Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO / World Health Organization) menunjukkan kesehatan masyarakat Indonesia terendah di ASEAN yaitu peringkat ke 142 dari 170 negara. Persentase anak yang mengalami gizi kurang usia 0 - 4 tahun 2005 di Amerika Latin, negara maju sebanyak 5% sedangkan di Asia , negara berkembang dan Afrika sebanyak 15-30 %.
Meskipun demikian di Indonesia berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1980-2005 kecenderungan prevalensi balita kurang gizi menurun dalam kurun waktu 1989 - 2000 dan sedikit meningkat pada periode 2001 - 2005. Persentase anak balita kategori gizi kurang dan buruk umumnya meningkat dari 24,7 % tahun 2000 menjadi 27,5% tahun 2003 kemudian naik lagi menjadi 28% tahun 2005. Persentase gizi kurang tertinggi berdasarkan kelompok umur adalah usia 37 - 49 bulan, usia ini paling tinggi untuk mengalami gizi kurang yaitu 48%.
Hal yang hampir sama ditunjukkan oleh data Riskesdas 2010 secara nasional prevalensi gizi buruk menurun menjadi 4,9% tetapi prevalensi gizi kurang tidak mengalami penurunan yaitu tetap 13,0%, tetapi masih ada 18 propinsi memiliki prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di atas prevalensi nasional. Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang yang terendah adalah DIY (1,4%) dan Sulawesi Utara (6,8%) sedangkan Sumatra Barat menunjukkan bahwa 2,8% balita dengan gizi buruk, 14,4% balita dengan gizi kurang, 81,3% balita gizi baik, 1,6% balita gizi lebih (indikator BB/U). Sebesar 14,3% balita sangat pendek, sebesar 18,4% balita pendek dan 67,2% balita normal (indikator TB/U).
Sebesar 4,0% balita sangat kurus, 4,2% balita kurus, 83,5% balita normal, 8,3% balita gemuk (indikatorBB/TB). Hasil pemantauan status gizi Kota Padang tahun 2010 menunjukkan bahwa di Padang 3,68% gizi buruk, 10,28% gizi kurang, 84,21% gizi baik dan 1,81% gizi lebih (indikator BB/U). Sebesar 12,2% balita sangat pendek, 19,89% balita pendek dan 68,09% balita normal (indikator TB/U). Sebesar 2,22% balita sangat kurus, 8,15% balita kurus, 79,45% balita normal dan 10,19% balita gemuk (indikatorBB/TB).
Tidak hanya kurang gizi yang terjadi di Indonesia melainkan juga gizi lebih pada orang dewasa. Masalah gizi ganda dan KEP mendominasi perhatian pakar gizi selama puluhan tahun pada balita dan orang dewasa. Kekurangan gizi dan kelebihan gizi ini dapat berdampak pada meningkatnya angka kematian dan berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak akan mengalami keterlambatan pada perkembangan fungsi motorik seperti dapat mengurangi motivasi dan keingintahuan serta dapat menurunkan aktivitas dan kemampuan eksplorasi anak. Menurut UNICEF (1998) kurang gizi pada anak dapat menyebabkan menurunnya perkembangan fisik, kecerdasan, mental, kemampuan interaksi anak dengan lingkungan pengasuhnya.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam usaha untuk mewujudkan SDM yang berkualitas adalah faktor gizi, kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi dan jasa pelayanan lainnya. Dari sekian banyak faktor tersebut, faktor gizi memegang peranan yang paling penting dalam proses tumbuh kembang anak dan kesehatan manusia dari semua golongan usia. Zat gizi yang berperan vital dalam proses tumbuh kembang sel-sel neuron otak untuk bekal kecerdasan bayi yang dilahirkan dan untuk mencegah penyakit CVD adalah asam lemak. Asam lemak itu terdiri dari lemak esensial (omega 3, EPA, DHA, omega 6, AA) dan asam lemak non-esensial (omega 9).
Gangguan penyebab adanya gizi buruk dan kurang itu salah satunya diduga oleh kurangnya konsumsi asam lemak esensial omega 3 pada balita sedangkan pada untuk mengatasi penyakit CVD dapat diatasi dengan mengkonsumsi sumber omega 3 seperti ikan. Dengan kata lain pentingnya omega 3, tentunya sangat berguna bagi tubuh.
Asam lemak omega 3 adalah asam lemak tidak jenuh ganda yang mempunyai ikatan rangkap banyak, ikatan rangkap pertama terletak pada atom karbon ketiga dari gugus metil omega, ikatan rangkap berikutnya terletak pada nomor atom karbon ketiga dari ikatan rangkap seblumnya. Gugus metil omega adalah gugus terakhir dari rantai asam lemak. Asam lemak otak yaitu asam lemak esensial serta omega-3 merupakan zat gizi yang harus terpenuhi kebutuhannya. Zat gizi berperan vital dalam proses tumbuh kembang sel-sel neuron otak untuk bekal kecerdasan bayi yang dilahirkan. Asam lemak omega-3 ini turunan dari prekursor (pendahulu)-nya, yakni asam lemak esensial linoleat dan linolenat. Asam lemak esensial tidak bisa dibentuk dalam tubuh dan harus dipasok langsung dari makanan. Kemudian prekursor itu masuk dalam proses elongate dan desaturate yang menghasilkan 3 (tiga) bentuk asam lemak omega-3 : LNA (asam alfa-linolenat (C 18 :3,n-3), EPA (eikosapentaenoat (C20:5,n- 3), serta DHA (dokosaheksaenoat (C22 :6, n-3). Adapun 3 bentuk omega 3 yaitu : omega-3 : LNA (asam alfa-linolenat (CI8 : 3, n-3), EPA (eikosapentaenoat (C20 : 5, n-3), serta DHA (dokosa heksa enoat (C22 : 6, n-3).
Keuntungan omega 3 yaitu : sangat penting bagi kesehatan bahkan paling penting di antara asam-asam lemak lainnya karena memiliki efek anti peradangan dan anti penggumpalan darah, juga baik bagi sistem saraf pusat dan otak serta dapat mencegah CVD (Duthie, dkk 1992) mengemukakan asam lemak omega 3 yang paling banyak pada ikan adalah EPA dan DHAl4. Mengkonsumsi ikan secara teratur dapat mencegah terjadinya CVD.
Menurut Innis, SM (2000) asam lemak tak jenuh omega-3, berperan penting dalam perkembangan morfologis, biokimia, dan molekuler dari otak dan organ lainnya. Kekurangan asam lemak omega-3 yang disebabkan oleh asupan yang kurang atau karena adanya penyakit yang mengurangi daya serap, dapat menghambat perkembangan otak, kesehatan fisik dan interaksi lingkungan memiliki efek yang kuat dalam pembentukan perkembangan kognitif.
Defisiensi omega-3 yang berkepanjangan dapat berakibat fatal. Kekurangan asam lemak omega-3 menimbulkan gangguan saraf dan penglihatan serta bisa mengganggu perkembangan sistem saraf.
Akibatnya, mungkin saja terjadi gangguan pada sistem daya tahan tubuh, daya ingat, mental, dan penglihatan.
Pemberian lemak yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas dan penyakit jantung bahkan dapat menimbulkan keganasan, dapat meningkatkan kadar kolesterol, LDL yang dapat memacu terjadinya
atherosclerosis dan penyakit jantung koroner. Hal ini sangat tergantung pada jumlah energi yang berasal dari lemak, komposisi dari asam lemaknya, komposisi dari lipoprotein, diet serat yang dikonsumsi, antioksidan, aktifitas, serta derajat kesehatannya. Saturated fatty acids seperti : lauric, myristic, dan asam palmitat dapat meningkatkan kadar kolesterol dan kadar LDL, sedangkan pemberian polyunsturated fatty acids dapat menurunkan kadar kolesterol dan LDL. Monounsaturated
oleic acids tidak meningkatkan kadar LDL tetapi dapat meningkatkan lipoprotein HDL.
Docosahexaenoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) merupakan unsur nutrisi yang juga penting dalam tumbuh kembang dan perkembangan saraf di otak dan membantu pembentukan jaringan lemak otak (mylenisasi) serta menjaga interkoneksi sel-sel syaraf otak terutama untuk mempengaruhi perkembangan otak.
Menurut Badan POM, pengonsumsian DHA dan EPA yang berlebihan dapat menghambat proses pembentukan AA dari asam linoleat, dapat menekan aktivitas enzim siklooksigenase yang membentuk prostaglandin. Mengkonsumsi DHA secara berlebihan dapat menyebabkan kerusakan ginjal akibatnya ginjal mengalami penurunan respon terhadap proses peradangan sehingga masa peradangan lebih ama dan terjadi penurunan produksi enzim yang berperan dalam pengontrolan fungsi ginjal.
Omega 3 merupakan asam lemak tak jenuh ganda yang mempunyai banyak manfaat. Sumber omega 3, EPA, DHA secara alami terdapat pada ASI, ikan dan minyak ikan. Oleh sebab itu perlu bagi setiap orang untuk memperhatikan konsumsi makanan dari sumber omega 3, EPA , DHA karena kekurangan dan kelebihan omega 3, EPA, DHA juga mempunyai dampak terhadap kesehatan misalnya pada anak dapat menyebabkan terganggunya tumbuh-kembang anak sedangkan pada orang dewasa dapat menyebabkan CVD (Cardio Vaskular Disease), obesitas, dan lain-lain. Hal ini jika terlaksana dapat memberikan dukungan terhadap program pemerintah di bidang promosi kesehatan sehingga tercapai derajat kesehatan Indonesia yang optimal. Meskipun ada kelebihan dan kekurangan dalam sumber omega 3, EPHA, DHA tentunya perlu memperhatikan jumlah takarannya, sehingga kebutuhan tubuh akan sumber omega 3, EPHA, DHA tetap seimbang, jdai tidak berlebihan dan tidak kurang.
Referensi :
Departemen Kesehatan RI. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Gaoway, R. Global Health Mini University.
Husaini, Y. Rehabilitasi dan Fleksibilitas Penggunaan KMS Perkembangan Motorik Kasar.
Laporan Tahunan 2010. Seksi Gizi dan Kesehatan Khusus. Dinas Kesehatan Kota Padang.
Nasar, S. Nutrisi untuk Cerdas.
Nurjanah. Omega 3 dan Kesehatan.
Soetomo. Penambahan DHA dan AA pada Makanan Bayi, Peran dan Manfaatnya.
Fivi Melva Diana. OMEGA 3. Studi Literatur Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2012 - September 2012, Vol. 6, No. 2.