Kamis, 14 Maret 2024 14:06 WIB

Apa Itu ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)?

Responsive image
117
Promosi Kesehatan Tim Kerja Hukum dan Humas RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan perilaku tidak normal yang bisa terjadi pada anak ditandai dengan aktivitas yang berlebih atau biasa kita sebut hiperaktif, selain aktivitas yang berlebih anak dengan ADHD akan cenderung memiliki konsentrasi yang rendah. Anak dengan ADHD juga sering beraktivitas secara tiba-tiba atau implusif. Anak dengan ADHD selalu bergerak, mengetuk-ketukan jari, menggoyangkan kaki, mendorong tubuh anak lain tanpa alasan yang jelas, berbicara tanpa henti, dan bergerak gelisah. Anak ADHD juga sulit berkonsentrasi pada tugas yang sedang dikerjakannya dalam waktu tertentu yang wajar. Gangguan ini minimal terjadi dalam dua situasi yang berbeda, misalnya di sekolah dan di rumah. Gangguan ADHD dapat berlangsung sepanjang masa kehidupan sejak masa anak-anak, remaja, dan dewasa, serta dapat meningkatkan resiko kegagalan dalam menyelesaikan sekolah, penolakan teman sebaya, konflik dalam keluarga, penyalahgunaan obat terlarang, perilaku menentang, prestasi kinerja yang buruk, depresi, dan resiko bunuh diri serta berbagai macam permasalahan kesehatan fisik dan mental.

Ciri Seseorang dengan ADHD :

1.   Gangguan pemusatan perhatian

Individu tampak sangat mudah teralihkan oleh rangsangan yang diterima oleh alat inderanya, ataupun oleh perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan demkian, mereka hanya mampu mempertahankan suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang pendek, sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungannya.

2.   Gangguan pengendalian diri

Gangguan ini tampak dalam bentuk tindakan yang tidak disertai pemikiran. Mereka dikuasai oleh perasaannya sehingga sangat cepat bereaksi. Sulit menentukan prioritas kegiatan, sulit dalam mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu perilaku apa yang akan ditampilkannya. Hal ini biasanya berdampak tidak hanya pada individu, namun juga lingkungan sekitarnya.

3.   Gangguan aktivitas yang berlebihan

Hal ini dapat tampak sejak bayi, dengan banyaknya gerakan dan sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan individu yang aktif tapi produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Mereka dapat menampilkan gerakan-gerakan tersebut terus-menerus tanpa lelah.

Faktor yang Mempengaruhi Munculnya ADHD

1.   Faktor Genetika

Keterkaitan antara ADHD dan salah satu jenis gen reseptor dopamine, yaitu DRD4 (seven-repeat form). Aktivitas dopaminergik yang menurun, sangat berpengaruh dalam memunculkan simtom-simtom perilaku ADHD. Ditemukan pula bahwa jika orang tua mengalami ADHD, anak-anaknya memiliki resiko ADHD sebesar 60%. Demikian pula studi pada anak kembar, menyajikan bahwa apabila salah satu anak mengalami ADHD, maka 70-80% saudara kembarnya pun mengalami ADHD.

2.   Faktor Neurobiologis

Studi neuroimaging (visualisasi otak) dengan menggunakan MRI, menemukan bahwa anak dengan ADHD memiliki korteks prefrontal kanan yang lebih kecil dibandingkan anak non-ADHD, serta abnormalitas struktural dalam berbagai bagian dalam basal ganglia. Pada pasangan kembar identik, dimana hanya salah satu yang mengalami ADHD, ketidaknormalan struktur otak ini hanya tampak pada anak yang mengalami ADHD.

3.   Diet, Alergi, dan Zat Timah

Gula bukanlah penyebab munculnya hiperaktivitas. Begitu pula dengan zat-zat yang ditambahkan dalam masakan, maupun adanya paparan dari zat timah, tidak besar pengaruhnya terhadap hiperaktivitas.

4.   Faktor Pre-Natal

Tidak ditemukan hubungan langsung antara kondisi ibu selama hamil, dengan munculnya ADHD pada bayi. Namun asupan gizi dan kondisi ibu selama hamil, jelas akan mempengaruhi perkembangan janin, baik sistem neurologis, jaringan otak, hingga kondisi fisik.

Penanganan ADHD

1.   Pemberian Obat

     Pemberian obat pada anak ADHD diperlukan, pemberian obat pada anak dengan ADHD tidak dimaksudkan untuk menyembuhkan akan tetapi pemberian obat pada anak ADHD bertujuan untuk menurunkan gejala ADHD yang muncul. Pemberian obat tersebut kadang berlanjut hingga remaja dan dewasa sejalan dengan semakin banyaknya bukti bahwa gejala-gejala ADHD biasanya tidak menghilang dengan sendirinya seiring bertambahnya usia anak.

2.   Psikoterapi

     Psikoterapi dapat dilakukan oleh psikiater atau psikolog. Terapi ini biasanya akan disertai dengan pelatihan keterampilan. Beberapa contoh psikoterapi, anatara lain :

a.    Terapi perilaku

Terapi perilaku biasanya dilakukan untuk mendorong anak mampu mengendalikan gejala ADHD yang mereka alami.

b.    Pelatihan keterampilan sosial

Pelatihan keterampilan sosial adalah suatu rangkaian pelatihan yang berguna untuk meningkatkan fungsi sosial pada anakdengan ADHD. Proses pemberian pelatihan keterampilan sosial terdiri dari pemberian instruksi, menunjukkan contoh perilaku, melakukan permainan peran, dan pemberian umpan balik atau penguatan pada perilaku yang tepat untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan.

c.    Konseling

Terapi ini biasanya dilakukan untuk anak-anak yang sudah lebih besar. Dalam tahapan terapi, anak-anak dengan ADHD akan dipancing untuk berbicara tentang masalah yang mengganggu mereka, serta menggali pola perilaku negatif dan belajar cara untuk mengatasi gejala-gejala yang dialami.

d.    Pskoedukasi

Saat anak sudah beranjak remaja, terapi ini bisa dilakukan untuk menangani anak ADHD. Terapi ini akan dilakukan dengan mendiskusikan seputar ADHD dan dampaknya bagi kesehatan maupun lingkungan. Dengan begitu, anak-anak akan lebih mengerti apa yang sedang mereka alami.

e.    Pelatihan keterampilan pengasuh anak

Cara menangani ADHD dengan pelatihan keterampilan juga perlu dilakukan orang tua agar dapat membantu mengembangkan cara untuk memahami dan membimbing anak dalam berperilaku.

f.     Terapi keluarga

Dampak ADHD pada anak tidak hanya dirasakan orang tua, tapi juga pada keluarga dekat lainnya, terutama keluarga yang tinggal satu rumah. Sehingga, mereka juga perlu mendapatkan pelatihan dan terapi agar dapat hidup bersama anak dengan ADHD.

 

Referensi:

Setiawati, Y. 2020. Penanganan Gangguan Belajar, Emosi, dan Perilaku pada Anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD): Modul Pelatihan. Airlangga University Press.

Astrella, N. B. 2018. ADHD Pada Anak dengan Retardasi Mental. Jurnal Psikologi: Jurnal Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan.

Adiputra, I. Judul Buku: Mengenal Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) pada Anak Prasekolah di Keluarga Inti.

Mardiansah, M., Ramadhan, R. A., & Suryani, R. 2024. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus dan Klasifikasinya. Ta'rim: Jurnal Pendidikan dan Anak Usia Dini.