Studi United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan bahwa setiap perbaikan kendali gula darah dan tekanan darah akan mengurangi komplikasi diabetes. Kendali gula darah dinilai dengan melihat kadar glukosa darah dan kadar hemoglobin terglikasi (HbA1c). Pedoman tatalaksana diabetes yang dikeluarkan oleh organisasi di dunia memberikan tuntunan tentang target pengendalian diabetes yang harus dicapai. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2021 yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PP Perkeni) memberikan target pengendalian HbA1c <7% (disesuaikan per individu), kadar gula darah kapiler puasa/sebelum makan 80-130 mg/dL, dan kadar gula darah kapiler 1-2 setelah makan <180 mg/dL.
Meskipun sudah ada tuntunan yang jelas tentang target pengendalian gula darah yang harus dicapai, penelitian DISCOVER menunjukkan bahwa secara global pengendalian gula darah pada pasien diabetes masih jauh dari target ketika pasien diabetes mengawali terapi lini kedua, yaitu rerata HbA1c 8,3%. Pada studi DISCOVER ini ternyata didapatkan nilai HbA1c pada populasi pasien di Indonesia merupakan yang paling tinggi dibandingkan negara lain, yaitu 9,2%. Di samping itu, hampir 70% pasien masih belum terkendali dengan HbA1c di atas 8%. Kadar HbA1c yang tinggi ini tentu berisiko untuk terjadinya komplikasi diabetes baik komplikasi yang terkait dengan gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer, maupun gangguan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti gangguan pada mata (retinopati), ginjal (nefropati), dan saraf tepi (neuropati).
Salah satu penyebab dari tidak tercapainya kendali diabetes ini adalah inersia klinis (clinical inertia). Inersia klinis adalah kurangnya intensifikasi terapi pada pasien sehingga pasien tidak mencapai target penatalaksanaan sesuai dengan target yang ditetapkan. Sumber dari terjadinya inersia klinis adalah pasien diabetes itu sendiri, pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ini dokter, dan sistem pelayanan kesehatan, sehingga dalam mengatasi inersia klinis, dibutuhkan pendekatan dari ketiga sumber inersia klinis ini.
Dari sisi pasien, keterlambatan diagnosis dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya mencapai target pengendalian diabetes menjadi alasan mengapa pasien diabetes tidak datang berobat dan kontrol tidak teratur. Pasien diabetes perlu diberikan pengetahuan tentang target kendali diabetes yang harus dicapai serta pemahaman mengapa mereka perlu mencapai target pengendalian diabetes dalam upaya mencegah komplikasi diabetes. Pasien perlu mendapatkan sumber informasi yang benar dan percaya pada informasi yang diberikan serta mendedikasi waktunya untuk melakukan tatalaksana diabetes yang baik.
Dari sisi pemberi pelayanan kesehatan, khususnya dokter, perlu memahami keadaan pasien secara holistik meliputi permasalah medisnya serta stres yang dihadapi dan keterbatasan sumber daya yang dimiliki pasien. Target pengendalian gula darah perlu disesuaikan per individu dan pendekatan dalam upaya mencapai pengendalian ini juga harus melihat situasi dan kondisi dari masing-masing pasien.
Dari sisi sistem pelayanan, dibutuhkan program pelayanan yang integratif dan kolaboratif yang memungkinkan keterlibatan pemberi pelayanan kesehatan dalam kerja tim. Penatalaksanaan diabetes secara umum membutuhkan kerjasama antara dokter, edukator diabetes dan ahli gizi, dalam upaya memberikan edukasi yang lengkap bagi pasien. Sistem pelayanan kesehatan perlu dibangun sebagai sistem yang tidak hanya bersifat pasif ketika pasien datang berobat, namun juga mampu mendeteksi dan memberi dukungan pada pasien yang mengalami kondisi kritis dan tersedia sistem kewaspadaan yang memberi alarm ketika diabetesnya tidak terkendali.
Rujukan:
King P, Peacock I, Donnelly R. The UK prospective diabetes study (UKPDS): clinical and therapeutic implications for type 2 diabetes. Br J Clin Pharmacol. 1999;48(5):643-648. doi:10.1046/j.1365-2125.1999.00092.
Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2021. Pengurus Pusat Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PP Perkeni), 2021.
Wahono DS et al. 2nd ICE on IMERI, 7 November 2017, Jakarta, Indonesia
Khunti K et al. Poster the DISCOVER study, presented at 77th Scientific Sessions of the ADA, 9–13 June 2017, San Diego, CA, USA.
Khunti K, Ji L, Medina J, Surmont F, Kosiborod M. Type 2 diabetes treatment and outcomes worldwide: A short review of the DISCOVER study programme. Diabetes Obes Metab. 2019;1–5.