Rabu, 16 Agustus 2023 17:01 WIB

Kembangkan Layanan Kesehatan Jiwa Komunitas, PKJN RSJMM Gelar Seminar

Responsive image
Humas - RS Jiwa dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor
184

Bogor (15/08)  - Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RSJ dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor menyelenggarakan seminar bertajuk Expanding Community Mental Health Services in Indonesia, secara daring dan luring di Gedung Candradimuka PKJN RSJMM.

Direktur Utama PKJN RSJMM Dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp,KJ dalam sambutannya mengatakan bahwa seminar ini menjadi ajang bagi PKJN RSJMM untuk berdiskusi bagaimana model layanan kesehatan jiwa komunitas dari para pembicara.

“Kita di sini untuk mendiskusikan tentang layanan kesehatan jiwa komunitas, dan bagaimana ini bisa terintegrasi dengan rumah sakit, baik rumah sakit jiwa maupun rumah sakit umum dengan fasilitas layanan kesehatan jiwa,” katanya.

Dr. Nova menambahkan, Menteri Kesehatan ingin Indonesia mengadopsi model layanan kesehatan jiwa berbasis komunitas­­—Trieste yang diterapkan di Italia.

“Menkes ingin Bogor menjadi permodelan dari Trieste, sistem di mana layanan kesehatan jiwa tidak berorientasi rumah sakit, namun kepada komunitas. Itulah mengapa kita membutuhkan technical assistance,” imbuhnya.

Bertindak sebagai keynote speaker, drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid. mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat telah melakukan strategi peningkatan akses layanan kesehatan jiwa baik pada layanan primer maupun rujukan.

“Kita melakukan peningkatan jumlah puskesmas dengan layanan kesehatan jiwa yang didukung dengan peningkatan kapasistas SDM di layanan primer. Optimalisasi ketersediaan obat juga kami lakukan. Pada layanan rujukan, kita telah melakukan regionalisasi sistem rujukan layanan kesehatan jiwa, pengembangan jejaring pengampuan, dan peningkatan mutu layanan rumah sakit.” ujarnya.

Prof. Byron Good dari Harvard Medical School dalam paparannya menyampaikan bahwa sangat mungkin untuk menjalankan layanan kesehatan jiwa berbasis komunitas di Indonesia, tetapi harus ada investasi, dan harus ada program percontohan terlebih dahulu untuk kemudian diperluas.

“Tanpa pelayanan yang berkualitas di komunitas, ODGJ bisa kambuh lagi, mereka akan sakit lagi. Maka perlu ada investasi pada layanan kesehatan jiwa komunitas. Hari ini kita belajar banyak model untuk membuat program ini berhasil,” ucapnya.

 

Pendapat Prof. Byron didukung oleh Prof. Hans Pols dari The University of Sydney. Menurutnya,  kesiapan keluarga saat pasien pulang dari fasilitas kesehatan, obat yang sulit diakses, dan jarak rumah sakit jiwa yang relatif jauh sehingga membutuhkan biaya dalam perjalanannya, membuktikan bahwa layanan kesehatan jiwa berbasis komunitas memang perlu dilaksanakan.

“Kesehatan jiwa adalah urusan semua orang, artinya semua orang harus terlibat. Kader, keluarga, pengasuh, perawat, dokter. Mungkin masjid, gereja, atau sekolah tentunya sangat penting. Jika semua lembaga bisa bekerja sama, mungkin saja ini dapat berperan dalam mengembangkan layanan kesehatan jiwa komunitas yang sangat baik,” ucapnya.

Sementara itu, advisor dari WHO South-East Asia Region Dr. Andrea Bruni akan melakukan Community Placement Questionnaire di RSJ Aceh sebagai jejaring pengampuan PKJN RSJMM. RSJ Aceh dipilih karena CPQ ini membutuhkan rumah sakit dengan length of stay minimal enam bulan.

Setelah seminar selesai, pembicara dan peserta yang hadir secara luring melakukan hospital tour dengan mengunjungi layanan-layanan unggulan di PKJN RSJMM, yaitu Klinik Early Psychosis, layanan dukungan psikososial D’Patens 24, Instalasi Pemulihan Ketergantungan Napza (Ruang Rama), dan Instalasi Rehabilitasi Psikososial.