Rabu, 03 Agustus 2022 12:14 WIB

Tantangan Di Rumah Sakit Dalam Menghadapi Akreditasi

Responsive image
3218
Dr. dr. Khalid Saleh, Sp.PD- KKV, FINASIM, M.Kes - RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

PENDAHULUAN

Dalam banyak sistem perawatan kesehatan, pendekatan untuk jaminan kualitas sering menggunakan proses peninjauan oleh sejawat eksternal untuk memeriksa sistem administrasi dan manajemen yang ada . Ketika pendekatan ini didasarkan pada standar dan mengarah ke skor yang menunjukkan tingkat kepatuhan terhadap standar-standar tersebut, maka ini sering disebut sebagai akreditasi. Ada upaya untuk mendefinisikan akreditasi dengan karakteristik berikut: partisipasi yang bersifat sukarela;  berdasarkan pada standar; tingkat kepatuhan terhadap standar-standar ini dinilai oleh rekan-rekan dari organisasi lain yang dilatih dalam proses penilaian; dan kepatuhan dapat dijelaskan dengan penilaian atau skor yang dialokasikan oleh badan independen yang mengontrol proses akreditasi. Seperti biasanya, proses akreditasi akan menghasilkan rekomendasi tertulis kepada organisasi untuk perbaikannya, dan semua temuan dan komentar akan dirahasiakan kepada organisasi yang disurvei. (Scrivens, 1998)

Di beberapa negara, akreditasi terbukti memiliki banyak manfaat. Ini adalah proses yang terorganisir untuk memantau kualitas layanan dan mempengaruhi perilaku dan fungsi penyedia layanan kesehatan untuk memastikan kepatuhan dengan standar kualitas. Ini mengurangi variabilitas dalam kualitas dari satu organisasi ke yang lain, dapat berfungsi untuk membantu dalam rasionalisasi mekanisme untuk pembiayaan perawatan kesehatan, meningkatkan kepercayaan publik dalam perawatan yang diterima, dan hal in menjadi  agen untuk perubahan dalam budaya dan praktek perawatan kesehatan. Akreditasi juga memainkan peran penting dalam memperkuat peraturan di bidang peningkatan kualitas. (rafeh et al., 2006)

Di Indonesia seluruh Rumah Sakit baik milik pemerintah maupun milik swasta wajib terakreditasi. Sistem penilaian akreditasi pun telah berubah dari provider oriented menjadi patient oriented.

 

TANTANGAN AKREDITASI DI RUMAH SAKIT

Peningkatan kualitas perawatan melalui akreditasi membutuhkan lebih dari satu pendekatan teknis. Kegagalan dalam mengubah perilaku dan sikap individu dan organisasi adalah penyebab paling umum dari inisiasi kualitas yang tidak efektif. Perbaikan pada mutu layanan organisasi secara berkelanjutan membutuhkan perubahan dalam sikap dan rasa kepemilikan yang tinggi. Diperlukan banyak inisiatif pendukung untuk mengintegrasikan akreditasi ke dalam struktur dan fungsi organisasi, karena banyak tantangan  yang akan dihadapi dalam akreditasi rumah sakit. Tantangan dalam pengaturan dan pengukuran terhadap standar sebagian besar bersifat teknis sedang tantangan dalam membuat suatu perubahan yang tepat lebih bersifat sosial dan manajerial. Ada beberapa hal yang dibutuhkan dalam akreditasi dan tantangan yang harus dihadapi yaitu : (Zariraftar, 2016)

·         Memperkuat dukungan hukum. Perintah eksekutif, undang-undang dan peraturan dari Departemen Kesehatan dan implementasi yang berkelanjutan dari peraturan tersebut merupakan dukungan penting untuk program akreditasi. Secara umum, penegakan hukum lemah di banyak negara .

·         Membentuk badan akreditasi nasional multi-institusi dan independen. Entitas ini sangat penting untuk proses akreditasi; Namun, pembentukannya membutuhkan konsensus di antara para pelaku yang berbeda di sektor kesehatan publik dan swasta menuju tujuan bersama. Tanpa badan akreditasi nasional, beberapa entitas akreditasi dapat muncul dan bersaing satu sama lain, masing-masing menetapkan standar dan prioritas yang berbeda. Ini dapat mempengaruhi seluruh proses akreditasi secara negatif. Keseragaman standar sangat penting untuk proses akreditasi; keseragaman semacam itu hanya dapat dipastikan melalui pembentukan badan akreditasi nasional tunggal. (Hinchliff et al., 2013)

·         Memastikan partisipasi sektor swasta dan asuransi. Peran jaminan sosial publik dan swasta dan asuransi kesehatan swasta sangat penting dalam pelaksanaan akreditasi rumah sakit. Hubungan antara penyedia layanan kesehatan yang berbeda dan pembeli perlu digambarkan, dan Kementerian Kesehatan harus berkoordinasi dengan perusahaan asuransi swasta untuk menentukan model terbaik untuk penyediaan dan pembiayaan layanan kesehatan. Sayangnya, di banyak negara tidak memiliki proses untuk mengikat akreditasi nasional dengan penyediaan layanan rumah sakit.

·         Memastikan penggunaan standar minimum. Secara umum, asosiasi medis profesional selalu berusaha untuk menetapkan standar yang optimal. Namun, ketika mulai menerapkan proses akreditasi, penting untuk menetapkan standar minimum untuk layanan rumah sakit. Sangat sedikit rumah sakit, dalam jangka pendek, yang mampu memenuhi standar optimal. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meyakinkan rumah sakit untuk melaksanakan proses akreditasi dan secara bertahap memastikan pertemuan standar yang optimal.

·         Memastikan penerapan standar untuk semua layanan rumah sakit. Persetujuan unit tertentu atau program yang terisolasi telah didukung oleh beberapa kelompok. Rumah sakit mungkin memiliki program yang bagus untuk mengendalikan infeksi atau laboratorium klinis, tetapi ini tidak selalu memastikan bahwa layanan lain memenuhi standar minimum untuk akreditasi.

·         Mendasarkan akreditasi pada konsensus daripada skor numerik. Penggunaan skor numerik total sebagai dasar untuk mengakreditasi rumah sakit dapat menutupi area tertentu dengan masalah serius. Daripada menetapkan skor, pada akhir kunjungan akreditasi surveyor harus setuju dengan konsensus apakah rumah sakit itu terakreditasi atau tidak terakreditasi, atau apakah suatu saat diperlukan untuk memperbaiki kekurangan (akreditasi parsial).

·         Membedakan antara lisensi dan akreditasi. Beberapa negara tidak memiliki sistem nasional untuk perizinan rumah sakit atau mengeluarkan izin awal untuk pembangunan atau renovasi fasilitas kesehatan. Sistem seperti ini umumnya dikelola oleh otoritas kota dan hampir selalu hanya berurusan dengan fitur struktural yang dapat diamati. Akreditasi tidak boleh digunakan sebagai alat untuk lisensi. Namun, perizinan merupakan prasyarat untuk akreditasi.

·         Memastikan keberlanjutan program akreditasi nasional. Meskipun akreditasi mungkin bersifat sukarela di pihak rumah sakit, lembaga-lembaga ini harus memiliki insentif untuk menerima proses akreditasi. Di Amerika Serikat, sebagian besar rumah sakit bertahan hidup sebagai akibat dari pasien yang dicakup oleh Medicare, program jaminan sosial untuk orang tua. Untuk rumah sakit yang dikontrak di bawah Medicare, harus memiliki akreditasi sebelumnya dari Komisi Akreditasi Nasional.  (Nandraj et al. 2000) 

·         Mengklarifikasi peran surveyor. Proses akreditasi harus selalu dilihat sebagai kegiatan pendidikan permanen bagi staf rumah sakit dan bukan sebagai pemeriksaan birokrasi atau audit kritis untuk mencari-cari kesalahan. Peran dasar surveyor adalah konsultan khusus yang membantu rumah sakit mengatasi kesulitan manajerial atau teknisnya. Tim penilai umumnya termasuk seorang dokter yang diakui karena keterampilannya, seorang perawat dengan pengalaman yang luas di rumah sakit, dan seorang administrator dengan latar belakang yang kuat di rumah sakit. (Bukonda et al., 2002)

Selain tantangan yang  telah dijelaskan diatas masih ada tantangan internal yang harus dibenahi apabila ingin menjalani akreditasi. ( Madan , 2012)

Tantangan tersebut antara lain :

1. Kurangnya tim inti

Tim inti ini terdiri dari perwakilan Dokter, tim perawat, manajeman mutu, SDM dan pelatihan, Bagian Teknik, Mikrobiologi, Rumah Tangga, , front office, rekam medik , Farmasi dll. Tim inti tersevut akan melakukan analisis kesenjangan secara terperinci di berbagai departemen sehubungan dengan unsur-unsur obyektif dari standar akreditasi yang  dilakukan oleh tim inti bersama-sama dengan kepala fungsional. Tim inti harus mendapat dukungan penuh dari manajemen yang lebih tinggi untuk menyelesaikan tugasnya & mencapai standar yang diinginkan. Kekurangan tim inti bisa menjadi hambatan dalam proses akreditasi. ( Brubakk et al., 2015)

2. Proses yang tidak konsisten

Sebagian besar departemen tidak menulis dan mempraktekkan SOP pada masing-masing departemennya sesuai petunjuk dari kepala departemen fungsional masing-masing. Sebelum memulai perjalanan menuju akreditasi, tim inti akreditasi harus mengatasi tantangan tersebut  dan memastikan bahwa SOP disiapkan tepat waktu oleh masing-masing departemen. Tim lintas fungsional melakukan audit pada masing-masing departemen untuk memeriksa kepatuhan terhadap SOP. Implementasi SOP di tingkat dasar adalah kunci keberhasilan yang dicapai dari pelatihan antar departemen.

3. Lingkungan RS yang tidak aman

Upayakan  peningkatan infrastruktur rumah sakit untuk memastikan lingkungan yang aman bagi pasien dan staf. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :

·         Kepatuhan pada aturan bangunan nasional , khususnya tentang norma api.

  • Membuat tanda bilingual
  • Kondisi udara, aliran laminar dalam kamar operasi ditinjau ulang bila ada kekurangan harus diperbaiki ; Penyaringan HEPA (High efficiency Particulate Air Filter) & ekses langsung  ke kamar operasi harus dikontrol.
  • Desain pendingin udara harus dengan  tekanan negatif di ruang isolasi.
  • Membuat Kalender Pengawasan.
  • Melakukan pertemuan dari semua komite yang relevan dengan dokumentasi yang tepat.

4. Penyimpangan dokumentasi

Masalah lain yang harus diselesaikan adalah penyimpangan dalam dokumentasi, seperti instruksi perawatan yang tidak ditandatangani, lembar resume dan instruksi pengobatan  yang tidak lengkap . Direktur utama perlu memahami sensitivitas masalah ini dan harus mengatasinya. Personil petugas medis memainkan peran penting untuk mengurangi kekurangan ini. Daftar periksa dibuat untuk memeriksa file pasien dan tim petugas medis memfasilitasi kegiatan baik di bangsal dan kantor rekam medis. Juga, CME  (Continuing Medical Education) dua bulanan / bulanan untuk dokter dapat dilakukan untuk memberikan penekanan pada dokumentasi dan menangkap kejadian efek samping, nyaris mati, dan kejadian tidak diharapkan.

1.    Staf tidak dilatih untuk persiapan keadaan darurat

Departemen pelatihan mengidentifikasi baik di rumah sakit secara keseluruhan maupun di departemen masing-masing  . Pelatih untuk setiap kegiatan perlu diidentifikasi dan dipetakan dalam kalender pelatihan. Pelatihan kelas dan pelatihan langsung untuk keadaan darurat seperti pelatihan yang berkaitan dengan kebakaran harus dilakukan dan umpan balik dari hal yang sama untuk dievaluasi secara kritis dan dipresentasikan kepada tim inti. Hambatan terbesar adalah meminta karyawan untuk menghadiri sesi pelatihan selama jam kerja.Tantangannya menjadi intens ketika terjadi  peningkatan hunian di rumah sakit. Motivasi yang tidak berubah dari kepala departemen dan tim SDM bisa  membantu  mengatasi tantangan ini.

Latihan mengatasi kebakaran, bencana di masyarakat, dan tumpahan limbah bioteknologi merupakan bagian dari upaya tim. Keterpaduan dalam tim harus dicapai setelah latihan dilakukan berulang kali.

6. Kurangnya penerimaan pada pendekatan data-driven

Akreditasi mendorong sebuah rumah sakit ke arah pendekatan data-driven sebagai indikator / metrik kualitas seperti infeksi di perawatan  bedah dan indeks kepuasan pasien yang dicatat dan dianalisis oleh komite. Tantangannya adalah untuk mendapatkan informasi yang benar secara teratur apabila hanya murni oleh campur tangan manusia. Sistem Informasi Rumah Sakit yang kuat sangat berguna pada sebagian besar kasus. Seperti dalam banyak kasus, penerimaan data dan pengaturan untuk bekerja ke arah perbaikan indikator oleh kepala fungsional menjadi sebuah tantangan. Inisiatif direktur utama dalam kegiatan peningkatan kualitas dapat membantu rumah sakit untuk bergerak menuju  perbaikan yang berkelanjutan.

 

7. Pelaksanaan Undang-undang Hukum dan Peraturan

Daftar kepatuhan peraturan mencakup memperoleh dan memperbarui lisensi farmasi dan membangun bank darah sebelum akreditasi. 

 Departemen hukum harus mengambil inisiatif untuk menerapkan sistem untuk melacak semua peraturan yang berlaku. Kepala departemen harus mulai berbagi semua dokumen dengan departemen hukum dan manajemen pada prioritas.

8. Bekerja tidak konsisten

Ketetapan waktu sangat penting untuk mencapai akreditasi. Ada durasi perbaikan untuk memperbaiki ketidaksesuaian setelah penilaian pra & final oleh badan akreditasi. Harus ada keinginan kuat untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas sempurna tepat waktu di semua karyawan organisasi perawatan kesehatan. Tim inti akan terus mendorong karyawan untuk bergerak maju di dalam proses ini.

9. Persepsi yang salah bahwa akreditasi tidak bermanfaat

Akreditasi bermanfaat baik bagi pasien, staf, maupun organisasi

Pasien 

·         Perawatan dan keamanan berkualitas tinggi.

·         Layanan diberikan oleh staf medis kredensial saja.

·         Hak pasien dihormati dan dilindungi.

·         Kepuasan pasien secara teratur dievaluasi.

Staf 

·         pembelajaran berkelanjutan, lingkungan kerja yang baik, kepemimpinan dan seluruh kepemilikan di proses klinis.

Organisasi perawatan kesehatan 

·         Menstimulasi perbaikan berkelanjutan.

·         Menunjukkan komitmen terhadap perawatan berkualitas.

·         meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan organisasi perawatan kesehatan

·         Memberikan kesempatan kepada unit layanan kesehatan untuk mencapai indikatornya .

·         Menyediakan sistem obyektif empanelment oleh asuransi dan pihak ketiga lainnya.

·         Akreditasi memberikan akses ke informasi yang andal dan bersertifikat tentang fasilitas, infrastruktur, dan tingkat perawatan.

10. Kritisasi tim audit

Tim yang terlibat dalam mengaudit berbagai departemen untuk memeriksa kepatuhan terhadap standar di rumah sakit berdasarkan pedoman badan akreditasi tidak melakukan pendekatan yang negatif atau menyalahkan siapa pun. Aspek penting adalah membawa perubahan positif untuk meningkatkan tingkat perawatan & keselamatan pasien di rumah sakit. Tim audit harus memiliki proses pemikiran yang positif dengan memberikan solusi untuk memperbaiki ketidakpatuhan tersebut.

11. Tindakan pengendalian inventarisasi yang tidak ada

Mempertimbangkan sejumlah besar gudang/penyimpanan obat-obatan dan bahan habis pakai di rumah sakit yang disimpan di setiap area pasien, Tantangannya adalah untuk melakukan identifikasi obat kadaluarsa dan hampir kadaluwarsa. Audit gabungan dari Gudang pusat dan departemen pengguna secara rutin dapat membantu mengurangi kesalahan sampai batas tertentu. Hitungan fisik dan jumlah lewat SIM dihitung secara teratur.bategaya

Rumah Sakit bisa sukses menjalani akreditasi apabila mampu mengatasi tantangan eksternal maupun internal yang telah dijelaskan di atas. Rumah sakit yang telah terakreditasi berarti telah mendapatkan pengakuan atas standar kinerjanya oleh badan akreditasi nasional atau organisasi akreditasi Internasional (JCI). Ini berarti bahwa rumah sakit telah berhasil memenuhi standar ketat di berbagai tingkatan yang ditetapkan oleh badan penilai eksternal yang indepeden. Akreditasi adalah bukti komitmen organisasi perawatan kesehatan untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas perawatan pasien, memastikan lingkungan perawatan yang aman dan terus bekerja untuk mengurangi risiko pada pasien maupun staf.

 

KESIMPULAN

Tantangan untuk akreditasi dibagi menjadi dua kelompok: tantangan teknis di bidang pengaturan dan pengukuran terhadap standar dan tantangan sosial dan manajerial  yang terkait dengan membuat perubahan yang sesuai. Untuk menghadapi tantangan tersebut rekomendasi yang paling penting adalah: Memperkuat dukungan hukum; membentuk badan akreditasi nasional yang multi-institusi dan independen; memastikan partisipasi sektor swasta dan asuransi,; memastikan penggunaan standar minimum; memastikan penerapan standar untuk semua layanan rumah sakit; mendasarkan akreditasi pada konsensus daripada skor numerik; membedakan antara perizinan dan akreditasi, memastikan keberlanjutan program akreditasi nasional; mengklarifikasi peran surveyor.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

1.      Bukonda N,  Tavrow P, Abdallah H, Hoffner K, Tembo J,2002. Implementing a national hospital accreditation program: the Zambian experience . International Journal for Quality in Health Care 2002; Volume 14, Supplement 1: 7–16

2.      Brubakk K, Vist GE, Bukholm G, Barach P, Tiomsland O, 2015 . A systematic review of hospital accreditation: the challenges of measuring complex intervention effect. Brubakk et al. BMC Health Services Research  15:280

3.      Hinchliff R, Greenfield D, Westbrook JI, Pawsey M,  Mumford V, Braithwaite J, 2013. Stakeholder perspectives on implementing accreditation programs: a qualitative study of enabling factors . Hinchcliff et al. BMC Health Services Research 2013, 13:437

4.      Madan M, 2015. Combat 11 challenge for accreditation. QPQIH-Healthcare management-quality management system & NABH.

5.      Nandraj S, Khot A, Menon S , Brugha R, 2000. A stakeholder approach towards hospital accreditation in India . Centre for Enquiry into Health and Allied Themes (CEHAT), Mumbai, India and 'London School of Hygiene and Tropical Medicine, London, UK

6.      Rafeh N, Schwark T, 2006. Developing and Implementing an Accreditation Program in Egypt .USAID from the American people.

7.      Scrivens E, 1998.Challenges in community and primary care. International Journal for Quality in Health Care.10 (3). 191-197

8.      Zarifraftar M,. Aryankhesal A, 2016. Challenges of Implementation of Accreditation Standards for Health Care Systems and Organizations: A Systematic Review . Journal of Management Sciences. Vol., 2 (3), 191-201,