Rabu, 28 Desember 2022 14:44 WIB

Sepuluh Obat Anti Hipertensi

Responsive image
49765
dr. Vinandia Irvianita Poespitasari, SpPD - RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hipertensi adalah penyakit yang disebabkan oleh tingginya tekanan darah dengan nilai tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Hipertensi dapat memicu komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, serta penyakit ginjal.

Oleh sebab itu, obat hipertensi sangat diperlukan untuk mengatasi penyakit tersebut selain perubahan gaya hidup dengan diet rendah garam dan olah raga.

Data Kasus Hipertensi Nasional dan Internasional

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) populasi hipertensi di Indonesia sebesar  34,1%. Data  menunjukan bahwa populasi penderita hipertensi di Indonesia pada tahun 2018 mengalami peningkatan dibandingkan  pada tahun  2013, yaitu sebesar 25,8%.

Riskesdas juga memperkirakan hanya terdapat 1/3 kasus hipertensi di Indonesia yang terdiagnosis, sementara sisanya tidak terdiagnosis.

WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa  jumlah kasus hipertensi pada tahun 2015 sebanyak 1,13 miliar orang di seluruh dunia. WHO memperkirakan bahwa kasus hipertensi pada tahun 2025 akan mengalami peningkatan menjadi  1,5 miliar. WHO juga menyebutkan bahwa terdapat 10,44 juta orang yang meninggal akibat tekanan darah tinggi setiap tahunnya.

Semakin tinggi tekanan darah, semakin besar pula angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh hipertensi. Kita dapat simpulkan bahwa hipertensi  merupakan penyakit yang serius dan dapat menyebabkan kematian apabila tidak dikendalikan. Oleh karena itu, Anda yang mengalami hipertensi perlu konsultasi secara rutin ke dokter. Dokter biasanya akan memberikan resep obat-obatan hipertensi untuk menurunkan tekanan darah kembali normal.

Obat Anti hipertensi

Sebelum mengenal lebih lanjut tentang obat antihipertensi, Anda perlu mengetahui bahwa obat antihipertensi  memiliki banyak golongan dengan mekanisme kerja yang berbeda-beda.

Obat-obatan ini tidak boleh dikonsumsi sembarangan, Anda harus konsultasi terlebih dahulu  dengan Dokter.

  1. <!--[if !supportLists]-->Diuretik
  •   Diuretik loop

Diuretik loop bekerja dengan cara menghambat penyerapan garam natrium, klorida dan kalium melalui penghambatan pada enzim Na-K-2Cl transporter di ginjal   yang mengakibatkan zat-zat tersebut dan air akan dibuang melalui urine.

 Obat ini biasanya menjadi pilihan pada kondisi kelebihan cairan di dalam tubuh seperti pada penderita gagal jantung maupun gagal ginjal

Terdapat beberapa jenis obat golongan diuretik loop, seperti furosemide, torsemide,  dan bumetanide.

  • Tiazid

Tiazid merupakan obat yang paling sering digunakan pada penderita hipertensi.

Cara kerja obat ini yaitu  meningkatkan pembuangan  natrium,  klorida dan air melalui penghambatan pada kanal natrium klorida di ginjal. Selain itu, diuretik tiazid juga menghambat vasokontriksi (penyempitan) pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi kendur,  dan dapat menurunkan tekanan darah.

Jenis golongan obat yang satu ini adalah thiazid, indapamide, dan hydrochlorothiazide

  • Diuretik hemat kalium

Jenis diuretik yang satu ini mempunyai efek yang paling lemah di antara yang lain. Oleh sebab itu direkomendasikan untuk mengkonsumsi obat jenis ini dengan jenis diuretik loop dan tiazid.

Diuretik hemat kalium bekerja dengan cara menghambat kanal natrium/ kalium di ginjal sehingga mencegah penyerapan natrium dan meningkatkan penyerapan kalium dan menyebabkan natrium akan dibuang melalui urine.

Adapun contoh jenis obatnya  adalah amiloride, triamterene, eplerenone, dan spironolactone.

2. Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACE Inhibitor)

Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor adalah obat yang membantu mengendurkan pembuluh darah untuk menurunkan tekanan darah.

Obat ini bekerja dengan menghambat ACE yang berperan dalam produksi angiotensin II, zat yang menyempitkan pembuluh darah.

Penyempitan pembuluh darah dapat menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi dan memaksa jantung bekerja lebih keras. Angiotensin II juga melepaskan hormon yang meningkatkan tekanan darah.

Oleh karena itu, angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor) diperlukan untuk menghambat  terbentuknya Angiotensin II.

Jenis obat antihipertensi  ini diantaranya yaitu benazepril, captopril, enalapril, fosinopril, lisinopril, perindopril, ramipril, trandolapril, quinapril, dan moexipril.

Efek samping obat ini diantaranya batuk kering, kelemahan, pusing atau sakit kepala, dan peningkatan kadar kalium darah. Obat ini juga tidak dapat diberikan pada ibu hamil.

3. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)

Obat antihipertensi ini bekerja dengan cara menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya, sehingga Angiotensin II tidak dapat bekerja. Dengan konsumsi obat tersebut, pembuluh darah akan melebar dan jantung lebih mudah dalam memompa darah, sehingga tekanan darah akan turun.

Jenis obat hipertensi ini ada candesartan, eprosartan, irbesartan, losartan, olmesartan, telmisartan, valsartan, dan azilsartan medoxomil.

Efek samping obat ini diantaranya peningkatan kadar kalium darah, pusing, dan pembengkakan pada kulit atau selaput lendir. Oleh karena sama-sama bekerja pada sistem renin-angiotensin-aldosteron, ARB tidak boleh diberikan bersamaan dengan obat antihipertensi golongan ACE inhibitor dan Direct-Renin Inhibitor begitupula sebaliknya.

4. Calcium Channel Blocker (CCB)

Jenis obat antihipertensi ini bekerja dengan  menghambat aktivitas kalsium ataupun menghambat aliran kalsium ke dalam otot jantung dan dinding pembuluh darah arteri.

Tingginya aktivitas kalsium dapat merangsang jantung berkontraksi lebih kuat  dan menyempitkan pembuluh darah arteri (vasokonstriksi).  Kedua hal ini akan menyebabkan tidak terkendalinya pembuluh darah. Dengan menghambat kalsium, obat ini memungkinkan denyut jantung menjadi turun, dan pembuluh darah menjadi kendur dan terbuka, sehingga tekanan darah dapat turun dan stabil. Selain menurunkan tekanan darah, beberapa obat golongan ini dapat digunakan untuk mengontrol denyut jantung yang tidak teratur dan meredakan nyeri dada.

Jenis obat antihipertensi ini yaitu amlodipine, diltiazem, felodipine, isradipine, nicardipine, nimodipine, nisoldipine, dan verapamil.

Beberapa efek samping yang dapat muncul diantaranya konstipasi (sulit buang air besar), pusing, kelemahan, mual, dan bengkak pada kedua tungkai.

5. Penyekat Beta

Penyekat beta atau penyekat beta-adrenergik adalah obat antihipertensi yang bekerja dengan menghalangi efek hormon adrenalin. Hormon ini berperan dalam meningkatkan tekanan darah melalui penyempitan pembuluh darah (vasokonstriksi) dan peningkatan denyut jantung .

Dengan menghambat efek adrenalin, jantung akan berdenyut lebih lambat atau kerja jantung akan menurun dan pembuluh darah menjadi kendur, sehingga tekanan darah dapat turun.

Beberapa penyekat beta bekerja terutama di jantung, sementara yang lain di jantung dan pembuluh darah. Obat ini bukanlah obat pilihan pertama untuk semua penderita hipertensi. Dokter akan memilih obat mana yang terbaik untuk Sobat Pintar berdasarkan kondisi kesehatan Anda.

Terdapat 3 golongan penyekat beta, yang mana masing-masing golongan mempunyai jenis obat yang berbeda-beda, yaitu:

  • <!--[if !supportLists]-->Penghambat Beta Selektif: Atenolol, Acebutolol, Betaxolol, Bisoprolol, Metoprolol

  • <!--[if !supportLists]-->Penghambat Beta Nonselektif: Nadolol, Propranolol, Sotalol, Timolol

  • <!--[if !supportLists]-->Penghambat Beta Generasi Ketiga: Carvedilol, Labetalol, Nebivolol

Efek samping yang dapat ditemui adalah telapak tangan dan kaki terasa dingin, kelemahan, dan peningkatan berat badan.

6. Penyekat Alfa

Obat antihipertensi ini bekerja dengan cara menghambat kerja  hormon norepinefrin  yang berperan dalam mengencangkan otot-otot di dinding arteri dan vena.

Hal tersebut mengakibatkan pembuluh darah akan menjadi rileks dan terbuka, sehingga meningkatkan aliran darah dan menurunkan tekanan darah. Penyekat alfa juga memiliki efek mengendurkan otot lain selain otot pembuluh darah. Oleh karena itu, obat ini juga dapat membantu meningkatkan aliran urine pada pria usia lanjut dengan masalah prostat.

Jenis obat hipertensi ini terdiri dari alfuzosin, doxazosin, indoramin, prazosin, dan tamsulosin.

Efek samping yang dapat terjadi adalah pusing, sakit kepala, berdebar-debar, dan kelemahan. Seperti halnya penyekat beta, obat golongan ini bukanlah obat pilihan pertama untuk semua penderita hipertensi.

7. Direct Renin Inhibitor (DRI)

Direct Renin Inhibitor (DRI) bekerja dengan cara menghambat produksi enzim renin. Perlu kamu ketahui, renin d diproduksi oleh ginjal, beperan dalam meningkatkan tekanan darah dengan menahan air dan natrium dalam tubuh.

Obat ini bekerja dengan mengikat dan menghambat renin secara langsung, sehingga mencegah perubahan hormon yang bertanggung jawab untuk meningkatkan tekanan darah. Sebagai akibatnya, pembuluh darah menjadi kendur, volume darah menurun, dan aktivitas simpatik juga menurun, sehingga menurunkan tekanan darah.

Obat antihipertensi ini ialah aliskiren (tekturna).

Efek samping yang dapat terjadi adalah mual, muntah, diare, pusing, peningkatan kadar kalium dan asam urat darah.

<!--[if !supportLists]-->8. Nitrat

Nitrat akan diubah menjadi oksida nitrat yang  dapat menyebabkan relaksasi otot polos termasuk otot dinding pembuluh darah, sehingga terjadi pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi). Akibatnya beban kerja jantung akan berkurang dan tekanan darah pun akan menurun.

Golongan obat hipertensi ini memiliki beberapa jenis yaitu nitrogliserin, isosorbide mononitrate, minoxidil, dan fenoldopam. 

Nitrat bukanlah obat pilihan pertama untuk semua penderita hipertensi. Efek samping yang dapat timbul saat mengonsumsi obat ini adalah pusing dan hipotensi

9. Agonis Reseptor Alpha-2

Agonis alfa-2 atau agonis adrenoseptor alfa-2 adalah salah satu jenis obat antihipertensi yang bekerja dengan merangsang reseptor adrenoseptor alfa-2 di sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Reseptor alfa-2 ditemukan pada sel-sel dalam sistem saraf simpatik. Sistem saraf simpatik adalah bagian dari sistem saraf yang berperan dalam meningkatkan tekanan darah.

Ketika reseptor alfa-2 distimulasi, terjadi hambatan pada pelepasan nor-epinefrin yang merupakan senyawa yang berperan dalam aktivitas sistem saraf simpatis, sehingga terjadi penurunan aktivitas simpatik. Penurunan aktivitas simpatis ini menyebabkan pelebaran pembuluh darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Contoh obat yang satu ini adalah metildopa, dan clonidine.

10. Central-acting Agents

Obat antihipertensi ini  bekerja dengan cara mencegah otak mengirim sinyal ke sistem saraf untuk mempercepat  denyut jantung dan  menyempitkan pembuluh darah.

 Akibatnya, pembuluh darah akan melebar dan jantung  tidak harus bekerja keras memompa darah s  sehingga tekanan darah dapat turun. Contoh jenis obat antihipertensi  golongan ini adalah clonidine, guanabenz, guanfacine, dan methyldopa.

 

Kapan Harus ke Dokter?

Oleh karena nilai tekanan darah yang berubah-ubah setiap saat,  Sobat sehat perlu  memeriksakan tekanan darah secara rutin setiap dua tahun dimulai saat usia 18 tahun. Jika Anda mempunyai riwayat tekanan darah tinggi atau Anda yang berusia 40 tahun lebih, dan berusia 18 hingga 39 tahun, sebaiknya meminta dokter untuk cek tekanan darah rutin setiap tahun.

 

 

Referensi:

 

Kemenkes RI.  Hipertensi penyakit paling banyak diidap masyarakat. Diakses pada 2022

Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019.

WHO. Guidelines for the pharmacological treatment of hypertension in adult. 2021

Katzung Basic and Clinical Pharmacology.