
Makanan cepat saji atau fast food juga dikenal masyarakat dengan istilah junk food. Secara harfiah, junk food diartikan sebagai makanan sampah atau makanan tidak bergizi. Istilah tersebut berarti menunjukkan makanan-makanan yang dianggap tidak memiliki nilai nutrisi bagi tubuh. Makan makanan junk food tidak hanya sia-sia, tetapi juga dapat merusak kesehatan. Gangguan kesehatan akibat makan makanan junk food seperti obesitas atau kegemukan, diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, kanker, dan lain sebagainya.
Makanan cepat saji maupun junk food menjadi populer karena penyajian yang cepat, tersedia secara luas, mudah diperoleh, dan memiliki rasa yang enak. Namun, kebiasaan makan dengan mengonsumsi makanan cepat saji ataupun junk food berlebih akan berdampak buruk bagi kesehatan, baik pada anak, remaja, maupun dewasa. Makanan cepat saji dapat meningkatkan risiko beberapa penyakit, seperti obesitas, diabetes, hipertensi, dan gangguan lemak darah atau dislipidemia. Selain itu, makanan cepat saji dalam waktu yang lama juga akan mempengaruhi kesehatan gigi. Makanan cepat saji yang memiliki kandungan gula yang tinggi dapat menyebabkan karies gigi atau gigi berlubang.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi perilaku remaja dalam hal konsumsi makanan cepat saji di antaranya :
1. Pengetahuan
Pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku seseorang, termasuk pengetahuan tentang gizi yang dapat mempengaruhi perilaku mengonsumsi makanan. Pengetahuan remaja berhubungan dengan adanya fasilitas informasi, seperti perpustakaan di sekolah, laboratorium komputer dan ruang multimedia untuk mencari informasi terkini. Pengetahuan gizi yang kurang serta menongonsumsi makanan yang tidak bergizi dapat menimbulkan masalah rendahnya zat gizi dalam tubuh.
2. Pengaruh Teman Sebaya
Mayoritas remaja mendapatkan dukungan dari teman sebaya untuk mengonsumsi makanan cepat saji sebanyak 4-27 kali dalam satu bulan. Pada penelitian tersebut, berdasarkan FGD yang dilakukan, ajakan teman sebaya menjadi salah satu faktor yang mempengauhi remaja untuk memilih makanan cepat saji atau fast food dibandingkan dengan makanan lainnya.
3. Tempat Nyaman untuk Berkumpul
Restoran makanan cepat saji ataupun junk food biasanya menjadi tempat berkumpul bersama keluarga ataupun teman. Tempat makan yang santai dan nyaman, serta tata ruang yang menarik, ditambah dengan adanya wifi gratis menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen untuk makan di restoran cepat saji.
4. Cepat dan Praktis
Pelayanan yang cepat dan penyajian yang praktis juga mempengaruhi masyarakat untuk mengonsumsi makanan cepat saji. Bagi mahasiswa, mengonsumsi makanan cepat saji menjadi pilihan karena keterbatasan waktu yang dimiliki.
5. Rasa yang Enak
Salah satu alasan sering mengonsumsi makanan cepat saji adalah karena rasa yang enak. Remaja yang terbiasa mengonsumsi makanan cepat saji menganggap bahwa makanan cepat saji adalah makanan yang memiliki rasa yang enak, mudah didapat dan dapat menggugah selera makan.
6. Uang Saku
Pendapatan pada suatu kelompok yang mengalami peningkatan juga akan mempengaruhi perubahan gaya hidup, terutama pada pola makan. Pola makan masyarakat berubah menjadi ke arah yang tidak sehat, seperti makan makanan cepat saji. Pendapatan orang tua juga akan berpengaruh pada uang saku yang diterima remaja. Ketersediaan uang saku yang diterima remaja akan mempengaruhi pola konsumsi makanan cepat saji. Semakin besar uang saku yang dimiliki remaja, maka semakin banyak dan semakin sering remaja mengonsumsi makanan cepat saji.
7. Harga yang Murah
Harga yang murah dan porsi besar yang ditawarkan restoran cepat saji juga berpengaruh terhadap kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji. Selain itu, banyaknya penawaran diskon oleh restoran cepat saji juga meningkatkan keinginan masarakat untuk membeli makanan tersebut. Diskon dan paket hemat yang ditawarkan membuat konsumen, khususnya remaja menjadi semakin tertarik untuk datang dan mengonsumsi makanan cepat saji.
8. Brand Makanan Cepat Saji
Brand dari suatu restoran cepat saji dapat mempengaruhi seseorang mengonsumsi makanan cepat saji ini. Remaja cenderung mengonsumsi makanan yang memiliki brand atau merk yang terkenal sebagai ekspresi diri dalam pergaulan dan menjadi ajang bergengsi. Hal yang menjadi trend pada remaja saat ini adalah berfoto di tempat makan dengan brand tersebut untuk ditunjukkan ke teman-teman mereka melalui media sosial. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka telah mengunjungi dan makan di restoran dengan brand tersebut.
Dalam sebuah penelitian disampaikan ada beberapa dampak mengkonsumsi makanan cepat saji bagi kesehatan di antaranya :
1. Obesitas atau Kegemukan
Remaja yang mengonsumsi makanan cepat saji di luar batas wajar dapat berisiko mengalami obesitas atau kegemukan. Remaja yang mengonsumsi makanan cepat saji dengan asupan energi total yang tinggi memiliki risiko sebesar 2,27 kali lebih tinggi mengalami obesitas daripada remaja yang mengonsumsi asupan energi makanan cepat saji yang rendah. Kebiasaan makan yang salah pada anak maupun remaja akan meningkatkan kejadian obesitas, salah satunya adalah kebiasaan makan makanan makanan cepat saji.
2. Meningkatkan Faktor Risiko Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Makanan cepat saji, seperti kentang goreng memiliki rasa yang enak bagi kebanyakan orang. Tanpa disadari, makanan tersebut mengandung garam yang tinggi yang dapat meningkatkan air liur dan sekresi enzim, sehingga meningkatkan keinginan untuk terus makan makanan tersebut. Tingginya kandungan lemak jahat dan natrium mengganggu keseimbangan sodium dan potasium dalam tubuh, sehingga menyebabkan hipertensi.
3. Meningkatkan Faktor Risiko Diabetes
Sering mengonsumsi makanan cepat saji adalah salah satu penyebab utama meningkatnya trend masalah kesehatan, termasuk kejadian diabetes. Penelitian di Singapura menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi makanan cepat saji khas negara barat dengan frekuensi yang sering memiliki risiko lebih besar menderita diabetes mellitus tipe 2.
4. Meningkatkan Faktor Risiko Kanker
Konsumsi makanan cepat saji dapat meningkatkan risiko kanker, seperti kanker pada organ sistem pencernaan. Studi di Eropa menyebutkan bahwa konsumsi makanan cepat saji yang terlalu sering dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal. Hal ini karena makanan cepat saji kurang mengandung serat, namun tinggi gula dan lemak. Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa pria yang terlalu sering makan makanan yang digoreng lebih dari dua kali dalam satu bulan telah menunjukkan peningkatan risiko kanker prostat.
5. Meningkatkan Faktor Risiko Penyakit Jantung
Penyakit jantung menjadi salah satu penyebab kematian yang menakutkan. Ketersediaan makanan cepat saji yang tinggi dikaitkan dengan kematian dan penyakit jantung koroner akut, serta kelebihan berat badan dan obesitas yang tinggi.
Salah satu penyebab terjadinya penyakit jantung adalah obesitas yang dialami seseorang. Hal ini karena obesitas meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung. Seseorang yang memiliki berat badan diatas rata-rata atau obesitas akan mengalami risiko penurunan fungsi jantung, termasuk fungsi jantung menjadi tidak normal.
6. Meningkatkan Faktor Risiko Stroke
Pola makan yang salah seperti makan makanan cepat saji dapat memicu terjadinya stroke pada usia muda. Hal ini disebabkan karena kandungan kolesterol yang tinggi. Kolesterol tidak baik bagi kesehatan, yaitu apabila terjadi penyumbatan pembuluh darah. Apabila mengenai pembuluh darah otak, maka akan mengakibatkan stroke.
Kasus stroke di negara maju meningkat akibat kejadian kegemukan dan semakin banyaknya konsumsi makanan cepat saji pada masyarakat. Peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia juga identik dengan kegemukan akibat pola makan makanan yang mengandung tinggi lemak atau kolesterol.
Dari beberapa ulasan di atas tentunya kita perlu cermati bersama bahwa makanan cepat saji merupakan makanan yang kurang baik bagi remaja apabila dikonsumsi terlalu sering. Banyaknya remaja yang mengonsumsi makanan cepat saji disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya adalah pengetahuan, pengaruh teman sebaya, tempat nyaman untuk berkumpul, cepat dan praktis, uang saku, harga yang murah, dan brand dari makanan cepat saji. Apabila makanan cepat saji dikonsumsi secara berlebihan, maka akan berdampak pada kesehatan remaja. Masalah kesehatan tersebut adalah obesitas, meningkatkan faktor risiko hipertensi, diabetes, kanker, penyakit jantung, dan stroke.
Referensi :
Adriani, M. & Wirjatmadi, B. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta : Prenamedia Group.
Bahadoran, Z., Mirmiran, P. & Azizi, F. 2015. Fast food Pattern and Cardiometabolic Disorders : A Review of Current Studies. Health Promotion Perspective Vol. 5 No. 4.
Depkes, Poltekkes. 2010. Kesehatan Remaja : Problem dan Solusinya. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Khairiyah, E.L. 2016. Pola Makan Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2016. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Marwan, M. R. 2017. Bahaya Makan Terlalu Banyak Makanan Restoran Cepat Saji.
Masthalina, H., Suhaema, Mizwar, M. 2013. Ketersediaan Uang Saku, Aktivitas dan Pengetahuan Remaja Berhubungan dengan Pola Konsumsi Fast Food di SMAN 1 Mataram. Jurnal Media Gizi Pangan.
Mustikaningsih, D., Hartini, T.N.S. & Syamsiatun, N.H. 2015. Persepsi tentang Fast Food dan Frekuensi Konsumsi Fast food sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas pada Remaja di Yogyakarta. Jurnal Nutrisia Vo. 17 No. 2.
Nusa, A.F.A. & Adi, A.C. 2013. Hubungan Faktor Perilaku, Frekuensi Konsumsi Fast Food, Diet dan Genetik dengan Tingkat Kelebihan Berat Badan. Media Gizi Indonesia Vol. 9 No. 1.
Octavia, L.I., 2018. Dampak Konsumsi Junk food Jangka Panjang.
Odegaard, A.O., Koh, W.P., Yuan, J.M., Gross, M.D. & Pereira, M.A. 2012. Western-Style Fast food Intake and Cardiometabolic Risk in an Estern Country. Circulation.
Sari, R. W. 2008. Dangerous Junk food : Bahaya Makanan Cepat Saji dan Gaya Hidup Sehat. Yogyakarta : Penerbit O2.
Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Septiana, P., Nugroho, F.A. & Wilujeng, C.S. 2018. Konsumsi Junk food dan Serat pada Remaja Putri Overweight dan Obesitas yang Indekos. Jurnal Kedokteran Brawijaya Vo. 30 No. 1.
World Health Organization. 2014. Health for The World’s Adolescents : A Second Chance in The Second Decade. Geneva : WHO Document Production Services.