Jumat, 06 Januari 2023 15:42 WIB

Fenomena “Eco-Anxiety” pada Generasi Muda

Responsive image
2519
Yusnia Rahmawati Andina, Amd.Kep - RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Ramainya isu global warming dan meningkatnya kepedulian lingkungan memberikan dampak pada kesehatan mental, termasuk memicu eco-anxiety. Semakin banyak anak muda yang peduli dengan perubahan iklim dan dampaknya pada Bumi serta lingkungan hidup. Kesadaran ini juga memicu kecemasan tersendiri yang berkaitan dengan cuaca ekstrem, bencana alam, penggundulan hutan dan masalah alam lainnya. Karena pemahaman tersebut, kita juga mulai memiliki perasaan tidak berdaya, khawatir kehilangan mata pencaharian, tempat tinggal dan takut akan nasib generasi mendatang. Kondisi itu disebut sebagai eco-anxiety alias kecemasan lingkungan.
Eco-anxiety belum dikategorikan sebagai gangguan klinis namun APA mendefinisikannya sebagai ketakutan kronis akan malapetaka lingkungan. Gangguan ini sama buruknya dengan jenis kecemasan lain karena dapat memicu sensasi fisik dan emosional yang sama. “Exo-anciety bahkan lebih nyata, dalam arti tertentu, karena masalah yang memicu gejala kecemasan secara objektif nyata dan berskala besar.” Demikian kata Erica Dodds, chief operating officer dari Foundation for Climate Restoration, dikutip dari HuffPost.

“Dulu ada jarak yang lebih jauh antara satu orang dan dunia, tetapi sekarang rasanya setiap masalah di dunia ada di ruang keluarga kita bersama kita.”

Asal Muasal Kecemasan Akan Lingkungan

Medical News Today menyampaikan, kecemasan akan lingkungan ini berasal dari berbagai hal. Ada yang berasal dari pengalaman, risiko atau memiliki orang yang dicintai dan berisiko berhadapan dengan cuaca ekstrem terkait iklim, termasuk badai, kekeringan, dan kebakaran hutan. Selain itu, bukti ilmiah menunjukkan bahwa masyarakat mulai mengalami kecemasan yang ekstrim atau kronis karena merasa tidak dapat mengendalikan masalah lingkungan, terutama perubahan iklim.

Tak hanya itu, Medical News Today juga menuturkan bahwa bagi sebagian orang, peningkatan krisis lingkungan tidak hanya menimbulkan rasa frustrasi dan takut, tetapi juga menjadi sumber kecemasan yang terus-menerus ada. Selain itu, orang mungkin juga merasa bersalah atau cemas tentang dampak yang mungkin ditimbulkan oleh perilaku generasi mereka terhadap lingkungan dan generasi mendatang.

Dalam berbagai studi, pakar mencatat peningkatan fenomena eco-anxiety atau stress akan masalah lingkungan dan masa depan bumi, terutama pada generasi muda. Ternyata salah satu solusinya adalah dengan aktif berkegiatan membersihkan lingkungan. Di sebuah area hutan di Washington DC terlihat sejumlah siswa SMA mencabuti tanaman garlic mustard, spesies invasif yang mengganggu ekosistem. Ini merupakan bentuk kontribusi mereka untuk bumi yang lebih sehat.

"Saya ingin orang lain dan generasi berikut bisa juga merasakan pengalaman jadi relawan di Rock Crek," kata siswa SMA sekaligus relawan, Grayson Bullard dalam tayangan Metro Siang di Metro TV, Sabtu, 23 April 2022.

Laporan terbaru PBB memprediksi, bumi akan terjerumus malapetaka lingkungan jika semua negara tidak segera mengambil langkah drastis dalam menghambat laju perubahan iklim. Pemberitaan tentang masa depan bumi menciptakan apa yang disebut pakar sebagai 'Eco-Anxiety dan Climate Change the Stress'. Stress yang terutama dialami generasi muda akibat kondisi bumi yang makin memburuk.

"Seperti halnya banyak remaja generasi ini. Saya sangat takut dan mudah merasa tak berdaya. Saya melakukan kegiatan ini karena sesuatu yang nyata demi membantu lingkungan dan komunitas," tutur relawan, Amelia Lawlor.

Sebanyak 50 persen warga Amerika usia 16 hingga 25 tahun yang disurvei melalui jurnal medis The Lancet mengakui bahwa stress perubahan iklim berdampak negatif pada kehidupan sehari-hari.

"Terlihat dampak kemarau panjang. Suhu panas ekstrim, dampak ke pertanian dan menyusutnya bahan pangan. Namun saya melihat generasi muda yakin bahwa ada solusi yang bisa membantu adaptasi lingkungan" ungkap The Nature Conservancy, Kahlil Kettering.

Salah satu yang kerap diserukan pakar adalah bertindak mengurangi jejak karbon kita sendiri. "Sederhana, tidak makan daging tiap Senin, berjalan kaki, kurangi dan mendaur sampah,dan pakai ulang ini konsep yang harus kita budayakan," kata disaster resilience leadership academy, Regardt Ferreira.

 

Referensi :

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/12/22/180000420/9-pertanda-gangguan-eco-anxiety-kenali-gejalanya?page=all

https://siapgrak.com/artikel/1DpKgBv
https://lifestyle.kompas.com/read/2021/12/22/171353920/eco-anxiety-kecemasan-yang-dipicu-kepedulian-lingkungan?page=all

https://ultimagz.com/lifestyle/eco-anxiety-kecemasan-masalah-lingkungan/