Pernikahan merupakan suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan yang telah menginjak usia dewasa ataupun dianggap telah dewasa dalam ikatan yang sakral (Marlina, 2013). Dianggap sakral karena dalam pernikahan hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan menjadi sah secara agama (Dariyo, dalam Marlina, 2013). Menikah merupakan titik awal dari kehidupan berkeluarga dan tujuan yang ditetapkan dalam pernikahan akan berdampak pada kehidupan pernikahannya secara keseluruhan (Manap, Kassim, Hoesni, Nen, Idris, & Ghazali 2013).
Sebuah pernikahan tidak akan terlepas dari tujuan untuk menjadi keluarga yang bahagia dan mendapatkan keturunan di dalamnya. Tidak sedikit mereka selalu ingin agar cepat mendapatkan anak dari pernikahan mereka. Namun demikian, belum tentu hadirnya anak menjadi penentu bahwa mereka pasti bahagia dalam pernikahannya.
Melihat fakta yang ada selama ini, banyak dari pasangan yang menikah memiliki ekspektasi yang berbeda-beda dalam pernikahannya, dimana kondisi seperti ini salah satunya juga dipengaruhi oleh cara adaptasi mereka dengan pasangan, apalagi jika pernikahan itu masih terhitung bulan lamanya. Begitupun dengan mereka yang sudah terhitung tahun, juga banyak yang mengalami masalah dalam penyesuaiannya, yang perlahan-lahan akan menyesuaikan dengan polanya masing-masing.
Permasalahan yang sering timbul di dalam sebuah pernikahan, diantaranya :
1. Perbedaan pendapat antara orang tua dan anak
Hal ini berkaitan dengan bagaimana pasangan bisa memposisikan diri dalam mengambil sebuah keputusan. Tidak jarang pasangan memiliki banyak perbedaan pendapat dengan orang tuanya sehingga kondisi ini secara tidak langsung berimbas pada hubungan antar pasangan. Dengan kondisi seperti ini menjadikan kurang hangatnya suasana di dalam rumah tangga.
2. Masalah keuangan
Masalah keuangan juga bisa memicu datangnya masalah keluarga. Perbedaan penghasilan yang dihasilkan oleh suami dan istri memicu masalah keuangan dalam keluarga. Selain itu, masalah pengaturan keuangan juga bisa memicu masalah keluarga. Perbedaan cara mengelola uang dan tertutup masalah kebutuhan, seringkali memicu pertikaian dalam keluarga. Bagaimanapun butuh keterbukaan dan kesepakatan dalam pengelolaan keuangan sehingga keduanya saling tahu hal-hal apa saja yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi tuntutan ekonomi atau keuangan di rumah tangganya.
3. Kurangnya kepercayaan atau rasa hormat pada pasangan
Menghormati pasangan bukan berarti berhenti menghargai pendapat satu sama lain. Menghormati pasangan juga berarti saling menjaga privasi dan memberikan ruang untuk pasangan melakukan kegiatan atau hobi yang digemari. Masing-masing tetap harus memahami perannya di dalam rumah tangga, dan tetap bisa mendapatkan hak-haknya.
4. Perbedaan pola asuh anak
Mengasuh dan memberikan pendidikan bagi anak tidak selamanya berjalan sesuai apa yang diinginkan. Sebab, sebagai seorang individu ,kita pasti memiliki pandangan dan rencana tentang bagaimana cara mendidik anak yang baik sesuai dengan kemauan kita. Sebagai orang tua hendaknya bisa memberikan pola pengasuhan yang konsisten antara keduanya, karena akan mempengaruhi tumbuh kembang anak nantinya.
5. Kekerasan dalam rumah tangga
Tentunya tidak akan merasakan kenyamanan jika dalam pernikahan mengalami pengalaman KDRT. Bagaimanapun akan berpotensi memunculkan dampak yang Panjang di fase setelahnya, karena bisa mengakibatkan trauma. Bahkan kondisi ini akan sangat berpengaruh pada pola pengasuhan yang kurang tepat dan bisa memupuk seseorang untuk melakukan kekerasan saat ia berkeluarga.
6. Belum memiliki anak
Anak adalah anugerah sekaligus hadiah dalam sebuah pernikahan. Memiliki momongan adalah mimpi hampir setiap pasangan yang sudah menikah. Masalah akan menjadi semakin komplek ketika pasangan suami istri tersebut sudah lama menikah dan anak belum juga hadir. Biasanya, suami istri akan saling menyalahkan dan merasa melakukan tindakan yang paling benar, sehingga masalah kehadiran anak juga kerap menjadi penyebab adanya masalah dalam sebuah keluarga.
7. Intervensi Mertua
Memiliki orang tua lain dari pasanganmu terkadang tidak semudah mengurus orang tua kandungmu. Sebab, orang tua pasanganmu cenderung menaruh banyak harapan padamu, baik dari segi cara kamu membahagiakan pasanganmu yang bisa berupa materi, perhatian, bahkan sampai ke masalah momongan dan bagaimana kamu mengatur rumah tanggamu pun tidak luput dari perhatian mertua. Terkadang, mertua yang terlalu ikut campur urusan rumah tangga anaknya memiliki tujuan agar anak-anaknya memiliki kehidupan yang layak, meski terkadang membuat anak-anaknya kurang nyaman.
8. Komunikasi.
Kesibukan masing-masing menyebabkan kamu dan pasanganmu menjadi jarang berkomunikasi. Tak jarang, komunikasi juga bisa menjadi penyebab pertengkaran dalam keluarga. Perlu menyepakati kapan ada waktu tersendiri untuk bisa membicarakan hal-hal yang memang perlu di bicarakan antar pasangan. Perlu masing-masing bersikap lebih bijak untuk mengendalikan ego atau emosi disaat membahas konflik yang ada, sehingga bisa benar-benar menjadikan komunikasinya lebih efektif.
Permasalahan dalam pernikahan bukan lagi menjadi sesuatu yang harus disimpan dan ditutupi, karena bagaimanapun segala sesuatunya perlu diselesaikan secara bijak. Keterbukaan, penerimaan terhadap pasangan sangatlah penting dan menjadi kunci tercapainya sebuah tujuan yang sama di dalamnya. Oleh karena itu jangan pernah menganggap remeh sebuah masalah, karena bisa jadi dampak yang muncul juga semakin besar. Perjalanan hidup seseorang butuh proses, dan sampai manapun semua bisa belajar untuk menentukan sikap terbaik untuk pernikahannya.
Daftar pustaka
https:// riliv.co> rilivstory> contoh masalah dalam keluarga paling umum. Diunduh tanggal 25 April 2022 jam 21.00
Ghozali, N.A., Nuroni, S., Kusnanto., Suparto., Badarudin., & Musthofa, J. (2012). Pola pernikahan keluarga sakinah desa dan desa binaan keluarga sakinah (DBKS). Yogyakarta: Bidang Urais Kanwil Kemenag Agama DIY.
Jakubowski, S.F., Milnes, E.P., Brunner, H., & Miller, R.B. (2004). A review of empirically supported marital enrichment programs. Family
Relations ProQuest Sociology, 52 (5).
Manap, J., Kassim, A. C., Hoesni, S., Nen, S., Idris, F., & Ghazali, F. (2013). The purpose of marriage among single malaysian youth. Procedia: Social and Behavioral Sciences, Vol. 82, 112-116. http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.06.233
Marlina, N. (2013). Hubungan antara tingkat pendidikan orangtua dan kematangan emosi dengan kecenderungan menikah dini. Empathy. 2(1).