Kamis, 16 Maret 2023 10:56 WIB

Public Hearing RUU Kesehatan Substansi Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Badan Hukum, Struktur Organisasi Rumah Sakit

Responsive image
rfs/ant - Sekretariat Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan
565

Jakarta (14/03) - Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan melalui Sekretariat Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan mengelar Public hearing Rancangan Undang-Undang Kesehatan Substansi Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Badan Hukum – Struktur Organisasi Rumah Sakit.  Agenda public hearing yaitu mendengarkan masukan dan pendapat dari masyarakat dan para pemangku kepentingan serta para pihak terkait mengenai RUU kesehatan. Pada sesi kali ini Narasumber yang dihadirkan adalah Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan dr. Yuli Astuti Saripawan, M.Kes. Dalam Public Hearing kali ini tema yang diangkat terdapat pada Bab VI mengenai Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Kegiatan yang berlangsung secara dari dan luring ini mengundang para pemangku kepentigan dari berbagai pihak, antara lain, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Ketua Asosiasi RS, Lab, Klinik, Ketua Organisasi Profesi, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di seluruh Indonesia, Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten di seluruh Indonesia, Direktur Rumah Sakit seluruh Indonesia, BPJS Kesehatan, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia,   Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia,  Perhimpunan Hukum Perumahsakitan Indonesia. Masyarakat dapat pula berperan aktif dengan memberikan pertanyaan dan komentar melalui berbagai kanal yang disediakan seperti Chanel Youtube Kementerian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan,  serta Website https://partisipasisehat.kemkes.go.id/.

Pada pembahasan sesi pertama dilakukan diskusi mengenai Fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam RUU Kesehatan dinyatakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat dengan mengutamakan layanan kesehatan kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif kepada pasien secara maksimal sampai memperoleh kesembuhan.  

Pada sesi pertama ini poin-poin bahasan yang didiskusikan antara lain : Terdapat nomenklatur baru dalam Fasyankes yaitu Fasyankes Penunjang, Terkait dengan Fasyankes penunjang, apakah merupakan bagian dari program screening dari pemerintah, Apakah Fasyankes penunjang dapat dikelompokkan pada Fasyankes tingkat pertama dan Fasyankes tingkat lanjut, Selama ini layanan kesehatan hanya mengenal layanan kesehatan promotif, preventif, dan rehabilitatif. Terdapat Nomenklatur baru dalam layanan kesehatan yaitu layanan kesehatan paliatif, Berkaitan dengan layanan paliatif, apakah dilakukan di seluruh tingkatan Fasyankes atau difokuskan pada Fasyankes tangkat lanjut, Apakah layanan Kesehatan Paliatif menjadi bagian dari home care, Layanan Kesehatan merupakan pelayanan yang diberikan sebagai upaya dalam konsep hubungan terapeutik antara dokter dan pasien, serta Penjelasan atau definisi operasional berkaitan dengan kondisi kesembuhan.

Pada sesi kedua diskusi difokuskan membahas Substansi Badan Hukum dan Organisasi Rumah Sakit.  Rumah sakit merupakan organisasi yang kompleks yang memiliki padat karya, padat modal dan padat teknologi sehingga membutuhkan pengelolaan secara efektif, efisien dan akuntabel terhadap permasalahan kesehatan yang berorientasi kepada pasien. Perkembangan perumahsakitan dan kebutuhan layanan perumahsakitan di Indonesia terhadap persyaratan kualifikasi sebagai kepala rumah sakit/direktur rumah sakit. Mewujudkan organisasi Rumah Sakit yang efektif, efisien, dan akuntabel dalam rangka mencapai visi dan misi Rumah Sakit sesuai tata kelola perusahaan yang baik dan tata kelola klinis yang baik.

Dalam sesi tersebut poin-poin diskusi yang dibahas antara lain Berkaitan dengan Badan Hukum RS, Apakah hanya bergerak dalam bidang perumahsakitan, Pemisahan peruntukkan pendapatan RS dengan kegiatan usaha lain harus jelas tidak mengganggu operasional dan pembayaran jasa medis kesehatan, Pemisahan peruntukkan pendapatan RS dengan kegiatan usaha lain  harus jelas tidak mengganggu operasional pelayanan dan pembayaran jasa medis kesehatan.